Langkah Suyud dan Liem Dat Kui menguji Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, sepertinya tak berjalan mulus. Melalui kuasa hukumnya, Farhat Abbas, keduanya meminta agar perjudian dapat dilegalkan di Indonesia. Alasannya, perjudian dapat mendatangkan pendapatan negara dan menciptakan pekerjaan bagi masyarakat.
Latar belakang pemohon mengajukan uji materi ini juga karena menganggap UU tersebut dijadikan sarana pemerasan oleh aparat penegak hukum. Lantas, apa dengan begitu judi harus dilegalkan?
Mereka mengajukan gugatan agar Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon dengan menguji pasal 303 ayat (1), (2), dan (3), pasal 303 ayat (1), (2) KUHP dan pasal 1, pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5 UU No.7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian yang dinilainya membatasi hak asasi.
Namun, upaya itu terganjal di Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya, seperti dikatakan Hakim MK Hamdan Zoelva, konstruksi pengajuan permohonan uji UU perjudian masih lemah. Maka itu, hakim meminta pemohon memperkuat dan memperjelas konstruksi permohonan. "Karena dalam permohonan masih belum secara jelas diuraikan konstitusionalnya. Judi itu pasal-pasal pidana, belum jelas betul konstitusionalnya," kata Hamdan.
Sehingga, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, majelis hakim yang diketuai Hamdan menyarankan agar konstruksi permohonan diperjelas. "Konstruksi konstitusionalnya masih lemah," kata mantan politisi Partai Bulan Bintang ini.
Sekadar informasi, Suyud merupakan pedagang sayur tradisional yang pernah ditangkap karena kedapatan berjudi. Sedangkan Liem Dat Kui, seorang warga Tionghoa yang menilai judi bagian dari budaya.
Hadangan bukan hanya datang dari MK. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tegas menyatakan, judi adalah haram. Dan itu harga mati. "Judi dilihat dari agama itu sudah mutlak haramnya. Tidak ada toleransi," kata Ketua MUI Ma'ruf Amin.
Menurut dia, semua ulama dengan serentak menyatakan menolak judi. dalam kondisi darurat sekalipun, kegiatan perjudian tidak bisa ditolerir menjadi halal. "Judi itu diharamkan secara syara' dan undang-undang. Karena itu, permohonan satu-dua orang seperti itu sebaiknya ditolak," ujar dia.
Permohonan yang hanya berasal dari satu-dua orang itu, kata Ma'ruf, bisa merusak bangsa. Kepentingan masyarakat lain harus lebih diutamakan. "Haram, harga mati," cetus dia. Ma'ruf juga tidak setuju bila dalam pertimbangan permohonan itu disebutkan judi sebagai salah satu tradisi etnis atau suku tertentu. Karena kegiatan perjudian itu lebih banyak menimbulkan mudaratnya daripada manfaatnya. "Tradisi judi itu sangat tidak masuk akal. Tidak semua tradisi bisa ditolerir," tegas dia.
MUI pun menyayangkan dalih yang digunakan si pemohon, salah satunya bahwa judi bisa memberi andil pembangunan kota. "Sumber dana pembangunan kota yang lainnya masih banyak dan tidak menimbulkan dampak," kata Ma'ruf Amin.
Ma'ruf mempertegas, perjudian itu sudah terang-terangan dilarang. Karena pada kenyataannya, perjudian justru membuat orang menjadi malas. Dan yang kalah tambah tersiksa. "Jadi tidak sesuai dengan keinginan masyarakat kita untuk memajukan bangsa dengan semangat kompetitif," ujarnya lagi.
Tidak hanya itu, dampak perjudian juga bisa menghancurkan masyarakat. Dia khawatir, bila sumber dana pembangunan berasal dari judi maka yang terjadi justru dampak buruk. "Kalau ini dampak kerusakannya lebih besar. Menghancurkan masyarakat. Ada yang cari wangsit. Jadi jiwanya rusak, hartanya, juga anaknya. Semuanya merugikan," ujar dia.
