Sejumlah partai politik (parpol) sepertinya sudah menyiapkan sejumlah jagoannya untuk ikut bertarung di pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 mendatang. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada parpol yang secara resmi mengumumkan nama calon gubernur (cagub) yang akan mereka usung.
Pemilihan gubernur DKI Jakarta, akan berlangsung Februari 2017 mendatang. Dengan rentang waktu yang tersisa, seharusnya, parpol seharusnya sudah mengumumkan calon yang akan mereka usung saat ini, untuk memberi kesempatan bagi masyarakat untuk menimang kelebihan dan kekurangan para calon. “Kita tidak ingin muncul calon tunggal," ujar pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro kepada politikindonesia.com di Gedung DPR RI, Jakarta, akhir pekan lalu.
Dijelaskan, warga Jakarta saat ini sedang menanti calon pemimpin yang memiliki komitmen, yang benar-benar mau memperbaiki Jakarta.
Siti menilai, saat ini adalah momentum yang tepat bagi Parpol untuk menghadirkan calon. Tak perlu menunggu waktu 2 atau 3 bulan sebelum pencoblosan.
"Seharusnya, setahun itu para calon sudah berniat untuk jadi gubernur dan siap memajukan Jakarta. Sebab, masyarakat membutuhkan calom yang bersungguh-sungguh. Bukan calon yang hanya mampu mengobral janji manis untuk Jakarta dan masyarakatnya," papar perempuan yang akrab disapa Wiwik ini.
Kepada Elva Setyaningrum, Alumnus Curtin University, Perth, Australia menjelaskan kesiapan menjelang Pilkada DKI 2017 mendatang. Pakar otonomi daerah ini membeberkan alasan Pilkada DKI masih sepi. Peneliti bidang politik ini tidak membantah adanya dugaan transaksional pada parpol yang belum memunculkan calonnya. Perempuan kelahiran Blitar, Jawa Timur, 7 November 1968 ini mengungkapkan peta pertarungan politik dalam Pilkada DKI 2017 mendatang. Berikut wawancaranya.
Seperti apa kesiapan Parpol jelang Pilkada DKI 2017 mendatang?
Secara umum, harus diakui banyak parpol yang terkesan belum siap. Tinggal 1 tahun lagi pilgub digelar, namun parpol belum mengumumkan kandidat bakal calon yang akan mereka usung. Kemungkinan parpol menahan diri karena muncul calon yang sangat kuat dan dipastikan akan memenangi pilkada.
Jika hal ini berlanjut, peluang munculnya pasangan calon tunggal dalam pilkada DKI bisa terjadi.
Kalau itu terjadi, peluang kontestasi dalam pilkada menjadi sirna. Pilkada DKI bakal miskin animo, atau antusiasme masyarakat. Asumsinya, kontestasi tak diperlukan lagi ketika muncul calon yang sangat kuat dan dipastikan akan memenangi pilkada.
Tinggal setahun, tapi pilkada DKI masih terasa sepi?
Sepinya parpol menjelang pilkada disebabkan sosialisasi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 dirasa belum cukup. Bahkan, dampak pilkada sebelumnya juga menjadikan pilkada DKI sepi. Penyebab kesenyapan lainnya, KPU membuat peraturan-peraturan terkait dengan pilkada serentak yang acap kali menimbulkan keberatan dari DPR atau parpol dan juga kebingungan masyarakat.
Ada kecurigaan, transaksional parpol penyebab belum munculnya calon Gubernur?
Kayaknya transaksional belum reda, mahar politik juga belum hilang. Pilkada tidak bisa lepas dari hal itu. Lihat saja mengalaman Pilkada 2015.
Tapi yang jelas, untuk menjadi calon di DKI Jakarta nilai traksaksionalnya tidak murah. Sebab peredaran uang dalam Pilkada pengaruhnya cukup signifikan terhadap animo dan antusiasme parpol dan masyarakat lokal. Ini menunjukkan uang masih memegang peran besar dalam pilkada.
Bagaimana peta pertarungan politik pada Pilkada DKI pada 2017 mendatang?
Pertarungan politik pada Pilkada DKI Jakarta belum dapat terlihat dengan jelas. Koalisi politik pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 pun tidak mungkin akan terulang. Akan tetapi, sejauh ini saya melihat pertarungan masih sehat, karena setiap parpol masih mencoba mencari lawan yang seimbang. Yang penting, jangan sampai muncul calon tunggal. Oleh sebab itu, saya mengingatkan kepada semua calon yang akan bertarung untuk menghindari politik uang, baik kepada pemilih atau kepada partai yang akan mengusung.
Bagaimana peran parpol dalam pilkada DKI 2017?
Harus diakui, peran parpol dalam pilkada makin tergerus, kecil. Parpol pengusung dipandang tidak akan memiliki pengaruh besar dalam pilkada. Contohnya seperti pilkada DKI 2012, yang saat itu pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ahok yang diusung oleh PDIP dan Gerindra berhasil mengalahkan saingan terberatnya, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang didukung oleh 7 parpol.
Padahal, kalau melihat komposisi parpol pendukung saat Pilgub DKI 2012, harusnya pasangan Jokowi-Ahok kalah. Tapi mereka bisa menang karena faktor personal yang dimiliki mereka.
Artinya, masyarakat akan menjatuhkan pilihannya berdasarkan karakter personal dibanding keberadaan parpol di belakang calon gubernur atau mobilisasi yang dilakukan parpol.
Saat ini, petahanya Gubernur DKI dinilai paling berpeluang terpilih lagi di 2017, pendapat anda?
Peluang Gubernur Ahok untuk maju dan memenangi Pilkada serentak 2017 mendatang masih terbuka lebar. Besarnya kemungkinan Ahok akan maju bersaing dalam Pilkada serentak 2017 melalui jalur independen. Feeling saya, Ahok akan tetap maju ke Pilkada serentak 2017 melalui jalur independen.
Saya yakin, dia bisa mengumpulkan persyaratan satu juta KTP untuk maju sebagai calon non-parpol. Masalahnya sekarang, bisa menang atau tidak Ahok?
© Copyright 2024, All Rights Reserved