Pemerintahan Jokowi terkenal dengan pembangunan infrastruktur yang tak henti. Jalan tol, jalan provinsi, transportasi publik, bendungan, bahkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dikebut agar selesai tepat waktu.
Sayangnya, keinginan mengejar pembangunan agar cepat selesai kerap berbenturan dengan dampak lingkungan yang buruk.
Hal tersebut menjadi sorotan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Lembaga sosial yang memiliki perhatian khusus pada lingkungan ini menyoroti pemerintahan era Jokowi sebagai rezim yang berdampak buruk pada lingkungan.
Bukan sekadar soal terjadinya kerusakan lingkungan, tapi juga kebijakan yang dibuat di era pemerintahan Jokowi, yang menurut WALHI membuat korporasi semakin bebas merusak lingkungan.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun dari WALHI, Uli Arta Siagian, menyebutkan, sebanyak 64% wilayah daratan di Indonesia sudah dibebani oleh izin industri ekstraktif yang berdampak besar pada lingkungan.
Endah Lismartini dari politikindonesia.id mewawancarai Uli Arta Siagian, usai diskusi di kantor Amnesti Internasional, Jumat (16/8/2024).
Berikut petikan lengkap wawancaranya:
Jika dibandingkan pemerintah sebelumnya, apakah pemerintahan Jokowi lebih buruk dalam hal pengelolaan lahan dan lingkungan?
Menurut kami rezim Jokowi ini lebih buruk dibanding rezim pemerintahan sebelumnya. Karena apa? Karena dalam konteks kebijakan, Jokowi banyak sekali menerbitkan kebijakan yang itu sifatnya mengakomodasi ekspansi dari izin-izin industri ekstraktif. Misalnya untuk pembukaan-pembukaan untuk lahan sawit, tambang, nikel, lalu izin Proyek Strategis Nasional dan lain sebagainya. Dan yang lebih parah lagi kan, sengaja mengubah kebijakan untuk bagaimana izin-izin tersebut bisa terbit dengan cepat. Atau kemudian sengaja memakai kebijakan untuk bagaimana korporasi-korporasi yang selama ini melakukan pelanggaran itu bisa bebas.
Contoh konkretnya apa?
Misalnya UU Cipta Kerja, yang mengatur soal pemutihan sawit dalam pengelolaan hutan. Jadi lebih parahnya itu ya karena mereka sengaja mengubah kebijakan untuk mengakomodasi izin-izin baru itu.
Nah itu yang menurut kami menjadi indikator bahwa rezim Jokowi itu jauh lebih buruk. Belum lagi UU lain yang disahkan seperti tergesa-gesa dan ternyata bukan berpihak pada rakyat, tapi lebih pada kepentingan pemerintah atau swasta.
Apalagi indikator untuk memastikan bahwa pemerintahan Jokowi ini buruk?
Pertama, adalah demokratisasi kita itu kan jauh lebih menurun, karena tidak ada ruang demokrasi yang disiapkan oleh negara ketika mereka sedang mengurus atau sedang menyusun kebijakan. Itu yang pertama. Yang kedua ketika orang melakukan protes atas satu proyek pembangunan yang tidak bermanfaat bagi mereka, itu rentan mengalami kriminalisasi dan intimidasi. Beberapa indikator itu yang membuat kami menilai bahwa rezim Jokowi ini memang jauh lebih buruk.
Jadi kalau dari sisi lingkungan memang sangat merugikan ya?
Iya. Bencana hidrometrologinya meningkat. Banjir, longsor, iklim semakin krisis, banyak wilayah hutan berubah menjadi tambang nikel, kebun sawit, dan lain sebagainya. Jadi dari sisi lingkungan, mungkin secara kuantitas tidak bisa dihitung seberapa parah, tapi secara kualitas bencana alam seperti banjir dan longsor, juga karhutla, itu jadi penanda.
Menurut data WALHI, 64% wilayah daratan kita sudah dibebani oleh izin industri ekstraktif. Sebanyak 13% wilayah pesisir kita pun sudah dikuasai. Sebenarnya kita hidup di bawah gempuran konsesi industri ekstraktif.
Mengapa Jokowi menjadi seperti ini? Apakah karena ambisinya untuk menyegerakan target sehingga tutup mata dan gelap mata seperti saat ini?
Iya. Dia memang punya ambisi. Hal itu terlihat dari tidak sedikit kebijakan yang memang dia kejar untuk segera selesai sebelum dia selesai. Contoh yang terakhir adalah UU KSDAHE, Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Nah itu baru beberapa waktu lalu. Dan UU itu juga bisa jadi menjadi driver perampasan tanah. Jadi masih banyak RUU lain yang dikejar kebut sebelum dia selesai. Belum lagi pembangunan-pembangunan kayak IKN. Dikebut supaya bisa upacara di sana meskipun belum siap.
Sepengetahuan Walhi berdasarkan data yang Walhi miliki, apa saja kasus lingkungan yang paling parah yang terjadi di pemerintahan Jokowi?
Hampir semua kasus-kasus di Proyek Strategis Nasional terkategorisasi parah. Tak hanya di IKN, ada Rempang juga, kemudian proyek-proyek di bawah konsesi mineral, batu bara, nikel. Kemudian di Papua, di mana hutannya banyak dibongkar untuk jadi izin kebun, sawit dan lain sebagainya.
Ini kan kita akan segera berganti presiden, apakah Prabowo sebagai pengganti kira-kira akan meneruskan cara yang dilakukan Jokowi, atau masih memungkinkan ada perubahan?
Kalau berdasarkan analisis visi dan misi yang kami lakukan kemarin, dan mengamati debat kandidat sebelum Pilpres, kami pikir tidak akan ada perubahan antara rezim Jokowi dengan rezim Prabowo nanti. Karena tagline-nya kan keberlanjutan, jadi semua proyek-proyeknya akan dilanjutkan, dalam konteks nasional atau dalam konteks lainnya. Atau bahkan mungkin lebih parah. Bisa jadi otoritarian itu jauh lebih ketat, jauh lebih otoriter, mengingat latar belakang Pak Prabowo.
Tapi di level grass root, justru banyak yang puas dengan pemerintahan Jokowi. Mengapa bisa terjadi perbedaan tajam seperti ini?
Sebenarnya kalau survei itu kan sangat tergantung pada metodelogi ya. Kita juga perlu melihat siapa yang melakukan survei dan apalagi sekarang Jokowi sangat besar sekali memakai sumber daya untuk mengintervensi media sosial, yang semua informasinya mungkin enggak benar.
Jadi kekuatan media sosial itu yang kemudian juga membuat masyarakat berpikir bahwa tingkat kepuasan terhadap Jokowi itu sangat tinggi. Jadi banyak faktor sih sebenarnya. Tinggal kita pilih, lebih percaya mana. Percaya klaim pemerintah, atau percaya data yang disampaikan lembaga non pemerintah. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved