Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri divonis dengan hukuman 5 tahun penjara. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Ricksy terbukti melakukan pidana korupsi dalam proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
"Menyatakan terdakwa Ricksy Prematuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Selasa malam (07/05).
Selain menjatuhkan hukuman penjara, majelis hakin juga menghukum Ricksy membayar denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Perusahaan Ricksy, PT GPI pun diwajibkan membayar uang pengganti US$3,089.
Hakim menyatakan, jka PT GPI tidak membayar paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya Ricksy disita.
Majelis hakim menyatakan, Ricksy terbukti bersalah melanggar hukum karena perusahaannya tidak mengantongi izin pekerjaan bioremediasi sebagaimana disyaratkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.
Hakim Sudharmawatiningsih menyatakan, terdakwa mengetahui PT GPI bukan perusahaan pengolahan limbah bioremediasi yang mendapat izin Kementerian Lingkungan Hidup tapi tetap melakukan pengerjaan pengolahan limbah.
Selain itu, pelaksanaan pekerjaan bioremediasi yang dilakukan PT GPI tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah. Proyek bioremediasi tahun 2006-20011 juga merugikan keuangan negara US$ 3,089 juta. Kerugian ini terjadi karena PT Chevron memperhitungkan biaya proyek bioremediasi dengan mekanisme cost recovery.
Majelis hakim tidak bulat dalam putusan terdakwa proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Ricksy Prematuri. Hakim anggota Sofialdi mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Dalam dissenting opinion yang dibacakan hakim anggota Alexander Marawata, Sofialdi menegaskan perusahaan Ricksy, PT Green Planet Indonesia tidak wajib mengantongi izin pengolahan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup. "Tidak ada keharusan bagi kontraktor yang mengerjakan bioremediasi," kata Sofialdi.
Selain itu PT GPI dinilai telah melaksanakan pekerjaan bioremediasi sesuai kontrak dengan PT Chevron. "Unsur melawan hukum tidak terbukti, Ricksy harus dibebaskan," kata Sofialdi.
Terkait pembayaran pekerjaan berdasarkan kontrak, Sofialdi menegaskan Ricksy tidak mengambil keuntungan yang tidak sah. "Keuntungan yang diterima Ricksy sudah sesuai dengan pekerjaannya. Penerimaan pembayaran kontrak adalah pembayaran yang wajar," kata hakim Sofialdi.
Ricksy menyatakan pikir-pikir atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim tipikor. Sedangkan jaksa penuntut menyatakan mengajukan banding.
© Copyright 2024, All Rights Reserved