Apa yang akan dilaksanakan Total E&P Indonesie (TEPI), sebagai kontraktor kerjasama (KKKS) Migas, harus selalu mengacu pada pedoman dan ketentuan BP Migas, disamping peraturan dan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Republik Indonesia. Baik berupa rencana kerja operasi, anggaran keuangan, maunpun yang menyangkut sumber daya manusia.
Demikian keterangan Leonard Tobing, mantan karyawan TEPI yang menjadi saksi di Pengadilan Hubungan Industrial (PIH) Jakarta, dalam sidang lanjutan perselisihan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh Total E&P Indonesie (TEPI) sebagai penggugat dan Judith sebagai tergugat, Senin (08/07). Sidang lanjutan ini adalah yang ke-15 kalinya digelar PHI.
Leo mengatakan, sebagai sebuah perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia, TEPI harus mengikuti semua aturan BP Migas, karena semua pengeluaran operasi yang dilakukan perusahaan migas itu akan diganti oleh negara melalui cost recovery.
“Jadi setiap mengajukan rencana dan aturan kerja di TEPI, selalu mengacu pada BP Migas. Karena semua pengeluaran TEPI akan diganti oleh negara. Jadi setiap akhir tahun semua anggaran yang diajukan oleh TEPI harus disetujui BP Migas. Karena anggaran tersebut akan dipergunakan sebagai biaya operasional TEPI,” ujar Leo yang mengaku bekerja di TEPI selama 24 tahun ini.
Lebih jauh, Leo mengatakan, sepengetahuannya, reorganisasi yang dilakukan TEPI, tidak sampai dengan memecat karyawan.
Ditambahkan Leo, mengenai penilaian karyawan atau EIA, selalu dilakukan TEPI setiap tahun. TEPI mempunyai sistim penilaian kinerja pegawai yang baik dan terstruktur. Dijalankan secara disiplin bertahun-tahun untuk pengembangan karir dan karyawan.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui kinerja karyawan agar bisa lebih ditingkatkan. Tapi, penilaian karyawan ini tidak bisa diajukan untuk pemecatan. “Penilaian ini pun diikuti oleh Ibu Judith. Kelulusannya diketahui dari jumlah gaji yang diterima, seperti bonus dan tunjangan-tunjangan lainnya," ujar dia.
“Kalaupun ada karyawan yang katakanlah performance-nya sangat rendah (B, partially meet objectives) maka yang selalu dilakukan adalah tahun berikutnya diberikan kesempatan untuk memperbaiki, diberi training dan upaya peningkatan karir. Tidak pernah untuk memecat,” ungkap Leo.
Ketika saksi dimintai pendapatnya tentang EIA Judith yang dibuat Elisabeth Proust, President Director & General Manager TEPI pada 9 Februari dengan nilai B, dimana dijadikan alasan dalam surat 29 Februari untuk dipecat atau digusur pada 1 April, dan diperlihatkan juga surat tertanggal 9 April yang dikeluarkan Total tentang surat penghargaan kinerja Judith yang dinyatakan sangat baik, sehingga Total memberikan kenaikan gaji merit increase dan mendapat bonus yang sangat besar, “Ini Paradoks dan aneh,” ujar Leo.
Leo juga menegaskan, efisiensi dan pemotongan anggaran yang dilakukan Judith saat menjadi Vice President, justru banyak sekali menguntungkan negara Indonesia. “Efisiensi itu justru menguntungkan negara, karena biaya operasional TEPI nantinya diganti oleh negara melalui cost recovery. Misalnya pembelian untuk minuman Wine yang harganya mencapai jutaan perbotol, dicoret oleh Ibu Judith," ujar Leo.
Sebelumnya, Iyan Nuryana, mantan karyawan TEPI yang tampil menjadi saksi pertama dalam persidangan mengatakan, selama menjabat Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR di Total E&P Indonesie (TEPI), perusahaan Migas asal Perancis, kebijakan yang diterapkan Judith J. Navarro Dipodiputro banyak menguntungkan negara. Pasalnya, ia mampu mengefisiensikan anggaran keuangan perusahaan yang diajukan ke BP Migas (sekarang SKK Migas).
Iyan mengetahui adanya reorganisasi terhadap posisi Judith sebagai Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR, pada Februari 2012. Ia mengetahui hal itu ketika mengirimkan surat dengan tembusan Judith sebagai Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR dilarang oleh atasannya.
“Saya tidak tahu, kalau Ibu Judith sudah tidak menjabat lagi sebagai Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR. Saya tidak diberitahu penyebabnya dan hanya diberitahu ada hubungan yang tidak baik antara Judith dengan Presiden Direktur," ujar Iyan.
Selama bekerja di TEPI, Iyan mengaku mengetahui selama dirinya bekerja di TEPI hingga Juli 2012, Judith masih menerima gaji sebagai Vice President. Tapi, ia tidak mengetahui berapa jumlah gaji yang diterima itu.
Hal lain yang dikemukakan Iyan, selama menjabat Vice President, Judith selalu memotong anggaran keuangan TEPI yang akan diajukan ke BP Migas. “Ibu Judith memangkasnya hingga anggaran keuangan lebih efisien. Selama bekerja di TEPI, saya membantu 4 kegiatan dan program yang sudah disiapkan oleh Ibu Judith," tegasnya.
Iyan mengaku bingung apa yang menyebabkan jabatan Judith mengalami reorganisasi saat itu. Sepengetahuannya, Judith tidak pernah melakukan kesalahan. Bahkan, selama dirinya bekerja di TEPI, hubungan Judith dan pemerintah sangat baik. Begitu juga hubungan Judith dengan para karyawan.
“Misalnya, setiap ada karyawan yang berulangtahun, Ibu Judith selalu memberikan sesuatu dan ucapan selamat. Ia sangat memperhatikan karyawan. Jadi saya juga tidak pernah cari tahu, apakah Ibu Judith punya masalah atau tidak,” paparnya.
Usai mendengar keterangan keduanya, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga, Senin (15/07) pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak tergugat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved