Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan warga Bidara Cina, Jakarta Timur terkait lokasi inlet sodetan Kali Ciliwung. Putusan PTUN tersebut membatalkan SK Gubernur Nomor 2779/2015 tentang Perubahan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 81/2014 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Inlet Sudetan Kali Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur yang diteken Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Panitera pengganti PTUN, Eni Nuraeni, membenarkan kemenangan warga Bidara Cina atas gugatan tersebut. "Ya pada sidang Senin (25/04) kemarin, hasil amar putusannya majelis hakim mengabulkan seluruh gugatan warga Bidara Cina," ujar Eni kepada pers, Rabu (27/04).
Seperti diketahui, warga Bidara Cina mengajukan gugatan dengan nomor 59/G/2016/PTUN-JKT. Gugatan tersebut terkait dengan penetapan lokasi sodetan Kali Ciliwung yang berubah dari ketentuan sebelumnya tanpa dilakukan sosialisasi kepada warga.
Ada beberapa poin gugatan yang dilayangkan warga Bidara Cina itu melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra. Poin pertama adalah penerbitan SK dilakukan tanpa konsultasi publik sehingga dinilai merugikan warga yang terdampak.
Poin kedua, tidak adanya informasi mengenai perubahan SK ini. Gubernur juga tidak mengumumkan baik secara langsung di lokasi atau media mana pun, mengenai peta lokasi pembangunan sebagaimana disebutkan dalam SK.
Perubahan luas inlet, dari 6.095,94 meter persegi menjadi 10.357 meter persegi berikut batas-batasnya, juga tidak dijelaskan kepada warga Bidara Cina.
Dalam pembacaan putusan di PTUN Jakarta, majelis hakim memenangkan warga Bidara Cina karena menganggap SK Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait penetapan lokasi untuk pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur telah melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.
Dengan dimenangkannya warga Bidara Cina, maka SK Nomor 2779/2015 harus dibatalkan. SK tersebut juga dinyatakan tidak berlaku lagi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga harus membayarkan biaya perkara pengadilan.
Meski kalah di PTUN, Ahok mengatakan, sodetan Ciliwung-Kanal Banjir Timur (KBT) tetap berlanjut.
Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Yayan Yuhanah mengatakan, pihaknya akan mengajukan langkah hukum lanjutan terkait putusan PTUN Jakarta tersebut. Ia menjelaskan, akan memperkuat bukti-bukti soal perkara yang dihadapi Pemprov DKI. “Yang jelas, kita memperkuat bukti-bukti terkait gugatan, kita perkuat data-data," kata Yayan kepada pers, Kamis (28/04).
Yayan yang dilantik pada Januari lalu itu mengakui bahwa Ahok menempatkannya di kursi Kepala Biro Hukum agar Pemprov DKI tak kalah lagi di pengadilan.
Kini Yayan menyatakan tengah berusaha merapikan jalinan-jalinan legal yang bisa menyandung Pemprov sendiri. Misalnya, agar tak digugat di PTUN, Biro hukum kini lebih memastikan tahapan administrasinya benar-benar rapat tanpa celah.
Yayan mengatakan, gugatan sekelompok warga Bidara Cina terhadap pemprov tersebut merupakan kasus biasa. “Hanya saja, karena kuasa hukumnya Pak Yusril saja makanya ini menjadi ramai," ujar dia.
Yayan menyebut, Ahok juga dinyatakannya tak marah mendengar kabar kekalahan di pengadilan tersebut. "Enggak lah (Ahok marah). Ini kan biasa, kecil, enggak terlalu urgent," kata Yayan.
Revisi lokasi pembangunan sodetan itu bisa dilakukan bila Pemerintah Pusat menginstruksikannya. Soalnya, pembangunan sodetan itu adalah proyek Kementerian Pekerjaan Umum melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC).
"Kita mah enggak masalah. Itu kan cuma sodetan. Kalau kita kecilkan lagi (wilayah yang terkena sodetan) juga enggak apa-apa. Itu kan BBWSCC yang minta, Kementerian PU yang menetapkan lokasi. Kalau memang kita diminta oleh BBSC untuk direvisi lagi, ya kita revisi lagi," kata Yayan.
Pemerintah Pusat, dalam hal proyek sodetan Ciliwung, bertindak menentukan luas wilayah yang dibutuhkan sampai mengeruk lokasi. Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bertugas menetapkan lokasinya, membebaskan lahan, dan membayar ganti rugi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved