Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkejut dan sangat prihatin dengan mencuatnya video yang berisi kekerasan terhadap siswa sekolah dasar di Bukittinggi, Sumatera Barat. KPAI mendesak pejabat berwenang untuk bijaksana dalam mengusut tuntas kasus tersebut. Para pelaku kekerasan yang notabene masih berusia dini itu, harus tetap diberikan sanksi.
Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPAI, Erlinda kepada politikindonesia.com di Jakarta, Selasa (14/10). "Memang pemberian sanksi menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan. Namun, saya tegaskan kalau sanksi yang diberikan bagi anak pelaku bullying bukanlah dengan hukuman memasukkan mereka ke penjara. Sanksi harus mendidik dan membina, lengkap dengan sanksi sosial dan pendidikan di rumah," katanya.
Erlinda mempertanyakan, tanggung jawab para guru dalam pengawasan di sekolah, mengingat video kekerasan siswa tersebut menunjukkan bahwa kejadian itu berlangsung di ruang kelas.
Amat disesalkan, hal itu bisa terjadi pada anak-anak yang masih duduk di SD. “Kalau dilihat dari video tersebut, secara fisik itu adalah anak-anak yang berusia sekitar 9-10 tahun. Kenapa mereka bisa begitu brutal dapat menampar, memukul, menendang kawannya? Kemana guru mereka?,” ujar perempuan kelahiran Palembang, 11 Maret 1978 itu.
KPAI, ujar Erlinda, mendorong pemerintah agar memberikan sanksi tegas bagi para guru yang lalai dalam mengawasi anak didiknya. Hal ini penting untuk memberi efek jera, sehingga kasus–kasus semacam ini tidak perlu terulang kembali.
“Perlu adanya punishment yang jelas kepada para guru yang tidak melakukan pengawasan dengan baik. Jika tidak ada sanksi tegas dari pemerintah, citra pendidikan Indonesia bisa rusak dengan kasus-kasus semacam ini.”
Kepada Elva Setyaningrum, ibu dua anak ini menyampaikan pandangannya atas kasus kekerasan pada anak di sekolah yang kini menjadi sorotan publik. Semua pihak harus bergerak mengatasi kondisi “darurat kekerasan anak” yang dialami Indonesia. Berikut wawancaranya!
Apa tanggapan anda atas video kekerasan siswa SD yang kini menjadi sorotan publik?
Video itu mengagetkan kita. Ini seperti jeweran di telinga kita untuk menyadarkan bahwa kondisi saat ini, sudah masuk kategori “darurat kekerasan anak.”
Ini tamparan bagi pemerintah dan dunia pendidikan. KPAI menilai ada kegagalan dalam dunia pendidikan dan sistem perlindungan anak. Kita saksikan, kekerasan atas anak di lingkungan pendidikan semakin banyak dan komplek.
Selain itu, lokasi kejadian cenderung meluas atau menyebar. Jika umumnya kekerasan di sekolah dilakukan oleh guru kepada siswa. Tapi sekarang justru malah dilakukan dan terjadi antar sesama siswa. Ini menunjukkan ada yang salah dalam pendidikan karakter anak-anak kita.
Apa tindakan KPAI dalam menanggani kasus ini?
Kami sudah meminta Bareskrim Polri dibantu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mencari dan menangkap siapa yang pengunggah dan penyebar video kekerasan tersebut. Apa yang dilakukan oleh sejumlah siswa kelas 4 SD terhadap teman perempuannya itu tidak layak disebar luaskan. Video kekerasan seperti itu jika disebar luaskan, akan berdampak negatif. Anak-anak lain dapat mengimitasinya.
Memang kami belum melakukan peninjauan langsung ke sekolah tersebut. Kami baru melakukan koordinasi dengan lembaga perlindungan anak di sana. Tapi kabarnya, Polres Bukittinggi sudah memeriksa orang yang diduga mengunggah video kekerasan tersebut.
Apa sebenarnya yang memicu maraknya Bullying di sekolah?
Derasnya arus teknologi dan informasi. Perkembangan informasi ini
menimbulkan banyak efek, tak hanya positif, tapi juga negatif.
Beragamnya game bermuatan kekerasan yang dengan leluasa dimainkan di dunia maya, mampu memicu anak melakukan tindakan serupa dengan apa yang ada di dalam permainan tersebut. Bahkan, sampai pada tahap bully di lingkungan sekitar.
Apalagi jika anak-anak itu sudah mengalami adiksi (ketagihan) dengan permainan bermaterikan kekerasan. Ini tentu akan sangat berbahaya. Bukan hanya bahaya bagi dirinya tetapi juga bagi orang sekitar.
Celakanya, permainan elektronik itu sangat mudah diakses oleh anak-anak karena harganya yang semakin murah. Selain itu piranti canggih seperti tablet, ponsel pintar, dan konsol permainan juga kian mudah didapatkan. Kami menduga, game kekerasan ini yang memicu seorang anak melakukan tindakan bully.
Apa solusi yang disarankan KPAI atas kondisi ini?
Kami meminta kepada pemerintah agar mengambil langkah tegas terhadap beredarnya game bermuatan kekerasan tersebut. Pemerintah harus segera membuat kebijakan mendorong pelibatan semua pemangku kepentingan seperti pengusaha, seniman, teknolog, akademisi dan mahasiswa untuk bersama sama menyajikan karya-karya game kreatif berkonten pendidikan karakter.
Jika ini tidak segera dilakukan, anak-anak kita akan kehilangan masa depannya.
Apa akar masalah dibalik kekerasan terhadap anak yang terjadi selama ini?
Kami menilai ada sistem nilai yang tidak berjalan baik dalam dunia pendidikan di Indonesia. Kekerasan atas anak di sekolah saat ini sudah seperti fenomena gunung es. Kasus yang terjadi di Bukittinggi itu hanya segelintir dari kasus-kasus lain yang tidak terekspos.
Saat ini saja, KPAI tengah menangani lebih dari 10 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan sekolah. Semua itu kekerasan berupa fisik, psikis, hingga seksual. Dari 10 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekolah, sebanyak 5 kasus terjadi di sekolah bertaraf internasional.
Bagaimana dengan pelakunya?
Pelaku kekerasan terhadap anak di sekolah bermacam-macam. Pelaku bisa antar anak, tenaga pendidik, penjaga sekolah, penjaga kantin, hingga satpam sekolah. Itu terjadi di sekolah negeri, swasta, bahkan di sekolah bertaraf internasional.
Oleh karena itu, kami meminta kepada sekolah agar ada standar operasional prosedur yang baku jika terjadi sebuah kasus.
Jadi, paling penting adalah bagaimana pihak sekolah bisa merumuskan mekanisme pencegahan sedini mungkin terhadap potensi kekerasan kepada anak di sekolah mereka masing-masing.
© Copyright 2024, All Rights Reserved