Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLH) mengabarkan berita yang memprihatinkan di tengah peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia.
Yakni, habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelli) di hutan Gambut Babahrot, Aceh Barat Daya (Abdya) semakin berkurang akibat perluasan Perkebunan Sawit.
“Dunia mendesak agar Indonesia lebih menjamin perlindungan keanekaragaman hayati di bumi ini. Saatnya kita bersuara dan bertindak,” kata Koordinator KSLH Aceh, Yusmadi Yusuf, Kamis (23/5/2025).
Yusuf mengungkapkan, selain menjadi habitat Orangutan, kawasan gambut Babahrot juga menjadi habitat penting bagi, Beruang Madu, Harimau Sumatera, dan 300 jenis tumbuhan lokal.
Luas hutan gambut Babahrot awalnya 62.000 hektare (Ha), kini hutan tersebut hanya tersisa 23.807 Ha saja.
Okupansi perkebunan kelapa sawit telah mengkonversi hampir seluruh lahan gambut, bahkan 4.529 Ha kawasan hidrologi Gambut Babahrot telah dialihfungsikan.
"Parahnya, sebanyak 634,70 hektar hutan di Kawasan Lindung Gambut kembali dibuka dan dikeringkan. Hal ini melanggar Permentan No 14 tahun 2009 tentang larangan budidaya kelapa sawit di kawasan gambut dengan kedalaman lebih tiga meter," jelas Yusuf.
KSLH pun telah menemukan ada dua perusahaan yang diduga bertanggungjawab atas deforestasi terencana tersebut. Dua perusahaan tersebut yaitu PT DPL dan PT CA. Dalam kurun waktu satu tahun, 269,03 Ha hutan gambut Babahrot telah hilang.
“Investigasi kami menemukan, hutan dalam kawasan lindung gambut tengah dibuka dan dikeringkan oleh PT DPL dan PT CA,” kata Yusuf.
Menurut Yusuf, aktivitas pembukaan lahan juga tidak sesuai dengan arahan peta analisis kesesuaian revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan peta Hak Guna Usaha (HGU) dari kedua perusahaan tersebut. Peruntukan Kawasan Gambut yang merupakan bagian dari kawasan lindung gambut masih tumpang tindih dengan HGU dua perusahaan itu.
“Deforestasi ini telah menyebabkan populasi Orangutan di Babahrot terusir dari habitatnya. Sejumlah sarang spesies kunci ditemukan di dalam kawasan lindung gambut ini,” kata Yusuf.
Dalam beberapa kasus, Orangutan terluka dan terisolasi akibat okupansi sawit, seperti anak Orangutan jantan yang ditemukan terisolir di kebun masyarakat pada 2019.
Selain itu, ada juga kasus induk Orangutan dan anaknya yang terisolasi pada 2020, dan dua induk Orangutan dengan anak yang ditemukan kurus di hutan Babahrot pada 2022.
“Deforestasi terencana di hutan gambut Babahrot ini telah menyebabkan populasi Orangutan makin terusir. Kami menemukan sejumlah sarang spesies kunci di dalam kawasan lindung gambut ini,” kata Yusuf.
Penguasaan hutan dan lahan gambut melalui HGU juga telah memicu konflik lahan dengan masyarakat. Kedua perusahaan ini juga diduga belum merealisasikan kewajiban untuk memberikan 20 persen kebun plasma kepada masyarakat dan mengabaikan proses Free Prior and Informed Consent (FPIC).
“Penguasaan hutan dan lahan gambut melalui izin Hak Guna Usaha (HGU) telah menyebabkan tersulutnya banyak konflik lahan dengan masyarakat,” kata Yusuf.
Berdasarkan hasil tersebut, Yusuf meminta agar dua perusahaan tersebut menghentikan pembukaan lahan baru di hutan gambut Babahrot. Begitu juga dengan Pemerintah di Abdya.
“Pemerintah pusat juga harus meninjau ulang pemberian HGU di kawasan gambut dan menegakkan hukum terhadap perusahaan yang melanggar peraturan,” kata Yusuf.
Yusuf meminta agar seluruh masyarakat mendukung upaya pelestarian Hutan Gambut Babahrot dan Orangutan Sumatera.
“Saatnya bersuara menentang aksi perusakan hutan gambut Babahrot yang lebih luas. Kami sedang coba ingatkan melalui media supaya ada respon dari pemerintah,” kata Yusuf.
Hingga saat ini Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Abdya, Firmansyah, belum bersuara soal tersebut. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved