Utang pemerintah di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang semakin membengkak menujukkan bahwa Jokowi ingkar janji.
Sebab saat berkampanye 2014 lalu, Jokowi berjanji akan mengurangi utang negara secara bertahap hingga rasio utang terhadap PDB mengecil di era pemerintahannya.
Namun, pada kenyataannya bukannya mengurangi utang, Jokowi justru menambah utang hingga Rp8,353 triliun per Mei 2024 ini dengan rasio utang 38% dari PDB, atau naik drastis dibanding era presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hanya 24,7% dari PDB.
Berdasarkan analisis yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) terhadap respon masyarakat di media sosial atas dinamika utang di Era Jokowi telah memperlihatkan bahwa 57,4% warganet merasa Jokowi ingkar janji karena tidak mengurangi utang negara.
Sementara itu, 33,7% warganet lainnya merasa utang itu melesat jauh dibandingkan utang peninggalan SBY, dan 8,9% sisanya beranggapan bahwa seharusnya Jokowi meninggalkan warisan harta, bukan utang yang menumpuk.
Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto, mengatakan, publik yang berharap Jokowi dapat menurunkan rasio utang merasa dikecewakan.
"Sebab yang terjadi justru kenaikan utang tertinggi sepanjang sejarah RI ada di tangan di Jokowi," kata Eko Listiyanto dalam Diskusi Publik Warisan Utang Jokowi secara daring, Kamis (4/7/2024).
Eko menilai dengan utang yang menumpuk itu, membuat masyarakat Indonesia khawatir negara akan kolaps akibat utang tersebut.
"Netizen menyuarakan aspirasi mereka dan ini tertangkap di dalam cerminan ini betapa kemudian utang beserta bunganya itu sudah terlalu tinggi, mungkin mereka belum tahu SBN apa ini apa, tenor dan macam-macam itu tidak tau, tapi yang jelas mereka bisa merasakan bahwa beban pemerintah terkait utang ini cukup tinggi," kata Eko.
Data itu diungkapkan setelah Indef melakukan penyortiran terhadap 22,189 perbincangan masyarakat mengenai utang Jokowi pada periode 15 Juni 2024-1 Juli 2024 di Twitter oleh 18,977 akun. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved