Harapan untuk mendapatkan rasa keadilan di negeri ini masih sebatas angan-angan. Proses reformasi yang berjalan empat tahun ini, oleh banyak kalangan dinilai masih menjadi slogan belaka.
Tampilnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden yang diharapkan bakal membuka kran demokrasi, ternyata tidak berkutik menghadapi politisi-politisi Orde Baru yang masih bercokol kuat di lembaga Legislatif maupun Eksekutif.
Terbukti, PDI Perjuangan yang dipimpin putri Bung Karno ini, malah berkolaborasi dengan Golkar dengan menolak pembentukan Pansus Bulog II. Dan yang lebih kontroversial lagi, Megawati malah mencalonkan kembali Sutiyoso sebagai Gubernur DKI.
Padahal, dalam rekomendasi KOMNAS HAM Sutiyoso disebut-sebut ikut bertanggung jawab dalam peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI pada tanggal 27 juli 1996, yang lebih populer disebut persistiwa Sabtu Kelabu.
Begitu juga untuk kasus-kasus KKN, Mega dianggap kurang tegas. Banyak koruptor-koruptor sampai saat ini masih bebas berkeliaran.
Di sisi lain , PDIP yang selama ini selalu menggunakan jargon partainya {wong cilik} tetapi kenyataan tidak satupun kepentingan wong cilik terakomodasi. Penggusuran masih terjadi dimana-mana.
Boleh jadi, kelemahan Megawati ini bakal dieksploitasi secara serius oleh lawan-lawan politik Mega untuk membikin manuver-manuver dengan membangun koalisi untuk mengkritisi jalannya pemerintahan Mega.
Tengok saja apa yang bakal dilakukan Aliansi Nasionalis. Aliansi ini dimotori 11 (sebelas ) partai politik peserta Pemilihan Umum tahun 1999, masing-masing, PADI, PBI PILAR, PKM, PMKGR, PMURBA, PND, PNI, PNBI, PPI dan PSUNI.
Dalam rapat kerjanya yang di selenggarakan di Cibogo Bogor, pada tanggal 11 s/d 12 juli 2002 mereka sepakat untuk mengambil sikap untuk beroposisi dengan pemerintahan megawati.
Menariknya dalam perhelatan itu, Sukmawati adik kandung Megawati yang mewakili PNI massa Marhain dengan tegas menyatakan kekecewaannya terhadap jalanya pemerintahan saat ini.
Terbukti, kata Sukma, PDIP tidak menyetujui pembentukan pansus bulog II yang melibatkan Akbar Tanjung. Hal ini,lanjut Sukma, merupakan penghianatan terhadap tuntutan rakyat. Begitu juga dengan kasus KKN mantan penguasa ORBA, Sukma menilai megawati tidak serius untuk segera menyelesaikannya.
R.O.Tambunan yang hadir mewakili PILAR juga mengaku kecewa dengan Megawati yang dianggapnya telah melakukan pengingkaran terhadap proses-proses hukum yang selama ini menjadi tonggak perjuangannya.
Dalam hal ini, kata Tambunan, tidak tuntasnya penyelesaian kasus 27 Juli (peristiwa sabtu kelabu). Dia heran mengapa justru pada saat Mega berkuasa justru kasus tersebut semakin tidak jelas. Bahkan mereka yang disebut-sebut sebagai tersangka dalam kasus tersebut tidak satupun yang tersentuh hukum.
Inilah yang membuat Aliansi Nasional akan melakukan tekanan terhadap pemerintahan Mega. Dalam waktu dekat, para aktivis yang tergabung dalam aliasi ini, akan melakukan aksi dengan melibatkan Ormas dan LSM yang selama ini sangat kritis terhadap pemerintahan Mega. Bagaimana realisasinya, kita tunggu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved