Tim kuasa hukum dari mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung mencabut gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim pengacara beralasan mereka akan melakukan perbaikan permohonan sebelum mendaftarkan kembali gugatan itu.
Pencabutan gugatan itu dikabulkan hakim tunggal Rusdiyanto Loleh yang memimpin sidang praperadilan tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/05).
“Menetapkan, menyatakan mencabut perkara pidana praperadilan dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung melawan KPK selaku termohon," ujar hakim Rusdiyanto.
Permohonan praperadilan tersebut diajukan ke PN Jakarta Selatan pada tanggal 3 Mei 2017 lalu. Pada tanggal 10 Mei, PN menerima surat dari tim pengacara tertanggal 8 Mei 2017 yang isinya perihal penarikan atau pencabutan praperadilan.
“Terkait dengan hal itu, kami bermaksud melakukan penarikan atau pencabutan praperadilan pada tanggal hari ini untuk kepentingan perbaikan. Segera setelah perbaikan dilakukan, kami akan mendaftarkan lagi permohonan praperadilan untuk kepentingan klien kami," ujar Rusdiyanto membacakan alasan pencabutan permohonan.
Usai sidang, anggota tim pengacara Syafruddin, Muhammad Ridwan, mengatakan pencabutan dilakukan untuk penyempurnaan permohonan. Penyempurnaan dilakukan untuk melengkapi data dari keterangan dan bukti-bukti terkait perkara yang disangkakan kepada Syafruddin.
“Alasannya (perbaikan permohonan) kita lakukan karena ada informasi baru terkait kewenangan dan alat bukti. KPK tidak punya alat bukti," kata Ridwan.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka dalam kasus penerbitan SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
Syafruddin diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul. Akibatnya, keuangan negara ditaksir menderita kerugian hingga Rp 3,7 triliun.
Syafruddin dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
© Copyright 2024, All Rights Reserved