Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memastikan akan menolak amandemen Undang-Undang Dasar 1945, jika tidak memperkuat kewenangan DPD. Karena seluruh anggota DPD RI yang berjumlah 132 orang itu sudah mendukung dan sepakat dengan penguatan DPD.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika DPD diperkuat. Karena yang kita inginkan adalah optimalisasi keberadaan DPD, bukan mengurangi wewenang DPR. Karena selama ini, antara DPR dan DPD merupakan kesatuan dan harus menjadi tim yang solid demi kepentingan rakyat," kata anggota DPD Intsiawati Ayus kepada politikindonesia.com di Gedung DPR RI, Jakarta, akhir pekan lalu.
Diakui Wakil Ketua Badan Penguatan Kapasitas Kelembagaan (BPKK) DPD ini, keberadaan DPD sebagai lembaga negara yang menyuarakan aspirasi rakyat daerah di tingkat pusat sedang dipertanyakan efektivitasnya. Walau demikian, bukan berarti keberadaan DPD harus dibubarkan. Seperti yang pernah diwacanakan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Bagi kami, penguatkan DPD itu sudah harga mati. Jadi usulan DPD ini tidak ada yang baru. DPD hanya memantapkan dan mengukuhkan jumlah pengusul amandemen untuk penataan system ketatanegaraan," ujar perempuan kelahiran Bengkalis, 4 Mei 1968 ini.
Kepada Elva Setyaningrum, senator asal Riau ini menjelaskan alasan tidak setuju DPD dibubarkan. Lulusan pasca sarjana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini memaparkan langkah penguatan DPD melalui amandemen UUD 1945. Ia juga menanggapi tudingan miring terhadap kinerja DPD dan kasus yang menjerat Ketua DPD nonaktif Irman Gusman. Berikut wawancaranya.
Apa tanggapan Anda mengenai wacana pembubaran DPD?
Saya berusaha menanggapi wacana itu dengan positif. Karena saya menyebut PKB sebagai pendukung pertama DPD untuk mendapatkan kewenangan lebih besar. Jadi kami meletakkan apa yang disampaikan oleh PKB sebagai satu sisi positif untuk menyegarkan kembali DPD. Adanya pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar bahwa DPD berpotensi dibubarkan atau diperkuat menandakan harus adanya perubahan dalam lembaga tempat bernaungnya para senator ini. Jadi, yang berkali-kali disampaikan PKB dan disampaikan dengan formal, bagi kami adalah menyegarkan kembali untuk kita segera mengagendakan sebuah perubahan.
Alasan Anda tidak setuju DPD dibubarkan?
Membubarkan DPD sama saja dengan membubarkan NKRI. Kelahiran DPD ini merupakan dorongan untuk memperkuat NKRI melalui penguatan otonomi daerah. Jadi DPD sangat dibutuhkan oleh masyarakat daerah. Sebab, tidak semua kebutuhan masyarakat itu bisa dipenuhi oleh DPR, sehingga harus diakomodir melalui DPD. Mengingat masih banyak daerah yang tertinggal, miskin, tidak punya listrik, krisis air bersih, transportasi yang buruk dan lain-lain, maka dibutuhkan kehadiran DPD. Penguatan DPD itu harga mati, kalau dibubarkan justru akan menambah masalah dan bukan menyelesaikan masalah.
Bagaimana dengan langkah penguatan DPD melalui UUD 1945?
Langkah penguatan lembaga DPD melalui amandemen terbatas UUD 1945 dalam waktu dekat ini tidak akan surut. Karena penguatan DPD diharapkan menemukan momentumnya pada amandemen terbatas nanti. Sebab, penguatan DPD bukan lagi sebuah keharusan tetapi sudah menjadi kebutuhan. Tidak akan pernah tercipta sistem presidensial yang kuat selama sistem bikameral (dua kamar) di parlemen yang seharusnya mengusung pola check and balances antarlembaga legislatif, yaitu antara DPR dan DPD tidak berlangsung efektif, dikarenakan kewenangan DPD dikerdilkan.
Banyak yang mempertanyakan kinerja DPD, apa tanggapan anda?
Saya menyadari kinerja DPD belum maksimal dalam memperjuangkan kepentingan daerah, akibat keterbatasan kewenangan yang dimilikinya. Sekarang kalau DPD tidak ada mungkin Aceh, NTT dan Papua sudah lepas dari NKRI. Meskipun merupakan representasi daerah-daerah yang telah dipilih langsung oleh rakyat namun keberadaan DPD dapat di ibaratkan anatara ada dan tiada. Betapa tidak karena fungsi dan wewenang yang dimiliki oleh DPD hanya terbatas tidak seperti yang dimiliki oleh DPR. Dampak lainnya adalah, tidak terjadi checks and balances antara DPR dan DPD itu sendiri. Di luar itu, kekuasaan DPD hanya memberi pertimbangan kepada DPR. Dengan demikian, keberadaan DPD relatif tidak berfungsi. Karena selama ini belum ada tata tertib (tatib) yang mengatur mekanisme kedudukan DPD dan DPR terkait fungsi legislasi.
Belakangan, Ketua DPD ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Apa dampaknya bagi DPD?
Kasus itu tak punya kaitan dengan langkah penguatan DPD. Karena kasus yang menimpa Irman Gusman murni urusan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan kewenangan DPD sebagai lembaga. Sebab, DPD tak memiliki kewenangan anggaran. Apalagi, setelah peristiwa dugaan korupsi itu, tingkat kepercayaan publik terhadap DPD pasti terganggu. Kejadian ini akan menjadi pelajaran dan evaluasi bagi DPD baik secara pribadi-pribadi maupun secara institusi. Walau bersalah-tidaknya nanti setelah keputusan pengadilan, saya berharap kasus ini menjadi yang pertama dan terakhir menimpa anggota DPD dan menjadi yang terakhir bagi semua penyelenggara negara.
© Copyright 2024, All Rights Reserved