Perang Palestina-Israel sudah berlangsung lebih dari 8 bulan. Perang ini termasuk perang yang cukup lama terjadi dan belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Publik seluruh dunia semakin tak bisa terima, apalagi Israel seperti membabi buta dan menyerang setiap orang Palestina tanpa ampun. Korban berjatuhan hingga lebih dari 37.000 jiwa, termasuk perempuan, orang tua dan anak-anak, bahkan bayi.
Demonstrasi besar terus bermunculan di berbagai negara, termasuk di Amerika Serikat dan Eropa. Mahasiswa dan aktivis kemanusiaan mengecam keras dan melakukan demonstrasi tanpa henti menentang kekejaman Israel dan negara-negara pendukungnya. Tapi sejauh ini, belum terlihat tanda-tanda perang akan berakhir. PBB juga seperti tak berdaya untuk mengambil sikap karena AS selalu menggunakan hak vetonya untuk menghentikan sikap PBB.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi di perang Palestina-Israel ini? Kepentingan apa saja yang ‘bermain’ dalam situasi konflik tersebut? Mengapa perang seperti sulit dihentikan?
Endah Lismartini dari politikindonesia.id mewawancarai Dr Dina Y Sulaeman, Pengamat dan Peneliti Isu Sosial dan Geopolitik Timur Tengah, Direktur Indonesia Centre for Middle East Studies, dan peraih Doktor Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran.
Perang Israel-Palestina kali ini jauh lebih lama dan semakin masif. Mengapa sampai begini lama?
Karena sistem internasional yang ada tidak bisa menghentikan sebuah entitas yang disebut Israel ini. Tidak ada mekanisme yang bisa menghentikan entitas ini.
PBB bukan organisasi yang punya mekanisme untuk itu. karena sejak awal dibentuk sudah membuat aturan yang tidak demokratis, yaitu ada hak veto. Kan yang mendirikan PBB adalah para pemenang perang, jadi mereka membuat aturan yang menguntungkan mereka sendiri.
Israel bisa terus menyerang Palestina karena didukung Amerika Serikat. Sebanyak 80% senjata Israel disuplai dari Amerika Serikat (AS). Sampai sekarang AS juga tidak mengubah kebijakan luar negerinya. Doktrinnya kan kepentingan nasional AS sama dengan kepentingan nasional Israel, keamanan AS sama dengan keamanan Israel. Ini bisa disebut sebagai kebijakan resmi negara karena muncul dari pernyataan resmi Presiden AS.
Secara tertulis pernyataan tersebut juga ada, yaitu “menjaga keamanan sekutu kita.” Dan sekutu AS di Timur Tengah ya Israel.
Jadi berhenti atau tidaknya perang ini akan tergantung pada sikap AS?
Kalau menurut saya iya. Pilarnya Israel adalah kapitalisme global. Dia bertahan karena suplai dari negara barat, 80% dari AS. Sisanya dari Inggris, Prancis, Jerman.
Selama para negara ini belum memboikot Israel maka sulit berharap perang ini akan berhenti. Sebenarnya perang ini kan bukan pertama kali ya, tapi ini yang paling lama.
Buat negara-negara pendukung seperti ada pernyataan, dia yang menang atau kita yang menang. Sementara buat Israel ini adalah hidup matinya, eksistensi dia. Kekalahan Israel juga akan menyeret kekalahan AS.
Jadi perspektif kita melihat perang kali ini harus perspektif global, enggak bisa parsial.
Ternyata Israel memang sangat strategis buat Amerika Serikat dan negara-negara Eropa ya?
Israel itu adalah benteng penjaga kepentingan Barat di Timur Tengah. Pembentukan Israel sejak awal memang memperpanjang kepentingan imperialisme Barat di Timur Tengah.
Sejak peperangan mulai surut, mereka sudah melihat bahwa penjajahan fisik akan berakhir. Kekuatan imperialisme Barat sudah memprediksi bahwa suatu saat mereka akan angkat kaki dari Timur Tengah. Maka untuk terus memperpanjang eksistensi mereka, dibentuklah Israel.
Mereka bikin negara di Palestina yang akan menjaga kepentingannya. Salah satu alasannya waktu itu, adalah untuk menjaga supremasi kulit putih dari barbarisme Asia.
Seberapa strategis Israel buat Amerika Serikat?
Penguasaan dominasi eknomi di AS melalui Israel. Buktinya adalah negara Timur Tengah yang kaya raya tapi tak bisa bertemu satu sama lain. Kalau mereka bertengkar patronnya selalu AS. Arab Saudi konflik dengan Qatar, AS datang ke Arab Saudi jualan senjata, dan AS juga datang ke Qatar jualan senjata.
Tapi semakin ke sini, sebenarnya AS sudah semakin berkurang power-nya secara global. Mereka sudah habis-habisan bantu Ukraina melawan Rusia, hingga akhirnya ekonomi mereka kebobolan. Perlahan AS mulai tergeser, dan kekuatan antihegemoni AS mulai muncul, Yuan mulai menguasai, Rusia juga semakin menguat.
Tanggal 7 Oktober kemarin adalah momentum. Hamas menyerang Israel. Banyak bukti yang muncul bahwa para penyerang itu sebenarnya menggunakan body cam. Karena para penyerang ini paham, perang ini akan dipengaruhi oleh media. Mereka punya target dengan serangan itu. Tapi sepertinya tak berhasil.
Kekuatan-kekuatan yang tadinya bukan kekuatan inti mulai bangkit dengan cara masing-masing. Ada kekuatan multipolar. Rusia muncul melakukan perlawanan dan menghentikan perdagangan saham mereka yang menggunakan dolar. China juga muncul dengan posisinya sendiri. Kekuatan anti hegemoni barat muncul sendiri-sendiri dan dengan kepentingannya masing-masing. Iran juga begitu.
Israel sendiri sempat mengakui, saat ini mereka diserang dari 7 front yang bergerak di Timur Tengah dan melakukan perlawanan pada Israel.
Kekuatan multipolar ini seperti apa?
Rusia digerogoti terus soal Ukraina. Akhirnya melawan dengan cara sendiri. China dan Iran juga digerogoti terus melalui embargo dan lain lain, akhirnya melawan juga dengan cara sendiri.
Jadi mereka yang selama ini antihegemoni AS mulai bergerak. Poros eksistensinya terus berjalan. Iran tetap bisa jual minyak, dibeli oleh China. China juga melawan dengan cara sendiri. Membantu negara-negara Afrika, Iran bantu Rusia dengan drone, Rusia juga membeli pasokan bahan bakar dari Iran.
Kekuatan-kekuatan ini yang sekarang ikut melawan dominasi AS di Israel, sekaligus juga melawan Israel.
Publik Indonesia melawan dengan sentimen isu agama. Tapi sikap pemerintah seperti tak jelas. Menurut Anda, bagaimana seharusnya sikap pemerintah Indonesia dengan kondisi perang Israel-Palestina yang ternyata banyak faktor penyerta di dalamnya?
Kalau menurut saya, dengan membawa sentimen keagamaan tidak akan selesai masalahnya. Karena yang harus dipahami bahwa ini adalah pertempuran hegemoni dunia melawan kekuatan antihegemoni. Berarti ini ujung-ujungnya adalah urusan ekonomi.
Indonesia harus memahami ini. Bahwa membela Palestina bukan hanya sekadar membela orang terjajah saja dan bukan sekadar perang agama.
Israel bisa bertahan karena ada pilar-pilar kapitalis yang mendukung. Ada negara-negara yang mendapat keuntungan dari perdagangan senjata dan lain lain. Pemerintah Indonesia harus paham ini agar sikap yang ditetapkan keluar juga sikap yang jelas.
Jadi langkah konkret apa yang bisa dilakukan Pemerintah Indonesia?
Jadi kalau Indonesia mau ikut menghentikan perang ini adalah dengan mengambil kebijakan negara yang lebih strategis, misalnya menekan langsung ke Amerika Serikat yang selama ini menjadi pendukung Israel. Kenapa Amerika Serikat? Karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Jadi Indonesia tidak bisa langsung menekan Israel.
Selama ini Indonesia kan beli pesawat ke Boeing, padahal Boeing kirim senjata ke Israel. Pemerintah Indonesia bisa ambil sikap tegas dengan mengancam tidak membeli lagi pesawat dari Boeing. Itu akan mengancam AS secara ekonomi, dan itu jauh lebih efektif dari cara-cara boikot seperti yang sekarang ini dilakukan masyarakat di Indonesia. Bukannya tidak penting melakukan boikot, penting, tapi dampaknya tidak signifikan. Beda jika yang melakukan boikot langsung adalah pemerintah dengan memblok perusahaan sekelas Boeing tersebut.
Tapi dengan sikap pemerintah hari ini, sepertinya pemerintah Indonesia belum paham ini. Staf ahli pemerintah mungkin tak paham. Dengan kata-kata, Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina, posisinya berarti menganggap Palestina belum merdeka. Jadi melihatnya seperti bangsa yang sedang dijajah vs bangsa yang menjajah. Palestina dijajah, Israel penjajah.
Belum lama ini Pak Prabowo bilang siap mengirimkan pasukan perdamaian yang akan menjaga keamanan kedua pihak. Bagaimana menurut Anda?
Iya, siap mengirimkan pasukan perdamaian, juga meminta kedua pihak menghormati hukum perang. Menurut saya itu ada ketidaksinkronan sikap.
Sebab, bangsa yang terjajah berhak melawan dengan cara apapun termasuk dengan senjata. Dan itu memang ada aturan internasionalnya.
Kalau kita melihat Palestina sebagai bangsa terjajah yang belum merdeka, maka bangsa yang terjajah berhak melawan. Palestina berhak melawan dengan cara apapun dan itu dibolehkan oleh hukum internasional.
Mungkin karena Indonesia berusaha bersikap netral?
Harusnya kita tidak bisa netral lagi. Sikap Indonesia ini belum firm. Apa sikapnya sebenarnya. Jadi bukan hanya ngomong di forum internasional. Tidak cukup itu.
Sebenarnya yang mungkin dilakukan adalah memboikot ekonomi. Ini pernah terjadi di Afrika Selatan ketika rezim apartheid berkuasa. Saat itu seluruh dunia kompak memboikot Afrika Selatan hingga rezim tersebut tumbang. Sebab ini boikot yang levelnya dilakukan oleh negara, sehingga dampaknya sangat besar.
Untuk kasus Israel, yang hari ini kita harapkan adalah tumbangnya rezim zionis dan berdiri pemerintahan baru di Palestina yang mengakomodir semua pihak. Bisa dibikin referendum. Sehingga semua yang ada di tanah itu boleh ikut.
Secara demografis orang palestina lebih banyak. Artinya, jumlah orang Palestina di pemerintahan tersebut bisa lebih banyak. Berarti satu pemerintah yang terbentuk hasil referendum akan didominasi oleh Palestina, dan pemerintahan baru itu akan menegakkan hak semua orang, termasuk mereka yang terusir. Semua yang terusir boleh kembali ke Palestina, ke tanah yang dijanjikan itu.
Tapi dengan sikap AS hari ini yang masih sangat berat ke Israel, apa mungkin terjadi pemboikotan dari seluruh negara di dunia terhadap Israel?
Kalau mungkin ya mungkin saja. Dulu saat pemboikotan di Afrika Selatan, AS menjadi negara yang terakhir ikut memboikot. Sikap AS ini dilakukan setelah aksi-aksi demonstrasi mahasiswa di AS terus terjadi dan makin membesar. Karena besarnya tekanan publik, maka akhirnya AS ikut memboikot Afrika Selatan.
Ini seperti dejavu. Saat ini kan juga tekanan publik di AS mulai besar. Mahasiswa mulai berdemo terus menerus. Bukan tidak mungkin apa yang terjadi di Afrika Selatan dengan tumbangnya rezim apartheid juga bisa terjadi hari ini dengan tumbangnya rezim zionis.
Mungkin AS juga khawatir, jika ikut memboikot Israel, maka mereka akan kehilangan dominasi sebagai negara yang hegemoninya kuat di dunia?
Jika itu (boikot massal seluruh negara di dunia) terjadi, mungkin AS tidak menjadi negara yang dominan lagi. Tapi ketika akhirnya AS ikut memboikot, dia akan bisa kembali bekerjasama dengan negara yang sudah lebih dulu memboikot. Ekonominya yang sedang tidak baik-baik saja, bisa kembali lagi.
Ketika aksi demo di AS sedemikian masif terus terjadi seperti sekarang ini, artinya ada orang-orang yang tahu bahwa ada sistem yang salah. Maka ada potensi yang muncul untuk menjadi lebih baik. Masih ada potensi munculnya pemimpin-pemimpin AS yang lebih baik dari pemimpin-pemimpin AS yang saat ini ada.
Jadi kekhawatiran seperti itu harusnya tidak terjadi. Karena akan ada jalan keluar lain untuk AS keluar dari kondisi ekonomi yang sedang kacau, sekaligus menghentikan situasi perang Israel-Palestina ini. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved