Nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh terdakwa Miranda Swaray Goeltom dan penasehatnya ditolak oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Akan tetapi, putusan sela ini diwarnai disentting opinion (beda pendapat) yang diajukan oleh salah satu hakim anggota.
“Nota keberatan dari terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima sehingga perkara harus dilanjutkan,” ujar Ketua Majelis, Gusrizal membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (31/07).
Majelis berpendapat, sebagian nota keberatan Miranda sudah masuk materi pemeriksaan. Contohnya soal pengakuan Miranda yang tidak pernah diberitahu soal rencana pemberian travel cheque oleh Nunun Nurbaetie kepada anggota DPR.
“Terhadap nota keberatan terdakwa yang menyatakan tidak pernah diberitahu Nunun Nurbaetie, dalil tersebut sudah masuk dalam lingkup perkara,” ujar Gusrizal.
Mengenai daluwarsa dakwaan jaksa, sebagian besar hakim tidak sependapat dengan sanggahan kubu Miranda. Penyidikan kasus ini dimulai KPK sejak 4 anggota DPR, Dudhie Makmun Murod, Hamka Yandhu, Endin Soefihara dan Udju Djuhaeri dijadikan tersangka dan masuk sidang. “Sehingga dihitung belum lewat 6 tahun," ujar Gusrizal.
Akan tetapi, salah satu hakim anggota, Sofialdi, berpendapat lain. Menurut hakim ad hoc ini, hak penuntutan jaksa sudah gugur karena lewat masa waktu yang ditentukan. Sofialdi menilai, jaksa boleh mendakwa Miranda, asalkan menghilangkan pasal 13 UU Tipikor yang menjadi perdebatan. “Keberatan tim penasihat hukum termasuk materi sehingga keberatan a quo harus dinyatakan dapat diterima,” pendapat Sofialdi.
Kubu Miranda sendiri menjanjikan akan mengajukan perlawanan terhadap putusan sela ini. Terlebih setelah adanya dissenting opinion dari salah satu hakim. Sebelumnya, salah satu pasal yang digunakan untuk mendakwa Miranda adalah Pasal 13 UU Tipikor. Namun pasal itu dianggap sudah daluwarsa oleh tim kuasa hukum Miranda.
Alasannya, merujuk pada Pasal 78 ayat (1) butir ke-2 KUHP yang mengatur mengenai daluwarsa atau hilangnya hak untuk melakukan penuntutan. Bunyi pasal itu adalah 'kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan atau pidana penjara paling lama 3 tahun sesudah 6 tahun'.
Kubu Miranda menyatakan, Pasal 13 UU Tipikor memiliki ancaman hukuman paling lama 3 tahun, maka penerapan Pasal 13 UU Tipikor untuk perkara kasus suap kepada anggota DPR yang terjadi pada bulan Juni 2004, dianggap telah daluwarsa pada Juni 2010 yang lalu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved