Menyampaikan orasi ilmiah saat menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Padjajaran, Presiden Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri, mengungkapkan 3 persoalan penting yang terjadi saat kepemimpinannya. Megawati menyebut, penjelasannya itu sebagai pertanggungjawaban sejarah.
Ada 3 persoalan yang digaris bawahi oleh Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu. Yakni, sengketa pulau Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia, Pulau Nipah, dan Proyek Liquefied Natural Gas (LNG) antara Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok.
Terkait Sipadan dan Ligitan, Megawati menyampaikan pernyataan yang cukup mengejutkan. Ia menyebut, kedua pulau tersebut memang tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Indonesia.
“Pada dasarnya Sipadan-Ligitan bukan merupakan wilayah Indonesia jika didasarkan pada UU No 4/Perppu/1960 tentang Negara Kepulauan. Tetapi juga bukan wilayah Malaysia, sehingga keduanya memperebutkan dengan berbagai argumentasi," ujar Megawati di Grha Sanusi Hardjadinata, Unpad, Bandung, Rabu (25/05).
Sengketa kedua pulau ini sudah terjadi sejak 1967, pada saat menjadi Presiden, Megawati memerintahkan Menteri Luar Negeri untuk memperjuangkan agar Sipadan dan Ligitan menjadi wilayah Indonesia.
Namun bukti sejarah yang diterima Mahkamah Internasional adalah dokumen dari pihak Malaysia yang membuktikan bahwa Inggris (negara yang menjajah Malaysia) dan menjadi bagian dari commonwealth paling awal masuk Sipadan Ligitan dengan bukti berupa mercusuar dan konservasi penyu.
“Sedangkan Indonesia dianggap tidak memiliki hak atas wilayah kedua pulau tersebut, karena Belanda hanya terbukti pernah masuk ke Sipadan Ligitan, namun hanya singgah sebentar tanpa melakukan apapun. Putusan Mahkamah Internasional tersebut kebetulan ditetapkan pada tahun 2002 saat saya menjabat sebagai presiden," jelas Megawati.
Catatan kedua yang disampaikan Megawati adalah soal Pulau Nipah. Megawati menyebut ada satu catatan sejarah yang hampir terlupakan terkait kedaulatan wilayah RI yakni Pulau Nipah.
“Pulau ini berbatasan dengan Singapura. Saat itu Pulau Nipah hampir tenggelam karena pengerukan Pasir oleh Singapura. Saya segera perintahkan untuk menimbun kembali pulau itu. Ketika berkunjung ke Singapura, pada saat kembali ke Tanah Air, saya minta dijemput dengan Kapal Perang Republik Indonesia untuk meninjau Pulau Nipah. Hal itu saya lakukan dengan sengaja untuk menunjukkan kepada Singapura bahwa Pulau Nipah adalah bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia," ujar Megawati.
Catatan ketiga, adalah soal proyek LNG Tangguh antara Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok. Proyek ini banyak disorot karena pemerintah dituding menjual gas dengan harga sangat murah kepada Tiongkok.
"Saudara-saudara, silakan dibuka catatan sejarah, berapa harga gas dunia saat itu. Jangan dilihat harga sekarang, karena saat itu supply minyak internasional masih melimpah. Saat itu tidak ada satupun yang mau membeli gas Indonesia," ujar Megawati.
Megawati akhirnya memutuskan untuk melakukan lobi diplomatik yang disebutnya sebagai “Lenso Bengawan Solo” secara langsung dengan Presiden RRT, Jiang Zemin. “Akhirnya RRT membatalkan kerjasama dengan Rusia dan Australia dan memilih bekerjasama dengan Indonesia," tandasnya.
Megawati berpesan, dalam pembangunan, harus melalui uji kelayakan, Amdal, serta perhitungan keuntungan secara ekonomi dan sosial bagi rakyat Indonesia tanpa mengorbankan kedaulatan politik dan ekonomi bangsa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved