Sejak pekan lalu terjadi aksi ‘mogok kerja’, yang dilakukan oleh para hakim di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu tuntutan mereka adalah peningkatan kesejahteraan, karena sudah tak pernah naik gaji selama 12 tahun.
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengkritisi kondisi para hakim 12 tahun belakangan. Menurut IKAHI, negara masih abai dengan kesejahteraan hakim di Tanah Air.
Sekretaris Bidang Advokasi IKAHI, Djuyamto mengatakan jika hakim di Tanah Air tak bergerak dengan aksi, maka negara tak akan merespons.
"Jangan-jangan kalau enggak ada aksi malah 20 sampai 30 tahun enggak ditinjau-tinjau. Kalau tidak bergerak, bisa jadi 30 tahun tidak ditinjau. Itu sebagai bukti abainya negara terhadap profesi hakim," kata Djuyamto dalam acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat dikutip pada Sabtu (12/10/2024).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim mestinya bisa jadi payung hukum soal kesejahteraan hakim. Namun, PP itu telah dibatalkan oleh putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23/2018.
Djuyamto menilai, negara mestinya tak boleh abai atas putusan MA Nomor 23/2018. Sebab, putusan MA itulah yang memerintahkan PP 94/2012 direvisi agar hakim mendapatkan hak-haknya.
"Semestinya sebagai negara hukum, ketika MA sudah mengambil putusan tahun 2018, segera dilakukan revisi terhadap PP 94/2012 yang dinyatakan bertentangan dengan UU. Namun, sampai lima tahun, sampai sekarang ini tidak dilakukan revisi," kata Djumyanto menambahkan.
Ia juga menyinggung nasib Revisi Undang-Undang Jabatan Hakim yang pernah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Namun, hingga kini tidak jelas.
"RUU Jabatan hakim itu pernah masuk prolegnas, kita dorong. Tapi, kemudian, lenyap tak berberkas tanpa alasan apapun," tuturnya. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved