Pemerintah tak bisa mengosongkan penduduk di kawasan rawan gelombang tsunami. Pasalnya, masyarakat sudah terbentuk. Sehingga tidak mudah dipindahkan begitu saja.
Prih Harjadi, Deputi Bidang Geofisika Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengemukakan hal itu saat "Evaluasi Diseminasi Peringatan Dini Gempa dan Tsunami di Media Televisi dan Radio" di kantor BMKG, Jakarta, Jumat (29/10).
Menurut Prih, pemerintah tak perlu merelokasi para penduduk yang tinggal dan mendiami kawasan rawan terjadinya gelombang tsunami tersebut.
Yang harus dilakukan menurutnya, meningkatkan kesiapsiagaan dan kesadaran para penduduk dalam mengantisipasi terjadinya bencana Tsunami.
Prih menyontohkan, Kabupaten Simeuleu sebagai salah satu Kabupaten yang dinilainya sangat siaga dan tanggap terhadap gelombang tsunami. Itu dibuktikan dengan sedikitnya jumlah korban yang jatuh.
"Begitu masyarakat tahu ada getaran kuat di daerah pantai, kemudian air laut tiba-tiba surut dengan cepat, itulah saatnya untuk lari. Tak perlu lagi menunggu peringatan dini,” ujarnya.
Ia menegaskasn pembangunan kultur seperti itulah yang seharusnya dilakukan. Dan itu sudah terbukti di Simeuleu.
Menurut Prih, di situlah peranan pemerintah daerah dalam membangun kesiapsiagaan dan kesadaran masyarakat di wilayahnya.
"Meningkatkan public awareness dan kesiapsiagaan masyarakat merupakan tanggung jawab Pemda," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPR, Marzuki Alie melemparkan gagasan relokasi penduduk yang tinggal di daerah rawan tsunami. Saat itu Marzuki menyatakan, apabila penduduk tidak ingin terkena bencana janganlah tinggal dan hidup di kawasan rawan bencana.
© Copyright 2024, All Rights Reserved