Gugatan pengurus pusat Ikatan Hakim Indonesia (PP Ikahi) terhadap kewenangan Komisi Yudisial (KY) turut menyeleksi hakim dinilai sebagai langkah mundur cetak biru pembaruan peradilan 2010-2035. Padahal aturan itu dirancang oleh Mahkamah Agung (MA) untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga peradilan.
Setidaknya demikian pendapat yang dikemukakan oleh Hakim Agung, Gayus Lumbuun, kepada pers, di Jakarta, Senin (13/04) pagi. Gayus menjelaskan, MA memiliki visi dan misi menuju sebuah peradilan yang agung. Untuk menjadikan visi dan misi itu menjadi kenyataan, MA membuat sebuah cetak biru yang dirancang untuk waktu yang panjang dalam 25 tahun.
“Cetak biru itu untuk mewujudkan cita-cita badan peradilan Indonesia menjadi kepercayaan dan harapan masyarakat guna mendapatkan keadilan secara utuh melalui dokumen perencanaan yang tetap harus dijalankan, walaupun pimpinan lembaga MA bisa berganti,” ujar dia.
Cetak biru tersebut, pada Bab V tentang Penguatan Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana dirumuskan ketentuan berkaitan dengan rekrutmen hakim. Cetak biru tentang rekrutmen hakim tersebut, selaras dengan perintah Undang-Undang No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa rekrutmen hakim dilaksanakan bersama KY.
Untuk menindaklanjuti hal ini, sambung Gayus, MA mempersiapkan diri dengan baik dengan membentuk tim bersama rekrutmen yang kredibel. Atas dasar itu, Gayus berpendapat, gugatan uji materi terhadap beberapa undang-undang yang mengatur tentang proses seleksi hakim yang dilakukan MA bersama KY, akan menjadi langkah mundur yang dilakukan oleh PP Ikahi. “Gugatan uji materi itu juga bertentangan dengan cetak biru MA sebagai rencana pembaruan peradilan oleh MA,” ucapnya.
Gayus berharap uji materi tersebut ditarik kembali untuk dipikirkan lebih mendalam. “Mengingat cetak biru MA tersebut sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan undang-undang lainnya yang mengatur hal yang sama,” tandas Gayus.
© Copyright 2024, All Rights Reserved