Program Kartu Jakarta Sehat (KJS) sempat digadang-gadangkan sebagai miniatur dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sukses tidaknya program ini, dianggap akan menjadi barometer dari pelaksanaan BPJS Kesehatan pada 1 Januari mendatang. Dalam perjalanannya, program KJS menemui persoalan. Sebanyak 16 rumah sakit swasta memutuskan untuk mengakhiri kerjasama dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam sistem pelayanan kesehatan tersebut.
Mundurnya sejumlah rumah sakit swasta ini mengagetkan banyak pihak. Akan tetapi, banyak juga yang sudah menduga hal itu akan terjadi. Salah satunya adalah Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nova Riyanti Yusuf. “Terus terang, saya tidak kaget, sudah diprediksi persoalan ini akan muncul,” ujar politisi perempuan dari Partai Demokrat itu kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/05).
Dokter Jiwa yang akrab dipanggil Noriyu mengatakan, sejak awal, sejumlah rumah sakit memang telah memprotes program ini. Karena, rumah sakit merasa dirugikan oleh sistem pembayaran klaim dari KJS. Tapi, ia tidak menyangka kalau rumah sakit tersebut berani menyatakan mundur.
Noriyu mengatakan, Joko Widodo (Jokowi) selaku Gubernur DKI dan penanggungjawab serta penggagas program KJS ini harus menerima dengan lapang dada (legowo) karena program ini belum bisa dianggap siap sepenuhnya. Banyak yang harus dipersiapkan, terutama sosialisasi pada masyarakat.
“Sebuah kebijakan memang tidak bisa ujuk-ujuk, seperti KJS diluncurkan tanpa sosialisasi ke masyarakat. Bahkan diluncurkan tanpa MoU dari rumah sakit yang bersangkutan," ujar perempuan kelahiran Palu, Sulawesi Tengah, 27 November 1977 ini.
Kepada Elva Setyaningrum, lulusan Program Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) tahun 2009 ini mengemukakan pandangannya terhadap terhadap perbaikan dari program KJS. Ia menilai, KJS dapat menjadi exercise bagi rencana penerapan BPJS Kesehatan pada awal tahun depan. Berikut wawancaranya.
Ada 16 rumah sakit swasta yang menyatakan keluar dari program KJS, bagaimana anda melihat ini?
Saya menilai sikap yang diambil oleh 16 rumah sakit swasta tersebut wajar, karena mereka kan bukan rumah sakit pemerintah. Walaupun pada awalnya rumah sakit tersebut setuju ikut mendukung program KJS, namun pada saat proses berjalan mereka menemui persoalan. Meski mereka juga mengemban misi sosial, rumah sakit swasta itu cenderung profit oriented. Hak mereka untuk memutuskan kerjasama itu karena merasa dirugikan. Jadi wajar saja, jika mereka menarik diri.
Dalam pandangan Anda, apa penyebab rumah sakit swasta itu mundur?
Program KJS dirasakan mereka merugikan. Mereka menganggap nilai klaim yang diganti oleh Pemprov DKI terlalu kecil untuk per orangnya. Tentunya, rumah sakit swasta ingin mencari keuntungan. Dan itu sah saja menurut aturan.
Berdasarkan UU rumah sakit, setiap RS berhak untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain dan juga mendapatkan imbalan jasa atas pelayanan yang diberikannya. Dan sebagai RS swasta, sangat wajar apabila mereka memikirkan mengenai keuntungan, walaupun tidak boleh melupakan fungsi sosialnya dengan memberikan fasilitas pelayanan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Bagaimana anda melihat persoalan yang muncul dalam pelaksanaan program KJS ini?
Setiap permasalahan yang timbul dari program KJS sebaiknya dikaji secara seksama. Ini dapat menjadi bahan pembelajaran penting dalam persiapan pemerintah menuju beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Program KJS itu sering disebut sebagai miniatur dari pelaksanaan jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan yang akan dimulai pada tanggal 1 Januari 2014. Sehingga kekuatan dan kelemahan dari program KJS kurang-lebih merupakan gambaran dari kekuatan dan kelemahan dari program BPJS Kesehatan mendatang. Kita mesti melihat sikap 16 rumah sakit itu secara fair. Tidak bisa langsung menyalahkan mereka semata dengan menuding hanya memikirkan keuntungan semata.
Persoalan mendasar dalam sistem pembayaran klaim di KJS tersebut seperti apa?
Persoalan ini muncul karena adanya perubahan dalam sistem pembayaran klaim pasien rumah sakit yang dijamin oleh KJS. Sistem yang digunakan saat ini adalah Indonesia Case Based Group (INA-CBG) yang merupakan sistem pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK) berdasarkan pengelompokkan ciri klinis dan biaya perawatan yang sama. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita bersama. Karena, sistem INA-CBG ini nantinya juga akan digunakan oleh BPJS Kesehatan.
Saya menilai, saat ini sosialisasi kepada rumah sakit-rumah sakit calon providers BPJS Kesehatan belum terlalu gencar. Kalau ini dibiarkan tanpa sosialisasi yang masif, maka bisa jadi hanya sedikit rumah sakit swasta yang mau bekerjasama dengan BPJS Kesehatan nantinya. Program ini tidak akan berjalan dengan baik jika kita hanya bertumpu kepada rumah-rumah sakit milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kabarnya Anda sempat memprotes program KJS ini, mengapa?
Saya bukan menolak KJS. Tapi saya menganggap sikap pemprov DKI Jakarta terlalu terburu-buru. Sesuatu kebijakan yang tidak disosialisasikan terlebih dahulu pasti akan membuat kaget banyak pihak, terlebih ketika program itu diimplementasikan. Jadi maksud saya, ini reaksi wajar dari 16 rumah sakit itu. Mereka kan harus beroperasi. Kasihan juga. Saya pikir mereka pasti sudah nekat memilih mundur karena tidak ada pilihan lain. Mereka juga harus memperhitungkan biaya. Tidak mungkin mereka tetap beroperasi tapi harus mengurangi biaya prosedur operasional atau gaji dokter. Itu tidak mungkin.
Apa harapan Anda dengan program KJS ini?
Saya meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta lebih serius melakukan evaluasi terhadap program unggulan duet Jokowi-Ahok ini. Saya meminta Pemprov untuk sungguh-sungguh mengevaluasi kejadian ini dan segera memberikan jalan keluar yang terbaik bagi seluruh pihak.
Sedangkan bagi PT. Askes dan Kementerian Kesehatan hendaknya kejadian ini dapat dijadikan ajang pembelajaran yang baik agar tidak terulang lagi nanti ketika program BPJS Kesehatan resmi diluncurkan 1 Januari 2014 mendatang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved