FRONT Persaudaraan Islam (FPI) Banten melakukan audiensi dengan Pj Gubernur Banten dan seorang anggota DPRD Provinsi Banten dari Fraksi Partai Golkar. FPI bukan hanya melakukan audiensi, melainkan di luar gedung gubernuran juga melakukan demonstrasi dan orasi-orasi menggunakan sebuah mobil komando.
FPI adalah ormas yang berganti nama dari Front Pembela Islam, yang pernah dibubarkan pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Menggunakan nama yang baru, namun dengan kinerja yang kurang lebih masih sama.
Aspirasi FPI ketika melakukan audiensi ada dua, yaitu menolak PSN PIK 2 (Proyek Strategis Pantai Indah Kapuk Dua) dan menolak izin pembangunan pabrik minuman keras di Banten. Mengenai menolak PSN PIK 2, FPI menggunakan argumentasi atas derasnya penolakan PSN menggunakan media sosial dan untuk menindaklanjuti aspirasi MUI.
Akan tetapi baik dalam audiensi maupun terutama dalam orasi, terkesan sangat kuat bahwa terdapat ketidakjelasan antara aspirasi menolak PSN PIK 2 dan menolak izin pembangunan real estate PIK 2, ataukah menolak pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Kamal-Teluknaga-Rajeg.
Ketiga urusan tersebut terkesan tercampur aduk secara kurang jelas, namun aspirasi mengerucut pada kegiatan pembebasan lahan atau pengadaan tanah yang harganya tidak cocok dan keluhan adanya isu kegiatan pemaksaan jual beli tanah yang meresahkan penduduk Banten.
Sebenarnya masih ada satu lagi usulan untuk pembangunan kawasan industri di Kabupaten Serang seluas 7 ribu hektare, namun baik pembangunan jalan tol Kamal-Teluknaga-Rajeg maupun rencana pembangunan kawasan industri tidak dibicarakan dalam audiensi, selain masalah sengketa hak atas tanah tersebut di atas.
Persoalan PSN PIK 2 berawal dari kegencaran Muhammad Said Didu dan kawan-kawan meng-upload aspirasi menggunakan media sosial YouTube selama 8 bulan terakhir. Aspirasi tersebut antara lain adalah untuk menolak PSN PIK 2, bahkan menolak proyek pembangunan perumahan real estate PIK 2.
Juga menjadikan aspirasi menolak PSN PIK 2, sekaligus sebagai pintu masuk untuk menolak semua program PSN-PSN se-Indonesia selama PSN melibatkan pengusaha perusahaan konglomerat swasta. Pembangunan PSN oleh badan usaha swasta ditafsirkan oleh Muhammad Said Didu dan kawan-kawan sebagai tatacara penjajahan gaya baru.
Penjajahan dengan cara mengusir penduduk lokal. Penduduk yang telah bermukim bertahun-tahun, puluhan, hingga ratusan tahun lebih awal jauh sebelum kemerdekaan NKRI. Penduduk tersebut dipersepsikan menghuni tanah tepi pantai secara turun-temurun untuk seketika direlokasi oleh WNI keturunan China daratan secara paksa.
Pengusiran menggunakan kebijakan PSN yang pernah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Sangat kuat sasaran akhir dari Muhammad Said Didu dan kawan-kawan adalah sesungguhnya untuk kepentingan politik guna mempersalahkan dan mengadili mantan Presiden Joko Widodo, yang dikait-kaitkan menggunakan bala bantuan oligarki konglomerat WNI keturunan China.
Jargon yang digunakan adalah sebagai kegiatan penjajahan. Ini adalah perspektif politik berdimensi rasisme, sekalipun Aguan (Sugiyanto Kusuma) adalah WNI kelahiran Palembang dan Anthoni Salim adalah WNI kelahiran Kudus.
Analogi penjajahan digunakan untuk membangkitkan kemarahan publik di Kesultanan Banten provinsi Banten dan Kesultanan Lingga di Pulau Rempang Provinsi Kepulauan Riau.
Analogi yang mengingatkan tentang bagaimana perusahaan dagang Hindia Belanda VOC dahulu ketika meminta bantuan pada putra mahkota untuk diizinkan membangun kantor perwakilan dagang di Batavia, namun kemudian membangun benteng keliling.
Ingatan masyarakat Banten tentang penjajahan VOC dengan pembangunan benteng keliling membangkitkan emosi yang berkobar-kobar. Hal itu setelah didengung-dengungkan bahwa perumahan real estate PIK 2 menggunakan pagar pembatas terbuat dari tembok keliling.
Diberikan framing negara dalam negara terhadap pembangunan tembok keliling dan adanya pintu penjaga, yang dapat memeriksa siapa saja yang akan memasuki kawasan perumahan real estate.
Sesungguhnya pembangunan tembok keliling bukanlah monopoli PIK 2, karena istana Merdeka, istana kepresidenan di Bogor, Gedung DPR, MPR, dan DPD mempunyai pagar keliling. Demikian pula pada kebanyakan kantor gubernur, kantor bupati, dan kantor walikota.
Demikian pula dengan berbagai perumahan di tempat lain, hotel, mal, maupun rumah penduduk dan universitas. Akan tetapi yang disosialisasikan oleh orator adalah pembangunan tembok keliling dipersepsikan sama dengan tembok Gaza, yang memisahkan antara Israel dan Palestina.
Pembangunan PSN PIK 2 bahkan dikonotasikan akan membahayakan kedaulatan negara, karena berpotensi memudahkan pasukan China, jika China ingin sewaktu-waktu datang menyerbu ke daratan Provinsi Banten.
Amanat percepatan pelaksanaan PSN sesungguhnya dilaksanakan menggunakan Inpres 1/2016. Inpres ditujukan kepada para Menteri Kabinet Kerja, Jaksa Agung, Kapolri, Seskab, Kepala Staf Kepresidenan, para kepala lembaga pemerintah non kementerian, para gubernur, dan para bupati/walikota.
Berkaitan dengan audiensi FPI dengan Pj Gubernur, Inpres 1/2016 menyatakan bahwa Gubernur dan Bupati/Walikota: (1) wajib mendukung percepatan pelaksanaan PSN di wilayahnya masing-masing, (2) melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk mendukung pengadaan tanah dan percepatan pelaksanaan PSN, (3) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengendalikan kenaikan harga terkait pengadaan tanah untuk percepatan pelaksanaan PSN, dan (4) melakukan evaluasi dan revisi atas perda yang menghambat dan/atau menimbulkan biaya tinggi pelaksanaan PSN.
Selanjutnya Mendagri melakukan pengawasan kepada gubernur dan bupati/walikota dan memberikan sanksi kepada gubernur dan bupati/walikota yang tidak memberikan dukungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan mengetahui tentang Inpres 1/2016, maka sejak dari awal sungguh tidak mudah jika gubernur, bupati, atau walikota akan menggagalkan PSN.
Kemudian jika terdapat pelaporan masyarakat menyangkut penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan PSN, maka berdasarkan Inpres 1/2016 itu laporan tersebut disampaikan kepada Kejaksaan Agung RI, atau Kapolri untuk pimpinan kementerian/lembaga, atau pemda untuk dilakukan pemeriksaan dan tindak lanjut penyelesaian atas laporan masyarakat, termasuk apabila diperlukan pemeriksaan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.
Artinya, bukan hanya FPI tidak mengikuti tata cara penyampaian aspirasi sebagaimana ketentuan Inpres di atas, melainkan Muhammad Said Didu dan kawan-kawan yang menyampaikan aspirasi menggunakan media sosial, maupun Saefudin alias Mahesa Al-Bantani, juga tidak sesuai dengan prosedur Inpres 1/2016.
Kemudian dalam masalah sengketa hak atas tanah sungguh sulit untuk dikaji secara teliti, jika hendak diselesaikan hanya dengan menggunakan metoda media sosial, curhat-curhat, dialog terbatas, dan demonstrasi, melainkan sebaiknya sengketa hak atas tanah dilakukan melalui jalur pengadilan.
Persoalan sengketa pertanahan ini tidaklah selalu mudah, melainkan dapat rumit, sehingga sekalipun telah dilakukan proses pengadilan secara bertahap secara teliti sejak dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung, maupun sudah dilaksanakan kegiatan eksekusi tanah, namun pihak yang secara inkrah dinyatakan kalah pun bisa jadi masih tidak selalu dapat menerima kekalahan secara lapang dada terhadap putusan pengadilan.
Jadi, baik masalah PSN PIK 2, pembangunan perumahan real estate PIK 2, pembangunan jalan tol Kamal-Teluknaga-Rajeg, maupun nantinya pembangunan kawasan industri di Kabupaten Serang berawal dari masalah sengketa hak atas tanah, oleh karena itu pemecahan masalah pengadaan tanah tersebut sebaiknya diselesaikan melalui pengadilan. Bukan diselesaikan menggunakan media sosial, maupun audiensi-audiensi semata.
Masalah pertanahan kiranya tidak perlu diperluas menggunakan diksi-diksi menggunakan jargon pengusiran, intimidasi, penjajahan, pemiskinan, perampasan, perampokan, Singapura jilid 2, geopolitik serangan melalui tepi pantai, bahkan termasuk meletakkan tanah kesultanan Banten di atas pemerintahan NKRI, keluar dari NKRI, mengadili Joko Widodo, Jokowi mengkudeta NKRI, dan lain-lain kehororan ke mana-mana, yang sungguh jauh dari persoalan awal berupa sengketa hak atas tanah (dan air) semata untuk pembangunan nasional dan pembangunan daerah.
*Penulis tergabung sebagai Associate Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana
© Copyright 2024, All Rights Reserved