Untung Sastrawijaya selaku Direktur Utama PT Royal Standar membantah dirinya telah menyuap KPU terkait korupsi segel surat suara Pemilu 2004. Menurut Untung, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak mendasar.
"Hal ini tidak mendasar karena keterangan Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin adalah keterangan saksi sendiri yang ditulis di secarik kertas tanpa ada bukti yang menguatkan penerimaan atau pun pemberian uang tersebut," jelas Untung saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Selasa (5/9).
Selain itu Untung juga menolak jika barang yang diproduksi oleh perusahaannya dikatakan tidak sesuai dengan isi kontrak. "Spesifikasi hasil produksi PT Royal Standar telah sesuai dengan SK KPU 34/2004 tentang alat dan kelengkapan pemilu untuk pilpres I," kata Untung berapi-api. Hal ini karena berdasarkan audit investigasi terhadap KPU oleh BPK, lebih jauh Untung menjelaskan, tidak ditemukan penyimpangan atau kerugian negara dalam kasus segel surat suara.
"Kalau ada pemborosan di biaya pengiriman pada Pilpres I dan Pilpres II adalah kesalahan konsultan dalam menghitung," ungkap Untung lebih jauh. Karena itu, Untung meminta majelis Tipikor memutuskan secara adil dan membebaskan dirinya dari segala tuntutan.
Ketua majelis hakim Masrudin Chaniago memutuskan akan melanjutkan sidang pada 6 September 2006 dengan agenda pembacaan replik dari JPU. JPU pada 29 Agustus 2006 menuntut Untung 10 tahun 6 bulan. Untung juga dituntut membayar denda Rp 500 juta dan uang ganti rugi sebesar Rp 3,54 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved