Pasar keuangan Indonesia usai Lebaran 2024 ambruk berjamaah. Hal ini terjadi karena banyak risiko eksternal yang terjadi ketika libur panjang.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile sepanjang pekan ini. Sentimen selengkapnya yang potensi memengaruhi pasar pada hari ini, Senin (22/4/2024).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir pekan, Jumat (19/4/2024) ditutup koreksi 1,11% menuju angka 7087,31. Selama seminggu, IHSG merosot cukup dalam sekitar 2,30%. Ini menjadi tiga minggu beruntun indeks seluruh saham RI mengalami penurunan.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan Jumat lalu (19/4/2024) mencapai Rp13,78 triliun, melibatkan 18,92 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,21 juta kali.
Tercatat ada 115 saham yang menguat, 204 tidak berubah, sementara 456 terdepresiasi.
Koreksi IHSG seiring dengan investor asing melakukan jual bersih sepanjang pekan hingga Rp7,91 triliun di seluruh pasar, rinciannya dari pasar reguler sebanyak Rp3,93 triliun, sementar di pasar nego dan tunai sebesar Rp3,97 triliun.
Saham yang paling banyak dilego asing masih dari big bank. Yakni saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebanyak Rp1,3 triliun, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) senilai Rp963,8 miliar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp291,8 miliar, dan PT Bank Mandiri Rp226,2 miliar.
Kemudian saham selain perbankan, ada saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dijual asing cukup besar hingga Rp1,3 triliun, PT Astra International Tbk (ASII) Rp337,4 miliar, dan PT Indofood Sukses Makmur (INDF) Rp158,9 miliar.
Nilai tukar rupiah, sepanjang pekan lalu pergerakannya sangat volatile. Rupiah menembus ke atas level Rp16.200/US$ yang menjadi posisi terpuruknya sejak empat tahun lalu.
Dikutip dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,49% di angka Rp16.250/US$ pada penutupan perdagangan Jumat (19/4/2024).
Secara mingguan rupiah terpantau turun 2,08% menjadikan pelemahan terburuk mingguan sejak 3 Juli 2020 atau ketika pandemi Covid-19 melanda.
Rupiah tertekan terhadap dolar AS pekan lalu utamanya disebabkan oleh ketegangan Timur Tengah antara Iran dan Israel dan kekhawatiran publik atas kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang berkemungkinan kembali bersikap hawkish.
Pada hari ini, Senin (22/4/2024), neraca perdagangan Indonesia juga akan dirilis beserta data ekspor dan impor periode Maret 2024.
Neraca dagang RI tampaknya masih akan kembali surplus di tengah harga komoditas serta menggeliatnya ekonomi negara mitra dagang.
Konsensus pasar yang dihimpun dari 10 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 akan mencapai US$ 1,54 miliar.
Surplus tersebut naik tipis dibandingkan Februari 2024 yang mencapai US$ 0,87 miliar.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 9,63% (year on year/yoy) sementara impor turun 4,86% (yoy) pada Maret 2024. Impor diperkirakan terkontraksi setelah melonjak pada Februari 2024 sebagai dampak permintaan menjelang Ramadan.
Bila neraca perdagangan berlanjut pada Maret 2024 maka Indonesia akan membukukan surplus selama 47 bulan beruntun.
Catatan surplus menjadi pencapaian Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena menjadi yang terpanjang di Era Reformasi dan salah satu yang terbaik dalam sejarah Indonesia.
Pencapaian ini juga terbilang luar biasa mengingat neraca dagang Indonesia pada 2018 hingga 2019 lebih kerap diwarnai defisit. Pada periode Juli 2018-Januari 2020, neraca dagang mencatat defisit 13 kali defisit dan lima kali.
Setelah melewati pencapaian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yakni surplus selama 42 bulan. Jokowi diproyeksi juga telah melewati salah satu pencapaian terbaik di era Soeharto yakni surplus selama 46 bulan beruntun pada Februari 2024.
Selanjutnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) juga akan dilaksanakan pada 23 April hingga 24 April mendatang.
Salah satu yang menjadi perhatian pelaku pasar yakni data suku bunga (BI Rate) yang akan disampaikan BI pada 24 April.
Saat ini, suku bunga BI masih berada di angka 6% dan sudah lima bulan beruntun, BI menahan suku bunga.
Sebagian pelaku pasar memperkirakan BI akan mengerek suku bunga acuan pada bulan ini demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Menarik diperhatikan juga terkait pandangan BI perihal kondisi rupiah yang terus melemah hingga menembus Rp16.200/US$. Pasar juga menantikan bagaimana intervensi BI guna menstabilkan rupiah di tengah banyaknya risiko eksternal. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved