Pengakuan atas eksistensi dan hak-hak masyarakat adat sebagai bagian dari bangsa dan negara Indonesia masih belum dilembagakan. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat, masih bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). UU ini penting demi kepastian hukum atas keberlangsungan masyarakat adat dalam mempertahankan tradisi dan budayanya.
Setidaknya, demikian pendapat yang dikemukakan oleh anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Inggrid Kansil kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (03/04). "Adalah tugas saya selaku anggota DPR yang juga anggota Baleg DPR, untuk terus berupaya dalam memberikan pemenuhan hak bagi masyarakat adat," ujar istri Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan ini.
Inggrid mengatakan, saat ini baru beberapa Pemda yang melakukan terobosan dengan mengakui hak-hak masyarakat adat secara legal-formal. Misalnya di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Bupati telah menerbitkan SK Bupati tentang pengakuan terhadap wilayah adat Komunitas Kasepuhan Cisitu. Contoh lain, di Propinsi Kalimantan Tengah yang melakukan terobosan atas penegakan hak-hak masyarakat adat melalui Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2009 tentang Tanah Adat.
Terobosan pemda ini adalah sebuah langkah maju. Akan tetapi, akan lebih kuat jika pengakuan legal formal itu diatur dalam UU, karena berlaku nasional. "Saya mau agar keragaman adat istiadat di Indonesia diakui. RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat yang masuk prolegnas 2013, diharapkan bisa segera disahkan," ungkap perempuan kelahiran Cianjur, Jawa Barat, 9 November 1976 ini.
Politisi perempuan yang dianugrahi gelar keturunan Raja Mangana Kansil oleh Pemerintah Kabupaten Siau Tagulandang Sitaro pada Januari lalu itu, memandang penting adanya pengakuan legal formal dari pemerintah pusat agar kebudayaan Indonesia yang beragam itu dapat tetap dilestarikan.
Kepada Elva Setyaningrum, artis yang membintangi sejumlah film dan sinetron ini menjelaskan pentingnya UU tersebut untuk menjamin keberlangsungan masyarakat adat dalam mempertahankan tradisi dan budayanya. Berikut petikan hasil wawancaranya.
Apa urgensi RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat menurut anda?
RUU tersebut sangat diperlukan guna memberi kepastian hukum atas berlangsungnya masyarakat adat dalam mempertahankan tradisi dan budayanya. Selama ini, telah terjadi perampasan secara sepihak hak-hak masyarakat adat. Konflik agraria yang melibat masyarakat adat sudah sangat kronis dan memprihatinkan.
RUU ini bertujuan melindungi hak-hak masyarakat adat agar tidak dirampas semena-mena dan diabaikan. Masyarakat adat punya hak berekonomi, hak perlindungan dan pemilikan tanah ulayat, mempertahankan kepercayaan spiritual hingga pewarisan nilai budayanya. Oleh sebab itu, mendesak untuk diperjuangkan perlindungan dan pengakuan atas masyarakat adat melalui sebuah RUU yang representatif mewakili seluruh komunitas adat di Indonesia.
RUU itu dibahas DPR tahun Ini, bagaimana proses pembahasannya?
Saya berharap masyarakat adat dilibatkan secara aktif dalam pembahasan RUU ini, demikian juga denga pembahasan RUU tentang Pemerintahan Desa. Sebab, kedua RUU ini berkaitan dengan kepentingan masyarakat adat. Mudah-mudahan kedua undang-undang ini mampu memenuhi konsep pemerintahan adat dan memenuhi hak-hak masyarakat adat.
Apa tantangan dalam proses pengesahan RUU tersebut?
Tantangan ada. Terutama terkait pertentangan antara budaya masyarakat adat yang bertumpu pada keseimbangan alam, dengan sistem produksi yang bertumpu pada ekonomi subsistem. Saat ini, sistem ekonomi modern juga memberi dampak pada sistem ekonomi tradisional masyarakat adat. Selain itu, dalam hal wilayah dan sumber daya alam ada tantangan seperti perizinan hak guna bangunan, izin usaha pengelolaan hutan, pertambangan dan sebagainya. Hal ini yang coba kita kelola sehingga sehingga nilai dan hak masyarakat adat dapat terus ditata dan dilindungi negara untuk diwariskan kepada anak cucu.
Kapan target RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat ini disahkan?
Saya tidak bisa memastikannya. Secara pribadi, saya berharap tahun ini RUU tersebut bisa disahkan. Sebenarnya, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat juga tercantum dalam 2 undang-undang, yakni, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Tapi kedua UU tersebut mengatur belum terlalu detail.
Kabarnya, anda mendapat gelar kehormatan sebagai keturunan Raja Mangana Kansil, bagaimana ceritanya?
Alhamdulillah. Ini dari masyarakat Kepulauan Siau, Sitaro yang memberikan kepercayaan pada saya dengan menganugerahkan gelar keturunan Raja Mangana Kansil. Bagi saya, gelar itu sebagai sebuah kehormatan dan amanah yang senantiasa harus dijaga. Gelar itu diberikan bersamaan dengan acara gelar seni budaya adat Tulude pada Januari 2013 lalu.
Apa alasan Anda mendapatkan gelar kehormatan itu?
Maysrakat adat Kepulauan Siau, Sitaro yang menilai. Mereka mengganggap saya sebagai salah satu keturunan yang berprestasi selama menjalankan karir. Gelar kehormatan itu sebuah amanah yang harus senantiasa dijaga. Saya pun berjanji akan berusaha mendorong pemerintah pusat agar peduli kebudayaan Indonesia yang beragam. Gelar itu juga sejalan dengan tugas saya sebagai anggota DPR, yang sedang membahas RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat. RUU ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum atas keberlangsungan komunitas masyarakat adat dalam mempertahankan tradisi dan budayanya. Ilmu dan budaya merupakan sesuatu yang lekat dalam pewarisan nilai leluhur kita. Para leluhur telah memberikan banyak pelajaran dan semangat kehidupan bagi kita. Nilai dan hak masyarakat adat. Perlu terus ditata oleh negara untuk selalu diwariskan dan dilindungi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved