Hanya kebangsaan yang menyatukan Indonesia. Tak ada yang lain. Jika rasa kebangsaan itu mati, jatidiri bangsa dan negara Indonesia akan hancur. Kebangsaan Indonesia-lah yang menyatukan ratusan etnik, suku dan komunitas, penganut beberapa agama, yang hidup di atas ribuan pulau Tanah Air ini.
Demikian sekelumit paparan yang disampaikan Romo Franz Magnis-Suseno SJ, dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan Partai Golkar, di Jakarta, kemarin.
Dalam paparan yang bertajuk "Indonesia dan Nasionalismenya” itu, rohaniwan dan cendikiawan sosial itu mengingatkan kembali peserta seminar akan pidato Ir Soekarno pada 1 Juni 1945 lalu.
Bung Karno, ujar Franz, telah menempatkan nasionalisme di urutan nomor satu dari deretan lima sila Pancasila. Hal itu didasarkan pada kesadaran satu bangsa yakni bangsa Indonesia. Dengan demikian, sambung dia, masyarakat yang sedemikian majemuk, hidup di kepulauan Nusantara ini, antara Asia dan Australia atau Oseania, bisa menjadi satu identitas. Indonesia.
"Tegasnya, bagi Bung Karno, nasionalisme adalah cinta sepenuh hati kepada Indonesia, dan rasa bangga bahwa kita orang Indonesia,”ujar dia.
Diterangkan Franz, nasionlalisme adalah suatu rasa persatuan di antara orang-orang yang sedemikian berbeda. Rasa itu terbangun dalam sebuah sejarah penderitaan karena penjajahan dan perjuangan untuk kebebasan bersama selama ratusan tahun.
Sekarang, setelah 65 tahun kemudian, kata Franz, banyak orang bertanya, “Apakah kebangsaan Indonesia masih berarti sesuatu bagi bangsa kita?”
Saat ini menjadi pertanyaan besar, apakah orang Indonesia masih dapat menggerakkan sesuatu dalam hati kita? Padahal, bagi Soekarno, ujar Franz, kebangsaan merupakan sila paling inti, paling berharga dalam Pancasila. “Hanya karena kebangsaan inilah, bangsa Indonesia ada.”
Selain Franz juga tampil antara lain cendekiawan muslim Azyumardi Azra (dengan makalahnya "Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Indonesia: Dinamika Hubungan Antar Masyarakat dan Negara"), Letjen TNI Pur Agus Widjojo (dengan makalah "Masalah Pertahanan dalam Era Nasionalisme Modern"), Ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI, Dr Valina Singka Subekti, MSi ("Aspek-aspek Perbaikan Sistem Politik Indonesia") dan Dr Pratikno dari UGM ("Memperdalam Demokrasi, Mengefektifkan Pemerintahan").
© Copyright 2024, All Rights Reserved