Hari ini, Senin (15/05), Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang prapradilan yang diajukan mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang perdana pekan lalu, terpaksa ditunda karena pihak KPK tidak hadir.
“Sudah ditentukan, supaya KPK dipanggil lagi secara sah dan patut pada Senin, 15 Mei 2017," terang Hakim Tunggal Asiadi Sembiring, yang memimpin sidang pekan lalu.
Sementera pengacara Miryam, Aga Khan menganggap KPK sengaja tidak hadir tanpa keterangan dalam sidang perdana praperadilan yang diajukan kliennya untuk strategi mengulur waktu.
"Tahu akan ada praperadilan, akan melakukan strategi-strategi. Mungkin strateginya begini caranya," ujar Aga.
Aga khawatir strategi tersebut akan merugikan kliennya. Ia menduga KPK akan melancarkan cara yang sama seperti sejumlah gugatan praperadilan sebelumnya. Biasanya, KPK mengulur waktu sidang praperadilan untuk melengkapi berkas perkara. Sehingga saat sidang praperadilan dimulai, berkas sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Miryam ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan memberi keterangan tidak benar saat menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi e-KTP dengan dua terdakwa Irman dan Sugiharto.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miryam mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP. Ia mengaku memberikan keterangan itu dibawah tekanan penyidik. Meski dikonfrontir dengan tiga penyidik KPK yang memeriksanya, Miryam tetap pada keterangannya sejak awal persidangan.
Miryam mengajukan praperadilan karena menilai penetapannya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Alasannya, tuduhan yang disangkakan kepadanya adalah ranah pidana umum.
KPK menggunakan Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam penetapan tersangka. Di dalamnya diatur pidana terkait memberi keterangan palsu dalam sidang kasus korupsi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved