Rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) kembali mengemuka. Pemerintah mengajukan opsi kenaikan tarif dasar listrik pada tahun 2007 rata-rata sebesar 12 persen. Pemerintah berdalih dengan kenaikan sebesar itu, subsidi negara untuk listrik bisa dikurangi menjadi Rp 23,16 triliun. Jika TDL tidak naik, subsidi listrik sebesar Rp 25,8 triliun dengan asumsi pertumbuhan penjualan listrik hanya 0,51 persen.
"Angka Rp 25,8 triliun itu pun sebenarnya belum menutup kebutuhan subsidi PLN," kata Direktur Keuangan PT PLN Parno Isworo. Hal itu terkait denganpertumbuhan penjualan listrik selama ini yang rata-rata tujuh persen per tahun.
Opsi itu diajukan pemerintah yang diwakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Sugiantoro dalam rapat kerja dengan Komisi VII, Senin (11/9) malam.
Akan tetapi, Ketua Komisi VII Agusman Effendi menyangsikan perhitungan PLN dan pemerintah mengenai pertumbuhan penjualan 0,51 persen dengan subsidi Rp 25,8 triliun tersebut. Asumsi itu dinilainya tidak meyakinkan untuk menyokong pertumbuhan ekonomi. "Nanti pengembang perumahan misalnya, justru surut membangun," katanya.
Anggaran subsidi listrik tahun 2006 ini sebesar Rp 31,2 triliun karena pemerintah tidak akan menaikkan TDL. Berdasarkan skenario pemerintah, subsidi listrik akan terus dikurangi dengan berbagai cara, antara lain kenaikan TDL dan mengganti pemakaian bahan bakar minyak dalam proses pembangkitan tenaga listrik, serta efisiensi PLN.
Jika setiap tahun TDL naik, maka pada tahun 2008 subsidi tinggal Rp 10,9 triliun, dan bekurang lagi menjadi Rp 6,61 triliun pada tahun 2009. Berdasarkan skenario tersebut, pada tahun 2010, PLN tidak disubsidi lagi, bahkan diperkirakan sudah meraih surplus keuangan sebesar Rp 4,62 triliun.
Akan tetapi, jika TDL tidak naik, subsidi pada tahun 2008 sebesar Rp 20,39 triliun, tahun 2009 subsidi Rp 16,97 triliun dan masih ada Rp 6,48 triliun pada tahun 2010. Skenario penurunan subsidi tanpa kenaikan TDL ini telah memperhitungkan adanya beberapa proyek pembangkit yang menggunakan bahan bakar non-BBM seperti gas. Dengan demikian pemakaian BBM dapat ditekan yang berarti mengurangi subsidi pemerintah kepada PLN.
Hari Senin kemarin, Wakil Presiden Jusuf Kalla, didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Negara BUMN Sugiharto, datang ke Kantor Pusat PT PLN.
Jusuf Kalla ingin memastikan tender proyek percepatan kelistrikan dilakukan secara transparan. "Pemerintah akan mendukung proyek ini, bentuk jaminannya sedang dirumuskan oleh Menteri Keuangan," kata Kalla.
Sebelumnya, Wapres juga pernah mengunjungi PLN pada pertengahan Maret lalu. Kunjungan itu berbuah pembatalan kenaikan tarif dasar listrik tahun ini dan munculnya program percepatan kelistrikan berbahan bakar batu bara.
[Harus mencari dana]
Juru Bicara PT Perusahaan Listrik Negara Muljo Adji AG mengakui PLN menghadapi tantangan besar, yaitu harus mencari dana untuk pembangunan pembangkit dan transmisi.
PLN harus menyediakan 15 persen dari kebutuhan pembangunan pembangkit yang nilai totalnya mencapai 7,5 miliar dollar AS.
Selain itu, PLN juga harus mencari dana Rp 47,8 triliun untuk membangun jaringan transmisi dan distribusi.
Dana itu mencakup Rp 6,3 triliun untuk meningkatkan kemampuan transmisi dan gardu induk yang sudah ada; Rp 11,6 triliun untuk pembangunan transmisi dan gardu induk baru, serta Rp 29,6 triliun untuk ekspansi pasar. Selain itu ditambah Rp 330 miliar sebagai dana minimal yang harus disediakan PLN.
"Sampai sekarang tender untuk transmisi yang harusnya dibuka Agustus tidak bisa dilakukan karena dananya belum ada. Padahal, kami dibebani harus sudah menandatangani kontrak," ujar Muljo.
Menurut Muljo, dana minimal sebesar Rp 330 miliar untuk koneksi dari pembangkit ke jaringan transmisi yang sudah ada masih diusahakan.
Sementara ini, proyek percepatan kelistrikan baru menawarkan solusi untuk masalah di Pulau Jawa. Sisa kapasitas pembangkitan 3.000 MW yang rencananya dibangun di luar Jawa sampai saat ini belum jelas.
Berdasarkan catatan PLN, neraca daya untuk sistem Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi masih minus. Untuk sementara, masalah kekurangan pasokan listrik di luar Jawa diatasi dengan langkah-langkah jangka pendek.
Misalnya, negosiasi untuk menambah pasokan listrik swasta di Sumatera Utara dan penyelesaian transmisi interkoneksi listrik dari Sumut ke Sumsel.
[Banyak Kendala]
Proyek percepatan pembangunan kelistrikan sebesar 10.000 megawatt yang diandalkan untuk menekan pemakaian bahan bakar minyak menghadapi banyak kendala. Sedangkan penanganan defisit daya listrik di luar Jawa hanya mengatasi masalah jangka pendek.
Kendala itu, antara lain, ada sejumlah pembangkit yang penyelesaiannya tidak akan tepat waktu karena masalah tanah dan mundurnya tender pembangunan transmisi maupun distribusi jaringan penyokong pembangkit baru karena PLN belum mendapatkan dananya.
Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PT PLN Ali Herman Ibrahim mengatakan, pembangkit yang berpotensi tidak beroperasi sesuai jadwal pada tahun 2009 karena terkendala masalah tanah adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Naga, PLTU Rembang, dan PLTU Labuhan. Adapun PLTU Pacitan terkendala masalah transmisi.
Pemerintah mencanangkan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara untuk menekan subsidi listrik dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak.
Sebagai bagian dari program tersebut, PT PLN sedang menenderkan pembangunan 10 PLTU dengan kapasitas 6.900 megawatt (MW) di Pulau Jawa.
Saat ini ada 43 perusahaan yang mengikuti tender, sebagian besar adalah perusahaan asal China. Kontrak pembangunan pembangkit dijadwalkan ditandatangani 30 Oktober 2006.
© Copyright 2024, All Rights Reserved