Argumen Farhat
Farhat menjelaskan, dalam pasal 303 KUHP, perjudian dilarang namun dizinkan apabila ada izin dari penguasa. Untuk itu Farhat mengatakan agar perjudian sebaiknya dilegalkan saja. Karena dijadilan sarana pemerasan oleh aparat. "Kalau UU perjudian ini kan memang dilarang tapi boleh kalau ada izin penguasa, berarti kalau ada izin penguasa tidak haram. Kalau memang buat umat Islam dilarang, ya, buat umat Islam saja dilarang," jelas Farhat.
Farhat menyebutkan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan alat uji. Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), pasal 28C ayat (2), pasal 28D ayat (1), pasal 28E ayat (1), pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1) dan (3), pasal 28I ayat (3).
Namun argumen Farhat itu langsung dimentahkan Wakil Ketua Komisi III Fahri Hamzah. Dia justru mempertanyakan langkah Farhat yang meminta judi dilegalkan dengan mengajukan uji materi pasal 303 dan 303 bis KUHP dan UU No 7/1974 tentang Penertiban Perjudian."Kalau UU mau di-judicial review pakai (alat uji UUD 1945) pasal apa?
Membatalkan kan harus ada pasalnya. Lha kalau pelarangan judi pakai pasal apa? Kok tidak jelas," jelas Fahri. "Setahu saya UU judi ini tidak ada pasal (dalam UUD 1945) yang berhubungan, jadi agak sulit," jelas politisi PKS ini.
Namun bukan pasal yang dijadikan alat uji yang menjadi masalah. Namun apakah sudah waktunya judi dilegalkan? Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam (FU) Muhammad Al Khattat menolak gagasan untuk melegalkan praktik perjudian. "Tidak ada satu pun alasan yang dapat dipakai untuk melegalkan dan membenarkan praktik perjudian," ujarnya.
Al Khattat mengatakan, praktik perjudian dari segi agama haram hukumnya. Dari segi sosial pun, perjudian dapat merusak masyarakat. Sedangkan dari segi ekonomi, perjudian membuat orang malas bekerja. "Pemerintah wajib melindungi masyarakat dari kerusakan yang diakibatkan oleh perjudian dan minuman keras. Karenanya, pemerintah wajib menolak keinginan pihak-pihak untuk melegalkan perjudian.
Pasal Perjudian Apalagi, aturan hukumnya sendiri sudah sangatlah jelas. Menurut KUHP Pasal 303 ayat (3), perjudian itu dinyatakan sebagai berikut, "Main judi berarti tiap-tiap permainan yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau penghargaan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan bermain. Yang terhitung masuk main judi ialah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain”.
Di dalam KUHP Pasal 303 juga disebutkan, (1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah dihukum barang siapa dengan tidak berhak, ke-1, Menuntut pencarian dengan jalan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk main judi atau sengaja turut campur dalam perusahaan main judi. ke-2, Sengaja mengadakan atau memberi kesempatan untuk main judi kepada umum, atau sengaja turut campur dalam perusahaan untuk itu, biarpun ada atau tidak ada perjanjiannya atau caranya apa juga pun untuk memakai kesempatan itu. ke-3, Turut main judi sebagai pencaharian. (2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dapat ia dipecat dari jabatannya itu.
Dengan begitu, bermain judi secara resmi atau secara hukum dianggap sebagai tindak pidana sebagai kejahatan. Dan jika ada individu yang bekerja dianggap bersalah sebab ia melakukan perjudian, yang dianggap sebagai kejahatan maka hak melakukan pekerjaan tadi bisa dicabut.
Di dalam penjelasan Pasal 303 ayat (2) KUHP juga dinyatakan, mengadakan atau memberi kesempatan main judi sebagai pencaharian, jadi seorang bandar atau orang lain yang sebagai pencaharian. Jadi seorang bandar atau orang lain yang sebagai perusahaan membuka perjudian. Orang yang turut campur dalam hal ini juga dihukum.
© Copyright 2024, All Rights Reserved