Bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah provinsi di Kalimantan dan Lampung hingga saat ini terus meluas. Bencana ini dikeluhkan warga karena kerap berulang tiap tahun, saat musim kemarau. Sebagian besar kasus kebakaran lahan dan hutan adalah tindak kesengajaan.
Demikian disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, usai menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) dengan sejumlah menteri terkait dan pimpinan tinggi negara, di Kantor Kementerian LHK, Jakarta, Selasa (15/09).
Dikatakan Siti, semua pihak harus waspada akan meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Dunia usaha perkebunan dan kehutanan juga diminta berperan aktif, terutama menjaga areal konsesinya agar tidak terbakar.
"Adanya pembakaran lahan oleh warga di areal sekitar perusahaan juga harus diwaspadai. Di sinilah, peran perusahaan sangat penting dalam bekerjasama penanggulangan bencana kebakaran hutan ini," ujarnya kepada politikindonesia.com.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Jakarta, 28 Agustus 1965 ini menjelaskan fenomena kebakaran lahan dan hutan yang selalu terjadi setiap tahunnya. Lulusan Institut Pertanian Bogor ini memaparkan, pemerintah berupaya untuk menghentikan secara permanen pembakaran lahan, agar tidak berulang tiap tahun. Sanksi hukum yang tegas akan diberika kepada pelaku pembakaran, baik itu perorangan ataupun koorporasi. Berikut hasil wawancara dengan politisi partai Nasdem tersebut.
Mengapa kebakaran lahan dan hutan ini selalu berulang setiap musim kemarau?
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup masih memberikan izin bagi masyarakat melakukan pembakaran hutan dan lahan. Peraturan itu ditengarai menjadi salah satu penyebab kejadian kebakaran hutan dan lahan yang selalu berulang selama 18 tahun terakhir.
Pada pasal 69 ayat 2, UU itu disebutkan, pembakaran lahan diperbolehkan dengan luas maksimal 2 hektare (ha). Tapi kenyataan yang terjadi pembakaran kerap tak terkontrol. Sementara kewajiban membuat sekat bakar tak dilakukan, sehingga membuat api merembet ke lahan lain.
Untuk itu, kami mendorong aturan itu segera direvisi. Ini untuk upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan kembali terulang. Semua pemegang konsesi pengelolaan lahan wajib menjaga areanya dari kebakaran.
Mengapa masyarakat lebih senang buka lahan baru dengan membakar?
Biayanya lebih murah dan cara yang lebih gampang. Masyarakat membuka lahan baru dengan cara membakar karena biayanya murah.
Selain itu, kebakaran hutan yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak pengusaha, yang memiliki keterkaitan dengan investasi. Jika menggunakan peralatan mekanis, dana yang dibutuhkan untuk membuka lahan bisa mencapai Rp5 juta per ha.
Tapi kalau dengan cara dibakar dan didiamkan begitu saja, biayanya hanya sekitar Rp700 ribu per ha. Nilai tersebut bisa mencapai sepertiga hingga sepersepuluh kali dari investasi tanpa pembakaran.
Sebagai solusi, kami akan menyiapkan skema insentif bagi masyarakat yang tidak membakar lahan. Skema tersebut, misalnya dengan menyediakan pembiayaan tanpa bunga atau membantu pembukaan lahan secara mekanis. Insentifnya seperti apa, nanti akan dirinci lebih jauh.
Apa langkah yang lebih efektif untuk menyelesaikan persoalan kebakaran ini?
Kami sudah merumuskan sejumlah langkah bersama Presiden Jokowi untuk menyelesaikan kebakaran hutan. Langkah pertama, pengelolaan yang sustainable (berkelanjutan), yakni dengan membuka lahan yang disesuaikan baik teknik maupun kontrol sampai secara bertahap dan hilangkan cara-cara ekstensif.
Saat ini, mengelola lahan sudah harus dengan cara intensif, seperti pemberian pupuk, teknologi dan lain-lain untuk petani. Langkah tersebut juga akan ditujukan kepada dunia usaha dan area konsesi.
Langkah selanjutnya, harus ada subsidi bagi petani yang akan membuka lahan tanpa membakar. Misalnya, dengan memberikan kredit tanpa bunga.
Lalu, tata air gambut lebih diatur dengan memperhitungkan kerapatan drainase. Caranya, dengan menutup drainase yang berlebihan dan ditata ulang dengan canal blocking.
Dalam hal ini masyarakat dan swasta harus berada dalam satu kesatuan ekosistem yang ada. Peran masyarakat madani akan sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan.
Selain itu, harus ada penalti atau hukuman yang tegas bagi masyarakat atau perusahaan yang jelas-jelas melanggar aturan. Masyarakat dapat membantu dengan memberikan laporan kepada pihak berwajib.
Langkah lain yang harus dilakukan adalah penguatan lembaga pemerintahan. Tak dapat dipungkiri, bahwa ada pula oknum-oknum aparat pemerintah yang menjadi beking. Bukan hanya pengusaha yang dapat beking, tapi orang-orang juga ada.
Langkah terakhir adalah dengan mengedepankan peran lembaga pendidikan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat. Mahasiswa dapat melakukan semacam kuliah kerja nyata untuk membantu memberikan kesadaran bagi warga yang tinggal di lokasi dekat hutan.
Apa hukuman bagi mereka yang terbukti membakar hutan dan lahan?
Kami akan fokus dalam penegakan hukum lingkungan. Sanksi bagi pihak yang merusak lingkungan ke depannya akan keras dan semakin kejam.
Nantinya, kami akan memakai multidoor system, bagi yang melanggar bisa dikenakan undang-undang berlapis.
Bagi pelaku usaha yang melanggar aturan dan terlibat pembakaran hutan tidak nya dikenai aturan pidana dalam UU Kehutanan serta Lingkungan Hidup, tetapi juga tindak pidana korupsi. Bahkan, kalau ada indikasinya akan dikenakan tindak pencucian uang.
Harus kita akui, penegakan hukum terkait pembakaran lahan ini masih kurang tegas. Sebenarnya sampai sekarang sudah banyak pelaku pembakaran yang diamankan petugas baik kepolisian maupun kepolisian kehutanan (polhut).
Data terakhir, sebagian besar pelaku pembukaan lahan dengan cara membakar hutan merupakan perusahaan yang mengantungi izin hak pengelolaan hutan.
Selama ini perusahaan itu tidak pernah dikenakan sanksi tegas.
Sanksi tegas yang dimaksud, mulai dari sanksi administratif dengan cara membekukan izin hingga sanksi pidana. Tapi sanksi pidana pun faktanya masih kurang adil. Walaupun saat ini proses peradilannya berjalan terus.
Dukungan dari Jaksa Agung sudah kami dapatkan dan konsultasi dengan Mahkamah Agung telah kami lakukan. Bahkan, kami juga sudah mengirim surat ke Komisi Yudisial untuk terus mengawal proses peradilan pembalakan dan pembakaran hutan ini.
Maksud anda, perusahaan pemegang konsesi yang melakukan pembakaran?
Kami sudah menemukan bukti pelanggaran perjanjian oleh sejumlah perusahaan pemegang konsesi pengelolaan hutan dan lahan. Akan ada sanksi bagi mereka.
Perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan akan segera mencabut izin konsesi kemudian diserahkan kepada kepolisian untuk penegakan hukum secara pidana dan perdata.
Sejauh ini bagamana perkembangan, penegakan hukum pembakaran lahan ini?
Adapun penegakan hukum kasus kebakaran hutan dan lahan di area konsesi yang ditangani Kepolisian di Sumatera dan Kalimantan. Di antaranya, di Riau terdapat 37 kasus, Sumatera Selatan 16 kasus diantaranya penyelidikan di area konsesi 5 kasus dan 4 kasus di area Hutan Tanaman Industri (HTI). Lalu di Kalimantan Barat ada 11 kasus dan Kalimantan Tengah 121 kasus.
Sementara itu, data kasus yang ditanggank Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian LHK. Di antaranya, di Riau ada 31 kasus atau yang dijadikan objek penyelidikan. Sebanyak 11 kasus diantaranya merupakan kebun pelepasan kawasan. Lalu, di Jambi belum dicek, Sumatera Selatan ada 14 kasus area konsesi yang usahanya sawit, akasia dan semak belukar. Di Kalimantan Barat 4 kasus dan Kalimantan Tengah 7 kasus.
© Copyright 2024, All Rights Reserved