Pemerintah mengapresiasi keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang menaikan kembali tingkat suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin menjadi 7,25 persen. ebijakan tersebut sesuai dengan perkembangan situasi ekonomi saat ini.
“Saya apresiasi keputusan yang diambil BI. Jadi, kita harus melihat ini di dalam konteks yang lebih luas ya,” ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri kepada pers, Jumat (13/09).
Kata Menkeu, pada saat sebelum implementasi kebijakan moneter quantitative easing dilakukan di Amerika Serikat, tingkat suku bunga di dalam negeri cukup tinggi. Setelah kebijakan itu dilakukan, sistem mengikuti dan suku bunga pun ikut turun bahkan hingga cukup lama menyentuh level 5,75 persen pada kisaran Februari 2012 hingga Mei 2013.
Chatib mengatakan jika quantitative easing ditarik, peredaran uang menjadi lebih ketat di Amerika. Kalau uang di Amerika lebih ketat, akibat pada tingkat suku bunga juga naik. Kalau tingkat suku bunga di AS naik, maka yang harus dilakukan Indonesia juga ikut menaikan pula.
“Dampak dari quantitative easing itu membuat pengetatan di AS itu yang membuat yield dari obligasi pemerintah AS mengalami peningkatan. Yield dari government bond (SUN) di Indonesia naik. Implikasinya juga tingkat bunga Indonesia mau tak mau harus dinaikan,” paparnya.
Menkeu mengatakan, kenaikan BI rate tak lain upaya untuk mengatasi defisit transaksi neraca berjalan yang saat ini menjadi perhatian pemerintah. “Salah satu upaya dalam mengatasi current account deficit, pertumbuhan ekonomi mungkin tidak bisa diatas 6 persen. Karena itu, kita merevisi pertumbuhan ke bawah menjadi 5,9 persen,” ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved