Per Mei 2017, posisi utang pemerintah Indonesia telah mencapai Rp3.672 triliun. Angka ini mengalami lonjakan hingga Rp1.069 triliun dibandingkan dengan posisi utang pada akhir 2014 lalu. Ada kekhawatiran masyarakat terhadap lonjakan utang tersebut.
Lonjakan utang tersebut diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Meski demikian, ia memastikan, pemerintah akan berupaya agar pertumbuhan utang tersebut tidak melampaui batas yang sudah ditentukan.
"Sesuai dengan Undang-undang, total jumlah kumulatif utang tidak boleh lebih dari 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan, saat ini jumlah utang pemerintah sebesar Rp3.672 triliun. Posisinya masih berada di bawah 30 persen PDB nasional," kata perempuan yang kerap disapa Ani ini kepada politikindonesia.com di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/07).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, saat ini defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih berada pada kisaran 2,5 persen dari PDB.
Angka tersebut, jauh lebih rendah dibandingkan defisit yang dialami negara-negara G-20 lainnya. Ia menyebut, dengan defisit anggaran di kisaran 2,5 persen tersebut, ekonomi Indonesia mampu tumbuh lebih dari 5 persen.
“Artinya dengan posisi utang saat ini, Indonesia masih bisa mengelola utang negara secara hati-hati. Bahkan, dengan stimulus fiskal mampu meningkatkan perekonomian sehingga utang tersebut menghasilkan kegiatan produktif," ujarnya.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Bandar Lampung, 26 Agustus 1962 ini menjelaskan upaya pemerintah dalam pengelolaan utang luar negeri tersebut. Ani juga meminta masyarakat harus mengubah cara pandang terhadap utang negara. Berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana peran pemerintah mengatasi masalah ekonomi negara ini?
Peran pemerintah sangat penting dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi negeri. Ketimpangan antara masyaralat miskin dan masyarakat kaya membutuhkan peran pemerintah untuk meningkatkan belanja sosial. Tujuannya untuk melindungi kelompok masyarakat termiskin agar tidak semakin tertinggal.
Di sisi lain, penduduk Indonesia dengan demografi muda memerlukan investasi pendidikan dan kesehatan yang besar. Oleh karena itu, APBN akan terus ditujukan untuk dapat mencukupi belanja pendidikan dan kesehatan agar sumberdaya manusia Indonesia tidak tertinggal dari bangsa lain.
Selain itu, penerimaan perpajakan terus digenjot dengan reformasi pajak agar belanja dan biaya pembangunan dapat dibiayai oleh pajak, bukan utang. Selain itu, pemerintah juga akan terus menjaga kebijakan fiskal dan defisit anggaran sesuai aturan perundangan dan dilakukan secara hati-hati dan profesional. Dengan begitu, lndonesia dapat terus maju dan sejahtera dengan risiko keuangan dan utang yang tetap terjaga.
Saat ini utang pemerintah mencapai Rp3.672 triliun, bagaimana mengelolanya?
Untuk memastikan kemampuan pemerintah melunasi utang tersebut, cara pandang masyarakat terhadap kondisi utang pemerintah dianggap penting. Utang itu tidak hanya dilihat dari sisi totalnya saja tetapi dari profil jatuh temponya dan profil komposisi dari utangnya sendiri.
Kondisi saat ini, rata-rata jatuh tempo utang pemerintah di atas 8 tahun. Maka pemerintah akan berupaya agar utang itu dibayar saat memasuki batas jatuh tempo tersebut.
Selain itu, pemerintah akan memberikan kepastian kepada investor terkait arus fiskal jangka panjang. Hal ini dinilai penting untuk memastikan bahwa pemerintah tetap mampu membayar utang sekaligus membiayai pembangunan sehingga kepercayaan investor tetap terjaga.
Saya akui, tahun ini dipastikan utang pemerintah akan semakin membengkak. Hal ini seiring dengan melebarnya defisit anggaran dari 2,41 persen menjadi 2,92 persen terhadap PDB.
Mengapa utang pemerintah terus meningkat?
Harus diakui, kondisi utang pemerintah memang terus naik dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu diakibatkan kondisi anggaran negara yang terus mengalami pelebaran defisit. Sehingga berimplikasi pada utang.
Pelebaran defisit terjadi sejak 2011 lalu. Bahkan pada 2016, defisit anggaran mencapai 2,46 persen dari PDB atau mencapai Rp307 triliun. Defisit Anggaran berarti penerimaan negara lebih kecil dibandingkan anggaran yang harus dibelanjakan.
Kecilnya, penerimaan negara dipengaruhi banyak faktor mulai dari lesunya ekspor impor hingga loyonya penerimaan pajak. Di dalam kondisi itu, pemerintah mau tidak mau menambal defisit dengan utang. Tanpa itu, anggaran tidak akan mencukupi pembiayaan pembangunan yang sudah disusun di dalam APBN.
Sebenarnya negara berutang untuk apa?
Terkait alokasi dana yang besar di bidang infrastruktur. Apalagi Presiden Joko Widodo tengah menggelontorkan anggaran besar untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Ini merupakan upaya pemerintahannya untuk mengejar ketinggalan pembangunan.
Sebelumnya, pembangunan ini tertunda dan tidak maksimal karena dalam kurun waktu 20 tahun belakangan, Pemerintah Indonesia fokus menangani krisis ekonomi 1998 dan 2008.
Selain itu, dengan tekanan pelemahan global tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif sebagai stimulus untuk mendorong ekonomi serta melindungi masyarakat Indonesia. Lambatnya pembangunan memberi beban pada rakyat dan ekonomi dalam bentuk kemacetan, biaya ekonomi tinggi dan ekonomi daerah tertinggal.
Apakah Indonesia bisa berhenti berutang?
Indonesia saat ini masih menganut kebijakan ekspansif, yakni belanja atau pengeluaran lebih besar daripada penerimaan negara. Akibatnya terjadi defisit fiskal yang harus dibiayai dari utang. Indonesia sebenarnya memiliki kemampuan untuk berhenti meminjam atau berutang.
Akan tetapi ada syarat yang harus dipenuhi jika negara ini tidak lagi mengandalkan utang untuk menggerakkan ekonomi Indonesia. Hingga saat ini, banyak juga yang menanyakan, "kapan kita bisa berhenti pinjam?". Saya pun menjawab, "Saya akan berhenti pinjam kalau pendapatan kita lebih dari belanja".
Apalagi saat ini negara masih terus melakukan pembangunan, sehingga membutuhkan anggaran belanja infrastruktur yang tinggi. Karena untuk membangun, penerimaan itu tidak datang dari langit.
Bagaimana upaya meningkatkan pendapatan negara?
Untuk meningkatkan pendapatan, sekarang ini pemerintah terus berupaya memperbaiki rasio pajak (tax ratio). Tax ratio sebagai indikator jumlah pembayar pajak masih tergolong rendah. Angkanya dikisaran 11 persen. Ini berarti masih besar peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk tidak lupa membayar pajak. Dengan jumlah rasio utang Indonesia saat ini sebesar 27 persen dari Gross Domestic Product (GDP) yang sekitar Rp13.000 triliun, maka setiap warga negara di Indonesia memiliki utang sebesar USD997 per kepala atau sekitar Rp13 juta.
Walau beban utang setiap warga cukup tinggi, namun nomimal utang Indonesia tersebut nyatanya masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Jika dibandingkan, Amerika dan Jepang yang memiliki utang lebih tinggi dibanding Indonesia. Orang Amerika, setiap kepala menanggung utang US$62.000. Sedangkan kalau di Jepang sebesar US$85.000 per kepala.
Jadi kekhawatiran atas rasio utang saat ini, tidak perlu?
Kalau dilihat rasio utang negara Indonesia saat ini memang cukup tinggi. Tapi, kondisinya masih di level aman. Kalau melihat sejumlah negara lain justru memiliki rasio utang yang lebih besar. Jepang, misalnya. Rasio utang mereka hingga 245 persen-250 persen. Yunani rasionya hingga 200 persen. Jadi kita masih aman.
© Copyright 2024, All Rights Reserved