Penyandang disabilitas harus mendapatkan kesetaraan perlakuan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada umumnya, penyandang disabilitas justru hidup lebih mandiri dari pada masyarakat kebanyakan. Sayangnya, saat ini, masih saja ada sebagian orang yang memandang sebelah mata, dan diskriminatif terhadap kaum disabilitas.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, dalam kenyataannya, banyak penyandang disabilitas yang memiliki keahlian melebihi manusia umumnya.
“Pada umumnya penyadang disabilitas memiliki kemampuan yang sama, bahkan terkadang lebih baik dari orang yang dikarunia kelengkapan tubuh. Sayangnya, hingga kini kaum disabilitas masih saja dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, harus ada kesadaran dari masyarakat, kalau penyandang disabilitas juga memiliki kemampuan yang sama untuk menaikan derajat hidupnya," ujar Khofifah kepada politikindonesia.com usai acara Rencana Aksi Nasional dan Hak Asasi Manusia (RAN HAM) di Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Senin (14/09).
Cukup banyak, penyandang disabilitas yang sudah mampu bersaing secara fair selayaknya mereka yang normal dan mampu berpijak untuk dirinya sendiri. Hanya sebagian penyandang disabilitas yang lain, hidup dari belas kasihan orang lain.
“Melihat kenyataan itu, kami pun terus berupaya memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penyandang disabilitas mengenai kesamaan hak untuk hidup, hak untuk bekerja, hak untuk pendidikan dan hak lainnya.”
Khofifah berharap ada proses percepatan pembahasan RUU untuk penyandang disabilitas ini dengan Dewan Perwakilan Rakyat. “Karena agenda tersebut sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2015," terang lulusan FISIP Universitas Airlangga ini.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran, Surabaya, 19 Mei 1965 ini menjelaskan, mengenai RUU Disabilitas. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini juga memaparkan peranan pemerintah terkait penyandang disabilitas. Berikut petikannya.
Bagaimana perkembangan pembahasan RUU Disabilitas?
Saat ini RUU Disabilitas mulai digodok. Kabarnya, sudah memasuki tahap menyempurnakan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan akan segera memasuki draf akhir untuk dilakukan finalisasi dari DPR ke Presiden RI.
Komisi VIII DPR menargetkan RUU Disabilitas akan selesai dibahas pada Desember tahun ini. Jika ditunjuk oleh presiden, kami pun siap menjadi wakil pemerintah untuk membahas RUU tersebut menjadi Undang-undang (UU).
Apa yang telah kementerian anda lakukan untuk merampungkan RUU ini?
Kami sudah menyiapkan draft yang berisi tentang pokok-pokok pikiran terkait perubahan RUU penyadang cacat menjadi RUU tentang penyandang disabilitas. Kami bahkan sudah melakukan uji publik sebanyak 7 kali di unit pelaksanaan teknis (UPT) Kemensos dan kemungkinan masih akan kami lakukan 2 atau 3 kali uji publik lagi.
Uji publik yang kami lakukan berdasar pada 2 hal. Pertama, berdasarkan Konvensi Convention On The Right Of Person With Disability (CRPD atau Konfensi Hak Penyandang Disabilitas). Dan, yang kedua adalah Peraturan Presiden (Perpres) RAN dan HAM. Di dalam Perpres itu, disebutkan penyandang disabilitas juga mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan dan sebagainya. Hak politik dari penyandang disabilitas juga diatur, karena mereka berhak untuk dipilih dan memilih. Hak untuk mengikuti segala proses demokrasi yang ada di Indonesia. Mereka juga berhak untuk menempati posisi strategis di lembaga ketatanegaraan.
Apa tujuan utama dibuatnya RUU Disabilitas?
Pembuatan RUU tentang Penyandang Disabilitas yang sedang dibahas DPR tidak hanya sebagai bentuk perhatian, melainkan juga akan memberikan kemajuan dan kesejahteraan bagi penyandang berkebutuhan khusus itu. Melalui pengesahan RUU tersebut menjadi UU, nantinya diharapkan tidak ada lagi diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
Mereka dengan masyarakat lain, tidak akan lagi ada perbedaan dan dianggap memiliki hak yang sama. Oleh sebab itu, pemerintah dan masyarakat wajib menghargai para penderita cacat itu.
Bahkan, kalau sudah disahkan UU tersebut juga memberikan angin segar, kemajuan dan kebebasan yang luas bagi penyandang disabilitas serta pemerintah harus memperhatikan mereka secara serius. Karena selama ini aktivitas penyandang disabilitas sangat dibatasi dan tidak sama dengan masyarakat lainnya.
Bagaimana perhatian pemerintah sendiri terhadap penyandang disabilitas?
Penyandang disabilitas tidak hanya sebatas direhabilitasi, tetapi juga diberdayakan. Setelah itu, diberlakukan kesetaraan perlakuan bagi penyandang disabilitas. Tapi tidak semua penyandang disabilitas itu harus direhabilitasi dan diberdayakan. Mereka yang direhabilitasi dan diberdayakan adalah disabilitas yang berat dan memang harus ada pendampingan sosial.
Nantinya, pemerintah akan memberikan mereka mendapatkan kartu asosiasi sosial penyandang disabilitas berat (KASPDB). Bagi mereka pemegang KASPDB, pemerintah menyiapkan tiap bulan Rp300 ribu yang bisa dicairkan 4 bulan sekali. Dari sekitar 167 ribu penyandang disabilitas berat yang harus dicover. APBN hanya bisa menyiapkan untuk 29 ribu orang untuk KASPDB.
Masih ada masyarakat yang bersikap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, apa komentar anda?
Mereka yang menguncilkan atau mendiskriminatifkan para penyandang disabilitas dapat menekan mental penyandang menjadi kurang percaya diri. Banyak laporan ke saya, terkait penyandang disabiltas yang dirantai oleh keluarganya. Bahkan, saya mengutus orang agar segera menindaklanjuti untuk ditangani.
Harus diakui, sampai saat ini masih banyak para penyandang disabilitas mental yang dirantai dengan posisi jongkok dalam rentang waktu bertahun-tahun. Pihak keluarga beralasan sangat sederhana atas tindakan itu, karena khawatir mreka berkeliaran di jalan. Tindakan diskriminatif itu masih banyak terjadi. Ini fakta. Masih banyak masyarakat yang merasa malu dan aib, bila memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas, sehingga mereka menutup-nutupinya.
Tidak mudah mengubah pola pikir dan cara pandang agar keluarga tidak menutup-nutupi dan menyembunyikan anggota keluarganya yang disabilitas.
Bagaimana dengan fasilitas publik untuk penyandang disabilitas?
Akses fasilitas publik bagi para penyandang disabilitas hingga kini memang masih minim. Sarana dan prasarana yang dibangun kerap tidak bisa digunakan oleh penyandang disabilitas karena sulit diakses.
Contohnya, tidak ada fasilitas menuju halte bus transjakarta bagi penyandang disabilitas. Padahal, di dalam bus sudah tersedia bangku prioritas untuk kaum disabilitas. Ketika menuju halte, yang tersedia hanya tangga sehingga para tunadaksa perlu digotong.
Contoh lainnya, masih ada celah antara lantai halte dan bus transjakarta sehingga para tunadaksa atau tunanetra rawan terjatuh.
Sebenarnya, masih banyak pembangunan fasilitas umum yang belum sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Trotoar yang ada sulit dilewati kaum tunadaksa. Tiang listrik hingga pohon pun kerap berdiri di atas jalur petunjuk arah bagi kaum tunanetra sehingga pengguna rentan tertabrak.
Tidakkah ada ada aturan terkait hal ini?
Ada. Hal itu, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2006 mengenai pedoman teknik fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan.
Akibatnya, penyandang disabilitas sulit memanfaatkan fasilitas publik yang tersedia. Selain itu, keselamatan mereka pun terancam ketika hendak bepergian ke luar rumah. Bahkan, petugas yang memahami kebutuhan para penyandang disabilitas juga minim. Hal itu membuat layanan publik untuk kaum tunanetra, tunarungu dan tunadaksa kian terabaikan.
Bagaimana dengan kantor dan gedung pemerintah sendiri?
Terus terang. Berbagai renovasi gedung dan fasilitas publik yang dilakukan pemerintah juga sering mengabaikan kebutuhan penyandang disabilitas. Oleh sebab itu, untuk mempercepat aksesibilitas penyandang disabilitas maka ada sekretaris bersama (Sekber) yang di dalamnya ada Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan Kemensos.
Saya pun menyesalkan masih banyak sekolah yang belum memiliki jalur khusus bagi penyandang disabilitas. Jalur khusus tersebut penting tersedia untuk memudahkan para penyandang disabilitas dalam proses belajar mengajar.
Tidak cuma dunia pendidikan. Termasuk juga sarana ibadah dan transportasi yang menurut Khofifah kurang diperhatikan bagi kaum disabilitas.
© Copyright 2024, All Rights Reserved