Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) mengambil sikap tegas dengan menonaktifkan perguruan tinggi swasta (PTS) yang bermasalah. Tak tanggung-tanggung, ada 243 PTS dari berbagai wilayah di Indonesia yang dibekukan.
Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Popong Otje Djundjunan, mendukung sikap tegas Kemenristek Dikti tersebut, dalam menertibkan PTS bermasalah. Meski demikian, ia mengingatkan, kebijakan tersebut harus memperhatikan kepentingan ribuan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di kampus tersebut.
“Tindakan yang dilakukan oleh Kemenristek Dikti membekukan perguruan tinggi yang bermasalah itu adalah langkah tegas yang tepat. Dengan begitu, pendirian kampus tidak bisa sembarangan bisa diizinkan," ujar politisi perempuan dari Partai Golongan Karya (Golkar) ini kepada politikindonesia.com di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (06/10).
Namun, ia mengingatkan, pembekuan akan berdampak pada kegiatan perkuliahan.
"Bagus, kalo kampusnya dibekukan karena abal-abal mah kan salah sendiri. Tapi harus diingat juga, jangan sampai merugikan mahasiswa, mereka itu tidak bersalah," ujar lulusan UPI Bandung 1982 itu
Kondisi ini seharusnya menjadi pekerjaan rumah bagi para petinggi kampus. Para ahli keilmuan di perguruan tinggi tersebut harus duduk bersama untuk bisa mencari solusinya bagi mahasiswa agar tetap bisa kuliah dan tidak terjadi drop out massal.
“Saya rasa para mahasiswa itu tidak tahu kalau mereka menuntut ilmu di kampus yang abal-abal. Semua ini terjadi karena sistem pendidikan yang tidak benar," ujar perempuan yang akrab disapa Ceu Popong ini.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Bandung, 30 Desember 1938 ini, melihat penertiban ini sebagai upaya membenahi sistem pendidikan tinggi, ditengah maraknya kampus abal-abal, yang menjual ijazah palsu. Berikut petikan wawancaranya.
Kemenristek Dikti membekukan ratusan PTS yang dianggap bermasalah. Anda mendukung tindakan ini, apa alasannya?
Tindakan tegas berupa pembekuan yang dilakukan Kemenristek Dikti ini bisa menjadi pelajaran bagi dunia pendidikan. Menciptakan perguruan tinggi yang berkualitas itu tidak mudah. Jika seleksi pendirian kampus lebih ketat, maka dipastikan akan terciptanya kampus dan lulusan yang berkualitas.
Sehingga kampus yang abal-abal tidak menjamur seperti sekarang ini dan kasus ijazah palsu juga tidak akan marak. Selama ini, kita lalai untuk mengawasi izin pendirian perguruan tinggi ini.
Menurut Anda, apa penyebab banyak pihak yang membeli ijazah palsu?
Saya tak heran kalau, banyak orang ingin memperoleh gelar akademis dengan jalan pintas. Mereka maunya instan. Hal itu terjadi karena kurangnya pendidikan di usia dini. Mudahnya mendapatkan gelar akademis, menghasilkan sarjana yang durjana. Mengaku sarjana tapi tingkah laku masih seperti anak bocah.
Kondisi ini merupakan buah dari sistem pendidikan nasional kita. Tak bisa dipungkiri, inilah produk pendidikan kita saat ini. Orang inginnya secara instan. Ingin cepat kaya. Padahal, ijazah yang dibelinya adalah asli tapi orang yang membelinya tidak berhak menerima ijazah tersebut. Karena orang itu kuliah pun tidak.
Apa saran Anda agar ijazah palsu tidak kembali marak?
Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pendidikan karakter. Minimnya pendidikan karakter membuat masyarakat menghalalkan cara yang melanggar peraturan dan instan.
Hal juga yang membuat maraknya generasi muda yang kurang memilki sopan santun, tak punya etika, dan tidak mengedepankan nilai moral.
Tapim itu semua bukan salah masyarakat semata. Itu adalah kesalahan sistem pendidikan. Salah satu nilai-nilai pendidikan yang patut menjadi tauladan adalah nilai dalam budaya Sunda. Dalam budaya Sunda, nilai-nilai utamanya adalah cageur (sehat), bageur (baik), lurus dan pintar. Namun, pendidikan di Indonesia justru kebalikanya. Pendidikan di Indonesia lebih mengutamakan kecerdasan akdemik dibanding pola berpikir yang sehat, baik dan lurus.
Dari kasus ini, apa yang Anda harapkan?
Saya meminta agar pemerintah dalam hal ini Kemenristek Dikti tidak hanya sekedar melakukan pembekuan atau penutupan perguruan tinggi itu. Mereka juga harus bergerak cepat menyelesaikan persoalan-persoalan pasca pembekuan, karena ini menyangkut nasib orang banyak.
Meski pun proses hukumnya sudah berjalan, tetapi bagaimana untuk menyelamatkan perguruan tinggi itu termasuk ribuan mahasiswanya. Nasib para mahasiswa itu juga harus diperhatikan Kemenristek Dikti.
Sehingga kualitas pendidikan yang sedang berjalan, jangan sampai dikorbankan. Masalah ini harus dituntaskan sampai akar-akarnya, karena sudah menyentuh masalah pidana, moralitas dan martabat bangsa Indonesia.
Bagaimana menyelamatkan para mahasiwa itu?
Ya kumpul semuanya, berunding yang mempunyai keterkaitan. Pikirkan bagaimana caranya agar mereka tidak berhenti kuliah. Mereka kan sudah keluar biaya yang tidak sedikit. Jangan kemudian kampusnya dibekukan terus angkat tangan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved