Putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukum penjara 10 bulan 3 dokter spesialis kandungan dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG, dr Hendry Simanjuntak SpOG dan dr Hendy Siagian, SpOG atas dakwaan melakukan malapraktek menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Kalangan dokter memprotes vonis tersebut. Di sejumlah daerah muncul aksi solidaritas dengan melakukan mogok massal pada Rabu (27/11) kemarin.
Bagi Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Nova Riyanti Yusuf, aksi demo yang dilakukan dokter di berbagai wilayah tersebut merupakan hal yang wajar dan tidak bisa dilarang. Bagaimanapun, para dokter tersebut punya hak untuk menyuarakan pendapat mereka. Walaupun memunculkan banyak tanggapan yang pro dan kontra, politisi perempuan dari Partai Demokrat yang akrab disapa Noriyu tersebut termasik yang mendukung aksi mogok para dokter tersebut.
"Sebagai seorang teman sejawat, saya memang mendukung aksi tersebut. Saya menolak kriminalisasi terhadap profesi apa pun, termasuk terhadap dokter," ujar psikiatri lulusan Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu kepada politikindonesia.com di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/11).
Noriyu menilai, vonis 10 bulan penjara atas kasus meninggalnya pasien Julia Siska Makatey di Manado, Sulawesi Utara memang memunculkan perdebatan. Ia mengakui dokter adalah manusia biasa yang berkedudukan sama di hadapan hukum. Jika dokter melakukan kesalahan, maka ia harus mempertanggung jawabkannnya.
Akan tetapi, bagaimana cara menilai tindakan seorang dokter di mata hukum, ini yang menjadi persoalan kalangan dokter. Ikatan Dokter Indonesia dan kalangan kedokteran lainnya, menilai tindakan ketiga dokter tersebut sudah sesuai prosedur. “Sebagai wakil rakyat yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan, saya menaruh perhatian tinggi terhadap kasus yang menimpa ketiga dokter di Manado," ujarnya yang akrab disapa Noriyu ini.
Kepada Elva Setyaningrum, perempuan kelahiran Palu, Sulawesi Tengah, 27 November 1977 ini berbicara panjang lebar tentang polemik putusan MA tersebut. Ia mengatakan, tidak gampang menilai tindakan medis yang dilakukan oleh seorang dokter. Butuh orang yang benar-benar mengerti tentang bidang itu. Itulah alasan, dirinya dan kalangan DPR lain mewacanakan dibentukanya peradilan khusus bidang kesehatan. Berikut petikan waancaranya:
Apa alasan anda mendukung aksi protes yang dilakukan para dokter hari ini?
Saya menilai, demonstrasi memprotes penangkapan 3 dokter di Manado itu sebagai sesuatu yang wajar dalam negara demokrasi. Perwakilan dokter yang melakukan aksi unjuk rasa tersebut sudah mendatangi kami di Komisi IX DPR. Mereka melakukan aksi ini bertujuan untuk meminta keadilan terhadap rekan mereka yang divonis bersalah dalam putusan kasasi Mahkamah Agung. Aksi mogok ini adalah cara dari para dokter agar pendapat mereka didengar.
Lagi pula, dokter-dokter tersebut hanya melakukan mogok untuk pelayanan rawat jalan. Kami juga menekannya, jangan sampai rumah sakit tidak berikan pelayanan bagi para pasien rawat inap. Kalau pasien rawat jalan bisa kita pahami.
Kami memahami adanya mogok dokter tersebut agar aparat penegak hukum mendengar aspirasi mereka. Aksi dokter itu dilakukan agar ada penangguhan penahanan atas kasus yang menjerat 3 dokter di Manado itu. Aksi mogok ini bertujuan agar aparat hukum mendengar aspiorasi mereka. Saya rasa ini upaya untuk didengar. Semoga ada penangguhan eksekusi dan jangan sampai ada mogok lagi kedepannya.
Bagi sebagian masyarakat, dukungan luas ini juga menimbulkan kekhawatiran bahwa nantinya dokter akan kebal terhadap tudingan malapraktik?
Saya meminta masyarakat jangan menganggap aksi dukungan ini sebagai potret bahwa dokter lebih dipentingkan. Bahwa ini pembelaan terhadap orang bersalah, bukan demikian. Pasien dan dokter memiliki hak yang sama, apalagi di mata hukum.
Baik dokter dan pasien mempunyai ruang perlindungan hukum yang sama. Jika dokter salah dan terbukti benar dugaan kelalaian medik, maka mereka layak dihukum sesuai landasan konstitusi yang benar. Begitu juga sebaliknya, jika pasien ditolak di rumah sakit apalagi sudah menjalankan segala prosedur rujukan dan lain-lain, maka pasien juga berhak menuntut haknya untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
Saya berharap, masyarakat untuk mendudukkan kasus dr. Ayu ini dengan proporsional. Saya menginginkan masyarakat untuk lebih berempati melihat kasus ini. Karena dokter juga manusia dan mereka berhak berjuang atas haknya mendapatkan perlindungan hukum. Hubungan dokter dan pasien adalah simbiosis mutualisme, dan saya harapkan akan terus demikian terjalin dengan baik.
Menurut Anda, apa yang harus dilakukan masyarakat, apabila mengalami malpraktik?
Saya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak ragu-ragu dan takut mengadukan ke IDI dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) jika mengalami malapraktik yang dilakukan dokter atau pun perawat di rumah sakit. Masyarakat harus berani mengadu, karena ini menyangkut nyawa manusia.
Jadi, bagi para pekerja medis yang telah terbukti melakukan malpraktik tidak cukup diberikan sanksi dengan dihapusnya izin praktik atau tidak berpraktik selama setahun saja. Sanksi juga harus diterapkan kepada para pekerja medis yang lalai dalam melaksanakan tugasnya.
Apa rencana anda terkait polemik vonis hukum atas dokter Ayu ini?
Aparat penegak hukum, semestinya harus memahami terlebih dahulu penggunaan undang-undang (UU) tentang kesehatan dalam mengadili kasus malapraktik. Polisi, Jaksa dan Hakim harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang praktik kedokteran. Kami mewacanakan pembentukan pengadilan khusus bidang kesehatan. Dengan demikian, kasus–kasus yang berkaitan dengan tindakan medis dalam ditangani secara khusus oleh pihak yang kompeten.
Kami di Komisi IX DPR mendukung IDI untuk mengadvokasi agar nantinya UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dapat menjadi dasar hukum utama dalam menangani pelanggaran medikolegal yang dilakukan dokter terkait pekerjaannya.
Kenyataannya di lapangan, aparat hukumnya justru tidak menggunakan hukum positif yang berlaku di dunia kesehatan. Mereka justru menggunakan pasal pembunuhan dan yang dilihat bagaimana orang disebut membunuh. Padahal situasinya dokter itu hanya membantu.
Langkah apa yang sudah dilakukan Komisi IX DPR untuk mencari solusi dari polemik ini?
Kami di Komisi XI DPR sudah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan staff ahli menteri kesehatan dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan ketua umum IDI dan ketua umum Persatuan Dokter Obsetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) pada Kamis (21/11) lalu.
RDP dan RDPU tersebut membahas tentang ketiga nasib dokter kandungan yang bertugas di Rumah Sakit Kandau Manado yang terbelit kasus hukum karena mereka dituding sudah melakukan malpraktek, sehingga seorang pasien yang tengah dioperasi caesar meninggal dunia.
Kami pun mendukung tindakan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang melayangkan surat penangguhan eksekusi dari kedua dokter yang saat ini jadi DPO dan penangguhan dr. Ayu.
Kami pun berharap agar ada Peninjauan Kembali dari kasus ketiga dokter itu. Kalau penangguhan dan dilanjutkan eksekusi, ketiga dokter ini lagi praktik dan kejadian itu pada tahun 2010. Saat ini kedua dokter itu berada di Kalimantan dan Solok. Lalu dijadikan DPO, sepertinya aneh. Oleh karena itu, kami berharap semoga ada penangguhan eksekusi.
Selain itu, kami juga mengagendakan rapat kerja gabungan dengan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY), terkait perkara dokter Ayu dan kawan-kawan dan membahas peradilan kasus yang terjadi di dunia kesehatan. Saat ini, kami masih menunggu jawaban dari pimpinan DPR.
Belajar dari kasus malapraktik ini, apa harapan Anda ke depan?
Saya berharap para pekerja medis, baik dokter dan perawat agar tidak bermain-main dengan nyawa pasien. Rakyat Indonesia kini sudah melek hukum. Nah, untuk meminimalisir nyawa pasien melayang akibat malapraktik di Indonesia, memang dokter yang terlibat perlu diganjar dengan hukuman berat. Tapi hukuman itu harus dilihat dari UU kesehatan juga. Kasus malpraktik yang terjadi ini harus dijadikan pelajaran berharga bagi para pekerja medis untuk bekerja secara profesional dan tidak bermain-main dengan nyawa pasien. Para pekerja medis harus berpraktik sesuai kaidah-kaidah ilmu kedokteran.
Mereka juga harus paham berbagai regulasi yang berkaitan dengan proses mereka seperti UU tentang Kesehatan, UU Rumah Sakit. Di situ ada aturan yang jelas berkaitan profesi mereka. Sudah tidak ada cela mereka bermain-main dengan nyawa pasien. Mereka juga harus paham kalau dalam melaksanakan tugasnya, para dokter dan perawat harus menyadari kalau pasien juga memiliki hak untuk mendapat pelayanan yang baik dan hak itu harus dihormati.
© Copyright 2024, All Rights Reserved