Ratusan perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Kepala Desa (AKD) se-Jawa Timur, melakukan aksi demonstrasi di gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, kemarin. Massa menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang Desa.
Pada aksi tersebut, Ketua AKD Jawa Timur Samari menyampaikan tujuh butir yang harus dipenuhi agar tercakup dalam Undang-Undang tentang Desa. Pertama, pertegas kedudukan dan kewenangan kepala desa. Kedua, 10% APBN untuk desa. Ketiga, jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 atau 10 tahun. Keempat, tidak ada pembatasan periodisasi kepala desa. Kelima, meningkatkan kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa. Keenam perangkat desa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Ketujuh, tidak ada larangan bagi kepala desa menjadi pengurus partai politik.
"Saya pertanyakan, kepala desa ini pejabat politik atau pejabat birokratis. Kalau kepala desa ini politis, maka jangan ada larangan dong bagi kepala desa untuk jadi pimpinan partai politik atau anggota partai politik. Tetapi kalau kami ini jabatan birokratis, maka kami harus diberikan hak-hak sama dengan pegawai negeri sipil," kata Samari usai audiensi dengan DPR.
Selanjutnya mengenai alokasi 10% APBN untuk desa, Samari menjelaskan bahwa hal itu diperlukan dalam rangka aparat desa membantu pemerintah untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan mempercepat pembangunan infrastruktur pedesaan.
Menanggapi tuntutan tersebut, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menanggapi permintaan tersebut dan meminta para kepala desa tersebut bersabar. Priyo menjelaskan, saat ini posisi RUU tersebut sudah dikirim Kementerian Dalam Negeri kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk dilakukan harmonisasi. Apabila harmonisasi sudah dilakukan lalu diajukan ke Presiden dan disetujui, maka DPR akan segera melakukan pembahasan RUU tersebut. "Posisi kami baru bisa membahasnya setelah diteken oleh Presiden dan dikirim kepada kami untuk dilakukan pembahasan," kata Priyo.
Secara pribadi, Priyo memahami dan mendukung aspirasi dan tujuh permintaan Asosiasi Kepala Desa. Namun Priyo meminta agar ketujuh permintaan tersebut dijabarkan lebih rinci lagi dalam sebuah argumentasi tertulis yang santun dan terukur.
"Argumentasi itu bisa jadi semacam perspektif yang sifatnya dikemukakan sebagai second opinion sebelum aparat hukum kita memberikan keputusan atau pendapat mengenai masalah ini," kata Priyo yang juga salah satu Ketua Partai Golkar itu.
Dalam audiensi tersebut Priyo didampingi Ketua Badan Legislasi Ignatius Mulyono, Ketua Komisi II Taufik Effendi, Wakil Ketua Komisi II Hakam Naja, dan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Budiman Sudjatmiko.
© Copyright 2024, All Rights Reserved