Setaip tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tapi untuk tahun ini, ada sesuatu yang mendesak diserukan banyak kalangan, yaitu penghapusan ujian nasional (UN). Hingga saat ini UN masih dianggap sebagai pergantian kurikulum yang masih menjadi polemik dan menuai pro dan kontra.
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Reni Marlinawati salah satu yang berpendapat bahwa UN sebaiknya dihapuskan saja. Dimatanya, pelaksanaan UN 2013 ini tidak sah secara hukum. Seharusnya pelaksanaan UN tidak boleh ditunda dan harus dilaksanakan serentak.
"Pelaksanaan UN tahun ini menambah daftar kegagalan pemerintah dalam mencerdaskan anak bangsa. Karena UN merupakan pendidikan yang tidak ramah anak. Jadi, sebaiknya tidak perlu UN," katanya Reni kepada politikindonesia.com di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (03/05).
Menurut politisi perempuan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, dalam pelaksanaan UN terdapat pos operasional standar pelaksanaan UN. Dimana, di dalamnya mencakup pencetakan, pengambilan soal dari bank data, ujian harus dilaksanakan serentak. Selain itu, jika para siswa tenang mengerjakan soal, maka pengawas mampu melakukan tugasnya dengan baik.
“Namun, situasi yang tercipta di lapangan, justru pelaksanaan UN tidak serentak. Kemudian adanya soal fotokopi. Sehingga siswa tidak nyaman dalam menjawab soal karena lembar jawaban terlalu tipis," ujar perempuan kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, 10 Maret 1973 ini.
Kepada Elva Setyaningrum, lulusan Sarjana Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung ini menjelaskan alasannya kalau pelaksanaan UN melanggar hukum dan minta membatalkan UN sebagai penentu kelulusan siswa. Lulusan S3 Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta ini juga menyatakan pendapatnya kalau UN tidak bisa dijadikan tolok ukur sebagai kelulusan siswa. Berikut petikan wawancaranya.
Mengapa Anda mengatakan pelaksanaan UN 2013 ini melanggar hukum?
Karena dalam UU sudah dinyatakan, bahwa UN harus dilakukan serentak dan tidak boleh ada penundaan. Namun, pelaksanaan UN SMA sederajat tahun ini, tidak sesuai dengan 3 kriteria prinsip dasar pelaksanaan yang tertuang dalam Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Nomor 0020/P/BSNP/I/2013 yang mengatur tentang ketentuan teknis dan operasional. Yaitu serentak, jujur dan berkeadilan.
Selain itu, Peraturan Mendikbud Nomor 3 Tahun 2013 tentang kriteria kelulusan peserta didik dan penyelenggaraan UN juga dinilai sebagai salah satu penyebab. Aturan menteri itu mereduksi Peraturan Pemerintah (Permen) Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Dalam Permen itu, syarat kelulusan peserta didik ditentukan oleh 4 hal. Yaitu, telah selesai melaksanakan program pembelajaran di sekolahnya selama 3 tahun, memperoleh minimal nilai baik pada 4 kelompok mata pelajaran (agama dan akhlak mulia, etika dan estetika, kesehatan jasmani dan olahraga, serta kewarganegaraan). Kemudian 2 syarat lainnya, adalah lulus ujian sekolah dan lulus ujian nasional.
Mengapa Anda tidak setuju UN menjadi penentu kelulusan siswa?
Karena UN tahun ini tidak sah dan ilegal. Dalam pelaksanaan UN tahun ini, banyaknya aturan yang dilanggar. Jadi saya meminta Mendikbud M Nuh untuk meluluskan seluruh peserta UN.
Mendikbud harus mengambil sikap legal bahwa UN tahun ini sah dan seluruh siswa harus diluluskan semua. Tapi kalau sekolah menilai siswa tersebut tidak lulus, itu merupakan kewenangan sekolah.
Selain itu, saya juga mendesak Kemendikbud membatalkan nilai UN sebagai tiket masuk masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Dengan pelaksanaan UN model begini, parameter kelulusan melalui UN tidak menjamin kualitas hasil ujian. Oleh karena itu Kemendikbud wajib membatalkan nilai UN sebagai salah satu penentu kelulusan siswa didik.
Apakah UN bisa dijadikan tolok ukur suksesnya pendidikan di Indonesia?
Tidak bisa mutlak UN dijadikan standar acuan. Selama ini UN hanya mengacu pada pembentukan ilmu pengetahuan dan bukan watak, karakter serta agama seorang siswa. Hal ini dijustifikasi melalui UN yang hanya mengujikan 4 mata pelajaran saja.
Padahal di dalam tujuan pendidikan itu sendiri bukan ilmu pengetahuan saja, tapi watak, karakter dan moralnya juga yang harus dibangun. Seharusnya pendidikan di Indonesia lebih difokuskan kepada pembentukan watak dan karakter bangsa. Dari situ, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan potensi pendidik melalui keimanan, ketakwaan, ahlak mulia, serta kreatif dan inovatif.
Jika hasil UN SMA tahun ini tetap jadi acuan kelulusan, apa yang Anda lakukan?
Aspek legalitas dari UN adalah yang paling penting. Jika memang hasil UN tahun ini tetap dipaksakan sebagai tanda kelulusan, saya secara tegas akan melakukan gugatan lewat jalur hukum. Karena banyak PP yang dilanggar. Saya akan menggugat apabila UN ini diakui keabsahannya.
Bagaimana model pendidikan di Indonesia yang Anda inginkan?
Pendidikan nasional harus melakukan perbaikan seperti harapan para tokoh pendidikan bangsa. Perbaikannya harus dengan perubahan menuju ke arah yang lebih baik yaitu menempatkan kembali sistem dan praktik pendidikan kepada rel yang benar sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa yang tertuang di dalam undang-undang.
Dalam konteks undang-undang, sesungguhnya tujuan paling pertama dari pendidikan itu adalah terbentuknya watak serta peradaban bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, yang harus diwujudkan pertama melalui pendidikan ini adalah bagaimana membentuk watak, karakter, perilaku anak bangsa Indonesia ini sesuai dengan nilai-nilai Indonesia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved