Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) sekaligus pakar koperasi, Suroto, mengatakan, gagasannya soal pengkoperasian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dipelintir oleh Menteri BUMN Erick Thohir seakan-akan menjadi agenda pembubaran BUMN.
Suroto mengaku dirinya merasa di-bully usai melontarkan gagasannya tersebut.
Ide pengkoperasian BUMN atau perubahan dari badan hukum BUMN Perseroan ke badan koperasi yang dilontarkan Suroto menuai kontroversi.
"Ide yang saya sampaikan dipelintir oleh Menteri BUMN seakan ide sebagai pembubaran BUMN," kata Suroto dalam keterangannya dikutip, Sabtu (9/2/2024).
Padahal, kata Suroto, justru yang telah melakukan pembubaran BUMN secara riil itu adalah Erick Thohir sebagai Menteri BUMN.
Suroto mengatakan, sejak tahun 2019, ketika Erick Thohir menjabat, ada 191 perusahaan BUMN. Namun per Oktober 2023 telah terjadi pembubaran 126 BUMN, baik itu melalui mekanisme aksi korporasi dengan pengalihan aset, dijual jadi milik swasta dan lain sebagainya.
“Jadi sesungguhnya Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir yang riil melakukan pembubaran BUMN,” kata Suroto.
Menurut Suroto, pengkoperasian BUMN atau konversi BUMN badan hukum perseroan menjadi badan hukum koperasi bertujuan agar rakyat Indonesia memiliki saham riil atas perusahaan BUMN.
“Bukan hanya kepemilikan seakan-akan atau kepemilikan ilutif seperti yang rakyat Indonesia rasakan saat ini," kata Suroto.
Menurut Suroto, pengkoperasian BUMN maksudnya agar rakyat dapat turut mengendalikan seluruh perusahaan BUMN secara demokratis, mendapat manfaat dari aktivitas perusahaan BUMN, juga bagian keuntungan yang dihasilkan.
"Bukan kepemilikan fiksi, ilutif,” ujar Suroto.
Suroto yang juga CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR) ini menilai perubahan yang dilakukan bermaksud mengembalikan kedaulatan atas aset strategis BUMN ke tangan rakyat.
“Jadi bukan di bawah keputusan mutlak Presiden dan Menteri BUMN seperti saat ini. Maksudnya agar rakyat tidak jadi obyek komersialisasi dan komodifikasi layanan BUMN lagi,” kata Suroto.
Menurut Suroto, dengan kepemilikan rakyat langsung maka rakyat tidak boleh lagi jadi korban penggusuran tanah oleh Persero BUMN.
“BUMN tidak boleh lagi melakukan bisnis yang merugikan rakyat seperti merusak lingkungan, memiskinkan rakyat di daerah-daerah tambang milik perusahaan BUMN," kata Suroto.
Suroto mengatakan, penentuan harga atau tarif perusahaan BUMN seperti harga BBM, dan tarif listrik tidak dapat lagi ditentukan semena-mena oleh presiden atau menteri.
Penulis buku “Koperasi Lawan Tanding Kapitalisme” ini menegaskan, pengkoperasian BUMN itu dimaksudkan agar presiden dan menteri tidak bisa lagi mengangkat komisaris dan direksi tanpa basis kompetensi yang mumpuni.
“Tidak bisa lagi membuat kebijakan gaji dengan kesenjangan yang tinggi seperti saat ini. Sebut saja misalnya gaji OB di Bank BRI yang hanya sebatas UMR Jakarta sebesar Rp60 juta per tahun tapi gaji dan bonus direkturnya hingga Rp30 miliar per tahun. Perbandingannya 500 kali lipat,” ungkap dia.
Suroto mengatakan, pengkoperasian BUMN adalah untuk tujuan menciptakan keadilan, mempraktikkan ekonomi gotong royong bukan hanya dalam pidato namun dalam tindakan riil. Membuat rakyat sebagai majikan dan komisaris dan direksi itu sebagai pelayan.
“Ketika BUMN berada di tangan rakyat dengan sistem badan hukum koperasi maka usaha usaha BUMN juga akhirnya tidak lagi bersaing atau menghabisi usaha milik rakyat," kata Suroto.
Suroto mengatakan, usaha-usaha BUMN akhirnya justru diharapkan akan bersifat subsidiaritatif atau memberikan penguatan terhadap berkembangnya usaha pribadi rakyat. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved