Rencana Partai Golkar mengganti pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menuai penolakan. Mahyudin menolak hasil rapat pleno Partai Golkar yang memutuskan pergantian dirinya dengan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.
Menurut Mahyudin, pergantian dirinya dari jabatan Wakil Ketua MPR tidak memiliki dasar. Pergantian tersebut melanggar UU MD3.
“Dalam UU MD3 itu, pimpinan MPR bisa diganti kalau dia mengundurkan diri, meninggal dunia, atau berhalangan tetap," ujar Mahyudin di kompleks DPR, Jakarta, Senin (19/03).
Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Pimpinan MPR hanya bisa diberhentikan dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri atau diberhentikan.
Mahyudin menegaskan, tidak akan mengundurkan diri dari jabatannya tersebut. “Saya tidak ada agenda mengundurkan diri,” ujar dia.
Mahyudin mengatakan, hjika DPP Golkar memaksakan pergantian itu, ia pun tak segan memprosesnya secara hukum.
Mahyudin percaya, pimpinan MPR saat ini tidak akan menindak lanjuti upaya pergantiannya tersebut. “Saya kira pimpinan MPR akan taat asas dan taat hukum dan UU. Saya sangat percaya di MPR tidak melanggar UU. Tidak akan ditindaklanjuti," ujar dia.
Mahyudin menilai, tak ada alasan genting terkait pergantiannya. Ia menyebut, pencopotan ini hanya persoalan perbedaan pandangan politik antara dirinya dengan Ketum Golkar Airlangga Hartarto.
“Mungkin karena saya ada perbedaan gaya politik dengan ketua umum. Bisa jadi ini karena masalah suka dan tidak suka," ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved