Ekspor sarang burung walet Indonesia ke China menunjukan trend peningkatan. Sepanjang tahun 2017, total ekspornya mencapai 52 ton. Indonesia kini menguasai sekitar 70 persen pasar China, mengalahkan Malaysia dan Thailand.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan ekspor langsung sarang burung walet Indonesia ke China dibuka mulai tahun 2015. Sebelumnya, ekspor harus lewat negara ketiga, salah satunya Hongkong.
Pada tahun 2016, tercatat ekspor sarang burung walet Indonesia mencapai 23 ton dari 7 perusahaan terdaftar, dan pada tahun 2017 mencapai 52 ton dari 8 perusahaan terdaftar. Sedangkan, pada bulan Januari 2018, ada 7 perusahaan dari 8 perusahaan yang terdaftar melakukan ekspor sarang burung walet ke China dengan volume mencapai 4 ton lebih.
“Di 2018 ini, bahkan Indonesia menargetkan bisa mengekspor 100 ton ke China. Jumlah tersebut 10 persen dari total target ekspor 2018 yakni 1.000 ton. Sebab, pada tahun 2017, Indonesia berhasil mengekspor sekitar 1.053 ton sarang burung walet ke seluruh negara di dunia. Dengan capaian tersebut cukup mengokohkan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor sarang burung terbesar di dunia,” kata Banun kepada politikindonesia.com usai membuka Musyawarah Nasional (Munas) Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) 2018 di Jakarta, Jumat (02/03).
Menurutnya, bagi para pengusaha sarang walet untuk memperhatikan 3 syarat utama agar bisa ekspor ke China. Ketiga syarat utama tersebut yakni ketelusuran (traceability), bersih dengan kandungan nitrit kurang dari 30 ppm dan telah diproses pemanasan 70ºC selama 3,5 detik. Oleh sebab itu, diperlukan komitmen yang kuat untuk memenuhi persyaratan yang diminta pihak China.
“Untuk dapat mengekspor sarang burung walet ke China, tempat pemerosesan harus ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Hewan (IKH) dan mendapatkan nomor registrasi. Begitu juga dengan rumah walet yang menjadi sumber bahan baku sarang walet harus teregistrasi pula. Untuk permudah. Kini permohonan penetapan IKH dan registrasi rumah walet sudah dapat dilakukan secara online melalui Aplikasi Penetapan Instalasi Karantina Hewan (APIKH). Jadi dari rumah bisa ajukan online,” ujarnya.
Banun menambahkan, pihaknya juga telah menyiapkan laboratorium terakreditasi di 3 unit pelaksana teknis karantina pertanian masing-masing Surabaya, Medan dan Soekarno Hatta yang sebelumnya hanya di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Jakarta. Hal ini guna mendukung daya saing terhadap komoditas pertanian unggulan ini, yakni untuk pengujian utama terhadap virus Avian infulenza (AI), pengujian mikrobiologi, kandungan nitrit, dan cemaran logam berat.
“Terobosan lain, di tahun 2018, kami bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk segera melakukan pelatihan bagi petugas karantina penilai IKH. Hal ini untuk peningkatan kompetensi di bidang keamanan pangan khusunya terkait HACCP. Kedepan, petugas yang dilatih bersertifikat kompetensi dari BNSP yang setara dengan auditor HACCP, serta penetapan dari kami sebagai petugas verifikasi SBW yang kompeten dan profesional,” paparnya.
Dijelaskan, semua itu dilakukan sehingga dapat meningkatkan kualitas tempat pemrosesan dalam penjaminan keamanan pangan dari produk yang dihasilkan. Karena persyaratan yang diminta cukup ketat, sebagai salah satu instansi yang bertanggungjawab dalam penjaminan pemenuhan persyaratan yang diminta oleh pihak China. Sehingga bisa terus mendorong pihak pelaku usaha untuk dapat memenuhinya.
“Perjuangan untuk dapat ekspor langsung ke China membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada tanggal 24 April 2012 ditandatangani Protokol Persyaratan Higenitas, Karantina dan Pemeriksaan untuk Importasi Produk Sarang Burung Walet dari Indonesia ke China, antara Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina Republik Rakyat China. Perlu waktu 3 (tiga) tahun setelah penandatanganan Protokol baru Indonesia dapat melakukan ekspor langsung sarang burung walet ke China,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPBSI) Boedi Mranata menambahkan kebutuhan sarang burung walet dalam negeri hanya 5 persen dari jumlah produksi. Padahal produksi sarang burung walet Indonesia hampir sama dengan kebutuhan ekspor atau sekitar 1.000 ton artinya hanya 50 ton. Masih rendahnya minat masyarakat terhadap sarang burung walet menjadi faktor kecilnya konsumsi dalam negeri. Apalagi, harga jual dalam negeri juga masih relatif lebih rendah jika dibandingkan harus ekspor.
“Padahal sarang burung sangat bermanfaat untuk kesehatan. Sarang burung walet bisa meningkatkan kekebalan tubuh, anti aging sehingga kulit tampak lebih muda karena sarang burung mengandung epidermal growthnya factor (EGF) yang merangsang regenerasi sel-sel dan pembentukan jaringan. Bahkan, baru-baru ini juga dilakukann penelitian kandungan alami sialic acid (asam sialat) disarang burung walet. Kandungan tersebut sangat baik jika diberikan saat janin berumur 2 bulan sampai bayi berumur 2 tahun, dimana pada periode tersebut pembentukan sel-sel otak terjadi,” jelasnya.
Dituturkan Boedi, dari total jumlah tersebut, 52 ton di antaranya diekspor menuju Cina. Jumlah tersebut mengalami peningkatan setiap tahunnya dari 14 ton pada tahun 2015 , meningkat menjadi 26 ton pada tahun 2016 lalu 52 ton pada tahun 2017. Meskipun relatif meningkat setiap tahunnya, jumlah ekspor sarang burung ke China masih relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan ekspor ke negara lainnya seperti Vietnam, Hongkong hingga Singapura. Pasalnya, Indonesia belum maksimal dalam mengolah produk jadi dari sarang burung walet.
“Karena kami mengikuti sistem perdagangan yang ada sudah ada, makanya kami akan terus perbesar ekspor yang terstandar ini. Kalau itu diterima makin besar, orang akan lihat makin baik, otomatis pemain yang ekspor ke mana-mana akan lari ke sana juga. Memang masih kecil, tapi kebanyakan itu produk ekspor ke negara Vietnam hingga Hongkong itu diolah dan dikirim lagi ke China," ujarnya.
Menurutnya, industri sarang burung bisa terus tumbuh dan bisa berkontribusi terhadap pendapatan negara. Apalagi harga sarang burung dunia dijual cukup mahal yakni dikisaran USD1.500-2.000.
Artinya jika berdasarkan perhitungan rata-rata kualitas terendah maka total nilai ekspor sarang burung Indonesia bisa mencapai USD1,5 miliar. Angka tersebut didapatkan dari jumlah total ekspor 1.053 ton dikalikan dengan harga sarang burung dunia terendah yakni USD1.500.
“Kalau nilai ekspor China saja itu USD87,4 juta atau setara Rp1,18 triliun. Kalau harganya tergantung kualitas tapi di kisaran USD1.500-2.000. Sedangkan, daerah penghasil produksi terbesar untuk sarang burung walet terdapat di daerah Sumatra, Kalimantan hingga Sulawesi. Sementara untuk pulau Jawa, meskipun sempat menjadi daerah dengan produksi terbesar namun saat ini terus menunjukan penurunan,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved