Aksi penyadapan yang dilakukan intelijen Australia terhadap percakapan Presiden Indonesia dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya, merupakan pelanggaran atas konvensi internasional. Indonesia harus mengambil sikap tegas. Memang, tidak perlu sampai memutuskan hubungan bilateral dan diplomasi kedua negara. Tapi, reaksi dan sikap Indonesia atas kejadian ini harus memberikan deterrence effect dan dapat mencegah kejadian serupa terulang di masa datang.
Setidaknya, demikian pendapat yang dikemukakan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Hanura, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati.
Politisi perempuan yang akrab disapa Nuning ini mengatakan, aksi spionase dan kontra-spionase, intelijen dan kontra-intelijen, terjadi di mana-mana. Ini adalah hal yang jamak dan terjadi dihampir semua negara. Bahkan, organisasi swasta dan bisnis, memiliki kegiatan intelijen untuk berbagai kepentingan.
“Penyadapan merupakan kerja intel dan spionase dalam ranah pulbaket (pengumpulan bahan keterangan). Spionase dan kontra-spionase, intelijen dan kontra-intelijen, sudah terjadi di mana-mana. Walaupun hanya mencuri info, tapi tak selamanya harus dengan death drop (alat sadap berteknologi)," ujar Ketua DPP Partai Hanura bidang Pertahanan dan Informasi kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/11).
Kasus penyadapan itu, kata Nuning, sifatnya tak teraba dan tak terlihat. Jadi, untuk membuktikannya harus mendapat bukti faktual dan materilnya. Kalau itu tidak ditemukan, maka susah memberikan sanksi, mungkin hanya sebatas peringatan saja.
Meskipun demikian, ujar lulusan S3 Ilmu Komunikasi Univeritas Padjajaran, Bandung ini, Indonesia tetap harus memberi teguran keras kepada Australia dan Amerika Serikat, agar mereka tidak mengganggu kedaulatan negara Indonesia. Sebab penyadapan itu termasuk pencurian informasi dan bagi Indonesia itu merupakan ancaman keamanan nasional.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Jakarta, 30 Agustus 1964 ini menyesalkan sikap Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang tidak mau meminta maaf atas tindakan intelijen negaranya tersebut. Berikut pandangan Nuning terhadap ulah Australia yang membuat marah pemerintah dan rakyat Indonesia tersebut.
Apa tanggapan Anda dengan adanya kasus penyadapan ini?
Saya mendukung pemerintah untuk memberikan tindakan tegas dan sanksi kepada Pemerintah AS dan Australia agar mereka tidak mengganggu kedaulatan Indonesia. Penyadapan ini termasuk pencurian informasi. Kelakuan AS dan Australia tersebut harus dijadikan perhatian khusus dan disikapi dengan serius oleh pemerintah. Kami menilai, tindakan AS dan Australia itu telah melecehkan martabat Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Apakah perlu pemutusan hubungan diplomasi dengan negara tersebut?
Menurut saya tidak perlu sampai tahap itu. Cukup diberikan sanksi yang memberikan deterrence effect. Dalam hubungan persahabatan antar negara, Indonesia membutuhkan negara tetangga. Begitu juga sebaliknya, negara tetangga membutuhkan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Jadi pola pikirnya bukan pada untung dan rugi, tapi kita ada dalam zona socec yang sama. Artinya, membutuhkan pertemanan diplomatiknya.
Akan tetapi, reaksi publik sangat marah atas kejadian ini?
Kita tahu, semua marah dengan kejadian ini. Tapi, kita harus tetap rasional. Masyarakat jangan emosional menghadapi isu ini sebelum terdapat bukti faktual dan meterialnya jelas. Saya mengimbau masyarakat Indonesia tidak perlu menanggapi berlebihan pemberitaan The Guardian dan The Sydney Morning Herald, yang menyebutkan aksi penyadapan Pemerintah Australia kepada Presiden SBY dan sejumlah menteri.
Justru publik harus bertanya kepada kedua media tersebut, mengapa media sekelas The Sydney Morning Herald mengumbar pemberitaan tersebut, bila memang Australia menyadap Indonesia.
Dalam pandangan anda, adakah cara yang tepat untuk membuktikan penyadapan tersebut?
Penyadapan dalam kegiatan intelijen disebut sebagai Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) dilakukan untuk mendapatkan informasi. Kasus penyadapan itu, sifatnya tak teraba dan tak terlihat. Jadi, untuk membuktikannya harus mendapat bukti faktual dan materilnya. Dan itu sulit.
Lantas, apa tindakan DPR terhadap aksi penyadapan ini?
Kami di Parlemen, khususnya, Komisi I DPR akan meminta penjelasan Pemerintah terkait masalah ini. Secara kemitraan, kami akan meminta Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) untuk menjelaskan duduk perkaranya.
Selain itu, kami juga akan meminta pemerintah untuk menyikapi aksi penyadapan itu. Kami hanya dapat memberikan peringatan agar masalah ini tidak mengganggu kedaulatan bangsa Indonesia.
PM Australia menolak untuk meminta maaf atas berita penyadapan ini, bagaimana menurut anda?
Kami di DPR sebenarnya geram. Kita harus memberi pelajaran kepada pemerintah Negeri Kanguru itu. Saya pribadi sangat menyesalkan sikap PM Australia yang hanya menyampaikan penyesalan tanpa meminta maaf.
Pernyataan PM Abbot yang menganggap aksi penyadapan itu sebagai hal yang wajar dan dilakukan semua negara telah meremehkan martabat Indonesia.
Sikap itu jauh dari penghormatan terhadap sebuah negara yang berdaulat, yang katanya adalah sahabat dan mitra penting di kawasan. Saya mendukung sikap tegas pemerintah Indonesia yang menarik duta besar kita dari negara itu dan mengevaluasi ulang semua kerja sama dengan Australia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved