Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang saat pembangunannya menuai pro-kontra berpotensi merugikan keuangan negara dengan angka yang cukup besar.
Hal tersebut disampaikan pakar ekonomi Anthony Budiawan. Anthony menyampaikan hal tersebut saat menjadi bintang tamu dikanal YouTube Bicara Dr. Ahmad Yani.
Anthony mengurai cara Jokowi mengeluarkan kebijakan pembangunan proyek kereta cepat itu secara instan. Padahal, sebelum ada proyek KCJB, sudah lebih dulu ada proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya.
“Jadi kalau kita lihat dari 2015, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, kebijakan ini langsung dibuatkan perpres pelaksanaan kereta cepat. Ini dasar UU-nya apa?” kata Anthony Budiawan, dikutip Minggu (12/1/2025).
“Tapi kereta cepat ini ujug-ujug saja, yang kita tahu memang sudah ada trayek yang awalnya Jakarta-Surabaya, kemudian Jokowi naik jadi Jakarta-Bandung,” ucapnya.
Kemudian, China masuk dan mendapatkan tender untuk menggarap kereta cepat tersebut. Lantas, tender itu dianggap tidak profesional lantaran adanya evaluasi yang bisa merugikan keuangan negara cukup besar.
“Kalau kita perhatikan dalam tender itu, ini ada evaluasi yang tidak profesional. Sehingga diduga merugikan keuangan negara. Artinya apa, beberapa faktor yang memenangkan proyek kereta cepat Jakarta,Bandung ini, akhirnya harus dikoreksi,” bebernya.
“Artinya pada saat itu tidak benar. Tidak benar ini bisa dilihat juga ada unsur kesengajaan, untuk memenangkan untuk memberikan proyek itu dari China,” ujarnya menambahkan.
Menurut Anthony, proyek dari China itu tidak memiliki garansi, sedangkan dari Jepang mendapatkan garansi dalam proyek tersebut.
“Apa yang saya maksud. Ini selisihnya 6 miliar dan 6,2 miliar proyeknya. Yang 6 miliar ini dimenangkan karena pihak China itu tidak mewajibkan, tidak memerkukan yang namanya garansi dari negara, dari APBN. Jepang sudah minta ini proyek sekian harus ada garansi dia bilang tidak ada,” bebernya.
Yang kedua, kata Anthony, 75 persen dari proyek ini, jika biayanya sebesar 6 miliar USD, artinya sekitar 4,5 miliar USD dibiayai oleh pinjaman dari China dengan bunga 2 persen per tahun. Dari Jepang 0,1 persen per tahun.
“Berarti 20 kali lipat lebih mahal dari Jepang. Ini tidak dimasukkan ke dalam biaya proyek. Saya menghitung kalau ini dimasukkan biaya proyek at least 10 tahun karena 10 tahun itu grass period kita enggak bayar cicilan. Ini proyek yang 6 miliar ini sudah melebihi karena apa kalau kita itung-itung itu bisa 700-900 juta USD artinya 6,9 vs 6,2,” tutupnya. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved