Karena tidak bersedia dieksekusi dan malah menghilang, tidak diketahui keberadaannya, terpidana korupsi Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji akhirnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung.
"Kepadanya telah dilakukan pemanggilan secara sah dan patut. Yang berarti secara de facto yang bersangkutan telah menjadi buron," kata Wakil Jaksa Agung Darmono, Senin pagi (29/04).
Menurut Darmono, Kejaksaan Agung saat ini tidak mengetahui keberadaan Susno. Tim dari Kejaksaan dibantu Resmob Polda Metro Jaya telah mendatangi kediaman Susno di Cinere, Depok, dan keluarganya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (28/04), namun, ternyata Susno tidak ada.
Sebeumnya, Jumat (26/04) lalu, kejaksaan juga melacak keberadaan Susno dan diperkirakan ada di Bandung dan Jakarta. "Ya, justru ini kan masih dalam pencariannya. Diperkirakan antara Jakarta dan Bandung-lah," kata Darmono, Jumat lalu.
Kejaksaan Agung memastikan akan mengeksekusi Susno sesuai perintah undang-undang. Setelah dilakukan koordinasi antara Jaksa Agung Basrief Arief dengan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo maka diharapkan eksekusi selanjutnya berjalan lancar.
Kuasa hukum Susno Duadji, Firman Wijaya, merahasiakan keberadaan kliennya yang menghilang secara misterius. Firman beralasan, kliennya masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Saat ini, (Susno) masih dalam perlindungan LPSK," ujar Firman.
Menurut Firman, purnawirawan jenderal bintang tiga ini merasa tidak aman secara psikologis terkait rencana penjemputan paksa oleh Kejaksaan. Proses eksekusi ini merupakan tindak lanjut setelah kasasi Susno ditolak Mahkamah Agung.
MA memutuskan menolak kasasi Susno. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan penjara terhadap Susno. Hakim menilai Susno terbukti bersalah dalam kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat.
Susno sudah tiga kali tak memenuhi panggilan eksekusi Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Alasan Susno, dirinya tidak dapat dieksekusi dengan berbagai alasan. Pertama, dia menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasinya tidak mencantumkan perintah penahanan 3 tahun 6 bulan penjara.
Putusan MA hanya tertulis menolak permohonan kasasi dan membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp2.500. Alasan kedua, Susno menilai bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jakarta cacat hukum karena salah dalam menuliskan nomor putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan sederet argumen itu, Susno menganggap kasusnya telah selesai.
© Copyright 2024, All Rights Reserved