KEDIRGANTARAAN atau air and space adalah masa depan umat manusia. Sayangnya di Indonesia minat atau perhatian terhadap Air and Space masih sangat rendah. Ada beberapa alasan mengapa di Indonesia perhatian terhadap kedirgantaraan realitanya masih kurang dibandingkan dengan bidang lain, seperti ekonomi, politik, atau hiburan.
Berikut beberapa faktor menonjol yang mungkin saja menjadi penyebab utama.
Kurangnya Edukasi dan Kesadaran. Di banyak negara maju, pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) mendapat perhatian lebih besar, termasuk didalamnya bidang kedirgantaraan. Di Indonesia, pendidikan kedirgantaraan belum banyak diperkenalkan sejak dini, dengan sendirinya masyarakat kurang memahami pentingnya industri ini bagi kemajuan negara.
Minimnya Eksposur Media. Topik kedirgantaraan jarang sekali menjadi sorotan utama di media Indonesia. Media lebih sering memprioritaskan berita hiburan, politik, atau olahraga, sehingga informasi tentang kedirgantaraan kurang tersampaikan kepada Masyarakat luas.
Prioritas Ekonomi. Banyak sekali kalangan masyarakat di Indonesia masih berfokus pada kebutuhan ekonomi dasar. Ketertarikan terhadap bidang yang dianggap "jauh" dari kehidupan sehari-hari, seperti eksplorasi luar angkasa atau teknologi penerbangan, dengan sendirinya kerap dianggap kurang relevan.
Kurangnya Fasilitas dan Infrastruktur. Indonesia kini tidak lagi memiliki badan antariksa karena LAPAN telah dilebur dan bergabung dengan BRIN. Dengan demikian maka fasilitas penelitian dan pengembangan kedirgantaraan menjadi sangat terbatas dibandingkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (NASA) atau Eropa (ESA). Hal ini menjadi penyebab dari berkurangnya minat atau daya tarik bidang ini di kalangan generasi muda.
Minimnya Prestasi di Tingkat Internasional. Prestasi internasional di bidang kedirgantaraan dari Indonesia masih amat sangat terbatas. Negara-negara seperti AS, Rusia, atau Cina sering mendapat perhatian karena misi besar seperti eksplorasi Mars atau program peluncuran satelit. Indonesia belum memiliki program sebesar itu untuk menarik perhatian publik.
Peluang Karir yang Terbatas. Banyak orang yang menganggap peluang karir di bidang kedirgantaraan di Indonesia sangat terbatas dan sama sekali tidak menjanjikan. Perusahaan yang bergerak di bidang ini, seperti PT Dirgantara Indonesia atau proyek terkait satelit, tidak tumbuh subur sebesar perusahaan teknologi lainnya.
Budaya dan Fokus Sosial. Dalam kultur atau budaya Indonesia, ada kecenderungan untuk lebih menghargai profesi yang "langsung terasa manfaatnya," seperti dokter, guru, atau insinyur di bidang infrastruktur. Profesi di bidang kedirgantaraan sering dianggap kurang memberikan dampak langsung terhadap masyarakat luas.
Demikianlah, maka yang kita saksikan sekarang ini banyak sekali kenyataan memprihatinkan dari banyak hal di bidang kedirgantaraan. Beberapa diantaranya adalah tentang polemik tidak berujung tentang harga tiket pesawat terbang.
Tentang bubarnya secara sistematik Maskapai Penerbangan milik Negara. Amburadulnya tata Kelola Aerodrome antara lain Pembangunan International Airport yang megah tetapi mubazir di Kertajati.
Demikian pula tata Kelola rute gemuk penerbangan domestik, penerbangan haji dan umroh. Belum lagi berbicara tentang industri penerbangan dalam hal ini pabrik pesawat terbang.
PTDI yang sudah memperlihatkan potensi kemampuannya selama puluhan tahun, tetap saja tidak mampu untuk menghasilkan produksi yang dibutuhkan Indonesia sebagai negara kepulauan. Kesemua itu tentu saja berawal dari belum atau tidak dimilikinya rencana jangka panjang strategis serta road map bidang kedirgantaraan.
Dengan kondisi yang seperti itu, maka menjadi mustahil bila kita menginginkan Indonesia sebagai penyelenggara sebuah International Air show yang bergengsi misalnya. Kenyataan ini menjadi lebih menyedihkan lagi bila dilihat dari perspektif pertahanan keamanan negara atau National Security. Kesadaran tentang pentingnya kedaulatan negara di udara masih jauh dari harapan. Persoalan penerbangan tanpa ijin di wilayah udara teritori Indonesia, belum menjadi perhatian yang serius.
Bahkan ada wilayah udara yang sangat rawan dan strategis untuk diawasi di kawasan selat Malaka telah diserahkan pengelolaannya kepada otoritas penerbangan negara lain untuk jangka waktu 25 tahun dan akan diperpanjang. Sebuah Tindakan yang nyata nyata telah melanggar undang undang penerbangan no 1 tahun 2009. Para elit pengambil Keputusan sama sekali tidak menyadari akan hal yang maha penting ini.
Berikut ini ada beberapa rekomendasi yang mungkin saja dapat menjadi Solusi.
Yang pertama adalah harus ada upaya untuk meningkatkan Pendidikan STEM sekaligus menambahkan kurikulum tentang sains dan teknologi, termasuk kedirgantaraan, sejak tingkat dasar.
Mengadakan Event atau Kampanye – Menggelar pameran kedirgantaraan, seminar, atau peluncuran roket skala kecil untuk meningkatkan minat generasi muda.
Mendorong Kerja Sama Internasional – Kolaborasi dengan badan antariksa asing untuk meningkatkan partisipasi Indonesia di level global.
Meningkatkan Peran Media – Media harus lebih sering mengangkat cerita sukses atau inovasi dalam bidang kedirgantaraan di Indonesia.
Investasi Pemerintah – Memberikan anggaran lebih besar untuk riset dan pengembangan kedirgantaraan.
Dengan langkah-langkah ini maka dapat diharapkan munculnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kedirgantaraan bisa meningkat. Apalagi, sebagai negara kepulauan yang besar, penguasaan teknologi kedirgantaraan sangat relevan untuk komunikasi, pengawasan wilayah, hingga mitigasi bencana.
Kedepan diharapkan semua hal ini dapat menjadi perhatian kita semua, karena sekali lagi Kedirgantaraan adalah masa depan umat manusia. Bila Indonesia ingin tetap berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah, maka sudah sepantasnya perhatian terhadap masalah kedirgantaraan harus menjadi prioritas utama.
Nenek moyangku orang pelaut, Anak cucuku Insan Dirgantara!!
*Penulis merupakan ketua Pusat Studi Air Power Indonesia
© Copyright 2024, All Rights Reserved