Perlakuan yang sangat tidak manusiawi yang dialami para buruh pabrik kuali di Desa Lebak Wangin, Kecamatan Sepatan, Tangerang, Banten, mengagetkan banyak pihak. Sangat disayangkan, di saat Indonesia memperjuangkan perlakuan yang baik atas tenaga kerjanya di luar negeri, ternyata di Tanah Air justru kasus manusia diperlakukan seperti budak mencuat. Kecaman pun muncul dari berbagai pihak.
Bagi anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rieke Diah Pitaloka, kasus perbudakan buruh ini adalah tamparan keras bagi bangsa Indonesia. Padahal, hari buruh sedunia atau may day baru saja dirayakan oleh seluruh buruh.
“Peristiwa ini menjadi peringatan bagi Presiden SBY, bahwa tak cukup menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dengan menyatakan 1 Mei sebagai hari libur nasional, tetapi juga lebih kongkrit untuk peduli terhadap nasib para buruh,” ujar politisi perempuan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (06/05).
Kondisi para buruh yang ditemukan di lapangan sangat memprihatinkan. Mereka ditempatkan di kamar ukuran 4x6 meter untuk 40 orang dengan kondisi kamar pengap dan lembab, tidak ada ranjang. Hanya dengan alas tikar kumuh, satu kamar mandi dengan satu bak untuk air.
Saat ditemukan, para buruh yang sebagian besar dibawah umumr tersebut tersebut hampir tidak mengenakan baju. Kalau pun ada, kaos yang mereka gunakan sudah kumal dan tidak layak pakai. Mereka hanya menggunakan satu pakaian yang dipakai sampai tiga bulan. Pemilik pabrik menyita pakaian dan barang-barang milik mereka disita sehingga mereka kesulitan untuk bersosialisasi.
Kasus ini terungkap, ketika salah seorang korban yang berasal dari Lampung Utara didampingi Kepala Desanya melapor ke Polda Metro Jaya, Jumat (03/05), pekan lalu. Polda Metro Jaya kemudian melakukan penggerebekan ke lokasi pabrik.
Ditegaskan Rieke, perbuatan pemilik pabrik tersebut, jelas-jelas melanggar UU Ketenagakerjaan Pasal 68 tentang mempekerjakan anak di bawah umur dan Pasal 69 ayat 2 UU 13/2003, dengan sanksi Pasal 185 dengan sanksi penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun. Namun, kasus ini berindikasi kuat pelanggaran pidana kejahatan lain, di antaranya perdagangan manusia.
“Pelaku harus bisa dihukum seberat-beratnya. Siapa pun orang kuat dibelakangnya, polisi harus bisa mengungkap kasus ini. Sebab, kasus tersebut tak hanya melanggar aturan ketenagakerjaan. Pelakunya tidak berperikemanusiaan,” ujar peraih pascasarjana Filsafat Universitas Indonesia ini.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Garut, Jawa Barat, 8 Januari 1974 ini juga mengukapkan pendapatnya tentang kasus perbudakan ini dan harapannya kepada pemerintah dalam menangani persoalan ini. Berikut wawancaranya.
Apa yang anda ketahui tentang cerita perbudakan di perusahaan tersebut?
Mereka dipekerjakan seperti budak tanpa dibayar dan isolasi dari lingkungan luar. Mereka yang masih dibawah umur dipekerjakan secara tidak manusiawi. Mereka bekerja selama 18 jam sehari, melebihi aturan jam kerja. Selain itu, mereka disekap hingga mengalami penyiksaan. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Saat disekap para korban diasingkan dari kehidupan di sekitarnya. Pelaku menyita semua barang-barang milik korban, yaitu handphone, baju dan juga uang. Bahkan, sebagian dari mereka, kondisi badannya seperti terbakar legam karena efek mengolah limbah timah. Badan kurus, rambut kaku, luka pukulan, luka air timah, asma, batuk, gatal-gatal, kadas, kutu air. Ini sungguh perlakuan
Bagaimana pandangan Anda tentang kasus perbudakan ini?
Kasus buruh di Tangerang ini merupakan tamparan keras bagi pemerintah dan bangsa Indonesia. Kita baru saja merayakan hari buruh internasional dan sekarang terungkap hal yang selama ini kita kritisi terhadap perilaku para majikan tenaga kerja Indonesia (TKI) kita di negara lain. Ternyata, di Tanah Air kita sendiri hal itu justru terjadi. Ini memalukan.
Kasus ini membuka mata kita, bahwa para buruh tidak cukup diberi kado hari libur nasional pada perayaan May Day. Buruh butuh penyelesaian kasus ketenagakerjaan dan peningkatan kesejahteraan. Itu yang istimewa.
Apa ada kemungkinan kasus serupa masih ada di tempat lain di Indonesia?
Kemungkinan, iya. Ini seperti gunung es. Saya pikir tidak tertutup kemungkinan masih ada kasus serupa di kota lain di Indonesia, hanya saja belum terungkap ke permukaan. Seperti kasus ini bisa terungkap, ketika korbannya berani melapor.
Menurut Anda, bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi persoalan ini?
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus memerintahkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) untuk mengusut tuntas kasus perbudakan buruh ini. Presiden jangan lagi membentuk lembaga ad hoc baru karena akan memboroskan anggaran negara. Namun, Presiden harus dapat memaksimalkan kementerian yang ada. Penyelesaiannya harus tuntas. Kita tidak mau kasus seperti ini kembali terjadi di masa mendatang.
Tentang penuntasan kasus perbudakan ini sendiri, apa harapan Anda?
Saya berharap pelaku dihukum seberat-beratnya. Saya menyarankan agar Kepolisian membentuk tim khusus tenaga kerja. Ini perlu untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan dimasa datang. Bagian Divisi Ketenagakerjaan ini, nantinya bisa fokus bidang pengaduan ketenagakerjaan.
Selain itu, polisi juga harus segera menangkap dan memenjarakan pengusaha yang melakukan perbudakan, menyiksa dan mempekerjakan anak di bawah umur. Saya juga mengajak seluruh elemen buruh untuk memberikan solidaritas dukungan terhadap korban dan memberikan advokasi pada para korban.
Seperti apa pandangan Anda tentang kondisi buruh saat ini?
Hingga saat ini buruh masih memperjuangkan kesejahteraan yang lebih baik. Pemerintah seolah berpihak pada pengusaha dengan tetap membiarkan praktik outsorcing dan upah murah di Indonesia terus berlangsung. Jadi wajar kalau mereka melakukan aksi besar-besar saat peringatan May Day untuk menutut mereka agar bisa hidup lebih layak.
Masih relevankah, setiap peringatan hari buruh, mereka turun ke jalan?
Buruh dan pekerja akan terus melakukan aksi turun ke jalan, selama mereka merasa pemerintah tidak hadir bagi rakyatnya. Mereka akan terus turun ke jalan selama tuntutan kehidupan yang layak belum terpenuhi.
Mereka akan terus menuntut outsourcing dihapuskan. Mereka akan terus menyuarakan penolakan atas rezim upah murah. Kedua hal itulah yang selama ini membuat buruh dimiskinkan.
Jadi masalah, outsorcing juga harus diluruskan. Sebab, sejak awal pekerjaan yang boleh di outsorcing adalah cleaning service, security, catering, pekerja penunjang pertambangan dan pekerja transportasi. Tapi nyatanya di Indonesia, semuanya di outsorcing. Kalau semua pekerjaan di outsorcing, sama saja melanggengkan perbudakan modern.
© Copyright 2024, All Rights Reserved