Indonesia adalah produsen minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia, setelah Malaysia. Dengan luas lahan lebih dari 10 juta hektar (ha) dan total produksinya pada tahun 2013 sebesar 27,75 juta ton. Diperkirakan produksi CPO hingga akhir tahun 2014 mencapai 29 juta ton.
Sayangnya, pengelolaan perkebunan sawit di Indonesia masih jauh dari standar ideal. Banyak perkebunan sawit yang menghadapi tudingan merusak lingkungan. Tudingan ini membuat pemasaran CPO terhambat di pasar global
Dalam pandangan Ketua Pelaksana Harian Komisi Minyak Sawit Indonesia (ISPO), Rosediana Soeharto, salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk memperlancar pemasaran CPO di pasar internasional dengan mengeluarkan sertifikasi.
Ia menyebut pengembangan kelapa sawit harus dilakukan sesuai kaidah pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 tahun 2011 tentang Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“ISPO merupakan sistem sertifikasi dengan mengintegrasikan berbagai peraturan perundangan di Indonesia. Jadi ISPO merupakan bukti kepatuhan dari pelaku usaha perkebunan terhadap peraturan perundangan di Indonesia," ujar Rosediana kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Rabu (10/12).
Dijelaskan, sertifikasi ini dapat menjamin pasar produk sawit Indonesia. Karena merupakan instrumen yang digunakan untuk mengawal perdagangan. Sebab WTO juga memperbolehkan negara untuk menerapkan technical barrier to trade yang bentuknya berupa standar bagi produk CPO yang belum bersertifikat. Sehingga membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan perekonomian di perdesaan.
"Diharapkan dengan ISPO bisa menghindari dan mengurangi dampak pengrusakan lingkungan, emisi gas rumah kaca, hingga pemicu deforestasi. Bahkan, ISPO ini tidak akan memberatkan pengusaha karena peraturan-peraturan tersebut seharusnya sudah dipenuhi . Ketentuan ISPO memiliki legal frame yang jelas. Maka penerapannya adalah mandatory untuk pasar lokal dan eskpor," ungkapnya.
Kepada Elva Setyaningrum, Rosediana menjelaskan apa tujuan ISPO. Dia mengungkapkan syarat perusahaan yang ingin mengajukan sertifikasi ISPO. Dia pun memaparkan mengenai sertifikat internasional RSPO dan beda ISPO. Menurutnya, masih banyak perusahaan sawit di Indonesia yang belum memiliki sertifikasi ISPO. Berikut wawancaranya.
Apa tujuan penerbitan ISPO?
Setidaknya ada 3 tujuan utama ISPO. Pertama, meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit Indonesia untuk memperbaiki linkungan. Kedua, meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di luar negeri. Ketiga, mendukung program pengurangan gas rumah kaca dan menjadi persyaratan utama negara pembeli bagi plam oil biodesel.
Adakah syarat perusahaan sawit yang ingin mengajukan ISPO?
Ada 7 kriteria wajib yang harus dijalankan perusahaan. Pertama, sistem perizinan dan manajemen risiko. Kedua, penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit. Ketiga, penundaan izin lokasi pemberian hak atas tanah untuk usaha perkebunan. Keempat, pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Kelima, tanggungjawab terhadap pekerja. Keenam, tanggungjawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dan ketujuh, peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Bagaimana Anda menanggapi sertifikasi internasional RSPO?
Walau banyak negara meminta Indonesia untuk melakukan usaha minyak sawit berkelanjutan, permintaan itu harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Indonesia tidak bisa dipaksa harus menggunakan standar dari negara-negara tersebut.
Pasalnya, banyak peraturan RSPO yang menghambat produksi sawit. Salah satunya permintaan larangan menanam sawit di lahan gambut.
Permintaan tersebut tidak adil mengingat di Belanda lahan gambut yang dipakai untuk perumahan tidak dipermasalahkan. Padahal RSPO itu adalah asosiasi yang diikuti oleh beragam organisasi dari berbagai sektor industri kelapa sawit. Adapun tujuannya untuk mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.
Lalu, apa bedanya ISPO dengan RSPO?
Sertifikasi internasional RSPO bersifat sukarela untuk memenuhi permintaan pasar. Sebaliknya, ISPO bersifat mandatory atau wajib. Tapi pada dasarnya tujuan sertifikasi ISPO dan RSPO adalah untuk mendapatkan kelapa sawit yang ramah lingkungan. Oleh karena itu akan ada sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan sertifikasi ISPO.
Sanksinya berupa pencabutan IUP akan dicabut. Makanya pemerintah terus meminta kalangan industri sawit di Indonesia untuk segera menerapkan sertifikasi ISPO hingga akhir 2014. Apabila sampai akhir 2014, perusahaan CPO belum memperlihatkan keinginan untuk sertifikasi ISPO. Pemerintah diberikan tenggang waktu sampai 1,5 tahun ke depan terhitung mulai awal 2015 mendatang.
Ada berapa perusahaan CPO di Indonesia tidak memiliki sertifikasi ISPO?
Dari 127 perusahaan di Indonesia yang sudah mendaftar, baru 63 perusahaan sawit yang telah resmi mendapatkan sertifikasi. Tapi saat ini sudah ada 30 perusahaan lagi yang sedang dalam proses untuk sertfikasi dan diharapkan sampai akhir tahun ini ada 100 perusahaan yang mendapatkan sertifikasi. Sayangnya, ada sekitar 200 lebih perusahaan CPO yang ada di Indonesia dan lebih dari setengahnya tidak menuruti aturan ISPO.
Banyaknya perusahaan yang belum mendapatkan sertifikasi dikarenakan terbentur dengan persyaratan yang belum lengkap. Padahal, sertifikasi ini dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas. Sertifikasi memang tidak bisa dipaksakan, jadi kalau perusahaan itu tidak mau mengajukan sertifikasi kita tidak bisa paksa karena ini sangat transparan dan independen.
© Copyright 2024, All Rights Reserved