Tak hanya Tuna dan Cakalang, saat ini, 163 produk kelautan dan perikanan termasuk olahan rumput laut, telah memiliki standar nasional Indonesia (SNI) pangan yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Jumlah itu akan terus ditambah.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Prabowo kepada politikindonesia.com disela-sela Rapat Komite Nasional Codex Indonesia di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (22/02).
Ia mengatakan, KKP terus berupaya menjamin perlindungan masyarakat, khususnya keamanan dan mutu produk perikanan dan perikanan untuk meningkatkan daya saingnya di pasar dunia. Selain itu, produk perikanan dan kelautan yang masuk, juga memenuhi persyaratan Indonesia.
Nilanto menyebut, untuk menguatkan standarisasi di tingkat hulu dan hilir, KKP juga melakukan perumusan 69 SNl di sektor penangkapan ikan dan 301 SNI utnuk pembudidayaan ikan. Bukan itu saja, KKP juga merumuskan SNI untuk 40 produk kelautan.
Nilanto menyebut, seiring dengan perkembangan iptek dan tuntutan buyer serta konsumen perikanan, KKP akan terus meningkatkan jumlah SNI tersebut.
“SNI tersebut digunakan sebagai perangkat dalam memberikan persyaratan jaminan atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkan pelaku usaha. Karena penerapan SNI merupakan bukti jaminan suatu produk memenuhi persyaratan standar atau spesifikasi persyaratan mutu dan keamanan yang ditetapkan,” ujarnya.
Selain penerapan SNI, lanjut Nilanto, pihaknya juga mengacu pada Codex Alimentarius (forum FAO dan WHO yang merumuskan standar pangan). Sehingga dapat meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar domestik, memperlancar perdagangan internasional serta memproteksi produk yang meragukan kualitasnya namun membanjiri pasar.
“Kita sudah terlibat aktif dalam penyusunan dalam perumusan dan penyusunan standar Codex, maka prinsip-prinsip yang dimiliki Codex Alumentarius sebaiknya menjadi acuan dalam operasionalisasi Codex Indonesia. Sehingga produk Indonesia bisa mudah diterima di masyarakat internasional dan bisa menjadi tuan rumah di ngeri sendiri,” ungkapnya.
Menurutnya, standar Codex disusun berdasarkan prinsip ilmiah. Sehingga peraturan dan kebijakan yang dihasilkan oleh sidang-sidang Codex internasional akan sangat mempengaruhi standarisasi yang mencakup kepentingan internasional, terkait perdagangan maupun perlindungan kesehatan konsumen. Karena standar codex berkontribusi menjamin kesehatan manusia dalam hal penyediaan pangan yang aman seta menurunkan hambatan perdagangan dan proteksionisme.
“Keputusan yang dihasilkan forum Codex internasional akan menguntungkan Indonesia, terkait akses perdagangan pangan maupun persyaratan produk impor. Sebab forum ini dibentuk untuk melindungi kesehatan konsumen, menjamin praktik yang jujur dalam perdagangan pangan internasional, serta mempromosikan koordinasi pekerjaan standardisasi pangan yang dilakukan oleh organisasi internasional lain,” paparnya.
Disayangkan, tambahnya, dengan sumber daya ikan dan produk perikanan tangkap yang melimpah, bukan berarti mengabaikan mutu dan pengamannya. Justru, dengan adanya upaya pemberantasan illegal fishing produk ikan yang ditangkap memiliki mutu yang baik dan aman untuk dikonsumsi. Sehingga diperlukan cara penanganan dan pengolahan yang baik dengan memperhatikan standar sanitasi higiene di sepanjang rantai produksi.
“Untuk itu, kami terus mendorong para pelaku usaha perikanan, mulai dari hulu ke hilir (nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar) untuk memperhatikan mutu produk dengan pembinaan dan penerapan standar. Selain itu, mereka juga harus memberikan fasilitas penyediaan sarana prasarana rantai dingin dan pengolahan di sentra-sentra perikanan utamanya di pulau terluar Indonesia,” tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved