Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Jumat (13/10) menyatakan, tidak akan mensertifikasi kesepakatan nuklir Iran dan menyerahkan kepada Kongres untuk melakukan sejumlah perubahan pada kesepakatan itu.
Kesepakatan yang dicapai tahun 2015, pada era pemerintahan Presiden Barack Obama itu, merupakan hasil diplomasi 13 tahun untuk menghentikan ambisi nuklir Iran. Dalam kesepakatan itu, Iran setuju membatasi program nuklirnya, sebagai balasan atas dicabutnya sanksi-sanksi yang diterapkan terhadap negaranya.
Selama ini Trump menyebut kesepakatan itu sangat merugikan AS. Ia dikabarkan menyusun strategi yang lebih konfrontatif terhadap Teheran.
Langkah Trump tersebut, memberi Kongres AS waktu 60 hari untuk memutuskan apakah akan mengajukan kembali sanksi untuk Teheran yang diskors di bawah kesepakatan yang telah dinegosiasikan AS dan negara-negara kekuatan dunia pada masa pemerintahan mantan presiden Barack Obama.
Trump saat ini sedang didesak, tidak hanya oleh komunitas internasional, tetapi juga oleh rakyat AS sendiri, agar tidak membatalkan kesepakatan nuklir Iran. Namun desakan ini sepertinya tak akan terlalu banyak mempengaruhi Trump.
Sejak masa kampanye pemilihan presiden AS tahun lalu, Trump telah mengkritik kesepakatan nuklir Iran yang dicapai pada masa pemerintahan Obama. Menurutnya, kesepakatan tersebut adalah kekeliruan yang besar. Ia pun berjanji akan menarik AS dari kesepakatan tersebut bila terpilih menjadi presiden.
Pencabutan dukungan Trump terhadap kesepakatan nuklir Iran tak ayal membuat khawatir negara-negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Termasuk di antaranya Jerman, Inggris, Prancis.
Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel menilai sangat penting bagi Eropa untuk tetap terlibat dalam masalah ini. "Kami juga harus memberitahu AS bahwa perilaku mereka terhadap masalah Iran akan membuat kami orang Eropa berada dalam posisi yang sama dengan Rusia dan Cina melawan AS," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson pun menyatakan hal serupa. "Kesepakatan nuklir adalah kesepakatan penting yang menetralisir ancaman nuklir Iran," ujarnya.
Menurutnya, kesepakatan nuklir Iran adalah buah perjuangan diplomasi selama 13 tahun. Ia berharap AS dapat memikirkan kembali keputusannya untuk mencabut dukungannya terhadap kesepakatan tersebut.
"Kesepakatan ini adalah puncak dari 13 tahun diplomasi yang melelahkan dan telah meningkatkan keamanan, baik di wilayah ini maupun Inggris. Implikasi keamanan inilah yang terus kita dorong untuk dipikirkan AS," ujar Johnson.
Sementara Iran mengecam keras sikap Trump. "Hari ini, Amerika Serikat semakin terisolasi dalam perlawanannya terhadap kesepakatan nuklir dan dalam rencananya melawan rakyat Iran," sebut Presiden Iran, Hassan Rouhani, dalam pernyataannya yang disiarkan televisi lokal menanggapi Trump, seperti dilansir AFP, Sabtu (14/10).
"Apa yang terdengar (dari Trump) hari ini bukan apa-apa, tapi pengulangan tudingan tanpa dasar dan kata-kata umpatan yang telah diulang bertahun-tahun," imbuhnya.
© Copyright 2025, All Rights Reserved