Gugatan praperadilan yang diajukan tersangka Komjen Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/02) besok. Praperadilan ini menjadi ujian berat bagi KPK sepanjang sejarahnya. Berbeda dengan kasus Cicak versus Buaya dulu, dimana KPK bisa bertahan, kali ini KPK seperti berada di ujung tanduk.
Demikian pandangan yang disampaikan Juru Bicara Serikat Pengacara Rakyat, Habiburokman kepada politikindonesia.com, Minggu (15/02).
Habib menilai, secara hukum, posisi KPK memang kuat karena praperadilan terhadap penetapan tersangka tidak diatur dalam KUHAP. Dalam persidangan terlihat jelas jika proses penetapan tersangka yang dilakukan KPK ternyata tidak bermasalah secara substantif.
Akan tetapi, tambah dia, secara politik KPK terlihat begitu rapuh karena dikeroyok oleh elit politik dan para komisionernya kini mendapat serangan hukum bertubi-tubi.
"Terus terang, kali ini kami khawatir KPK bisa kalah di praperadilan dan itu bisa berarti “kiamat kecil” bagi gerakan pemberantasan korupsi," kata Habib.
Ia menilai, kasus praperadilan BG adalah salah satu tonggak penting bagi eksistensi KPK. Jika KPK kalah dalam praperadilan kasus BG, akan sangat mungkin membawa efek domino terhadap pelemahan KPK.
Pertama, akan terjadi banjir gugatan praperadilan terhadap KPK dari para tersangka kasus Tipikor yang sedang menjalani pemeriksaan. Mereka tentu akan merujuk pada argumentasi Tim Hukum Komjen BG yang menyatakan penetapan tersangka tidak sah jika jumlah komisioner KPK tidak lengkap 5 orang.
Kedua, pemilihan komisoner KPK periode mendatang akan diwarnai dengan intervensi partai-partai politik berupa masuknya orang-orang “titipan”. Mereka inilah yang nanti akan “mengamankan” kasus-kasus korupsi kelas kakap yang melibatkan elit partai politik.
Ketiga, beberapa kewenangan penting KPK seperti penyadapan dan merekrut penyidik internal akan dibatasi atau bahkan dihilangkan. Selama ini, salah satu kunci keberhasilan KPK dalam mengungkap kasus-kasus pelik adalah dengan melakukan penyadapan dengan penyidik yang independen.
Proses revisi UU KPK dan UU Tipikor di DPR akan benar-benar dijadikan ajang untuk mengunci agar KPK tidak lagi kuat sebagaimana sekarang dengan dalih sebagai perbaikan terhadap KPK.
"Kami merasa jika dalam kasus praperadilan ini, KPK bukan hanya melawan Komjen BG, melainkan melawan kekuatan elit politik yang selama ini gerah dengan KPK dan menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk menjatuhkannya," ujar dia.
Nafsu besar elit politik untuk kompak mengubur KPK nampak dari tagline yang belakangan ini ramai-ramai mereka usung seperti “KPK bukan malaikat”, “ KPK bukan Dewa”, ”KPK seperti diatas hukum” dan lain-lain.
Seolah-olah, KPK selama ini memposisikan diri sebagai institusi yang arogan bak malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Padahal, ada beda yang jelas antara arogansi dan ketegasan. KPK memang harus tegas dan tidak kenal kompromi dalam memberantas korupsi.
Yang bisa kita lakukan saat ini adalah berdoa agar Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bisa berpikir jernih dalam membuat putusan yang benar-benar adil baik bagi Komjen BG selaku warganegara maupun bagi KPK selaku representasi negara . Pedomannya sudah sangat jelas yakni KUHAP dan fakta-fakta hukumnya juga sudah jelas terungkap di persidangan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved