PT Makindo Tbk ternyata menyimpan segudang masalah. Belum usai cerita perselisihan yang berujung bentrokan antara puluhan pemegang saham minoritas yang menolak perusahaan itu menjadi perusahaan tertutup dengan petugas keamanan dan karyawan perusahaan itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham, Jumat 30/6) malam lalu. Kini Makindo digugat oleh salah seorang nasabahnya.
Agaknya bukan hanya pemegang saham minoritas PT Makindo Tbk saja yang bernasib apes, dan tak mendapatkan kejelasan. Nasib Toh Keh Siong, nasabah PT Makindo Tbk, justru lebih buruk lagi. Pasalnya, sejak 1999 hingga 2002, ia telah menanamkan uangnya di perusahaan tersebut sebesar US$134 juta atau sekitar 1,3 triliun, namun hingga kini uang tersebut belum juga kembali. Langkah hukum pun segera ditempuh.
Pekan lalu, Toh melaporkan PT Makindo Tbk ke Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Bahkan, pada 20 April 2004, Toh yang merupakan Direktur Aperchance Company Ltd, sempat melaporkan kasus serupa ke Mabes Polri, dengan tuduhan Makindo telah melakukan penggelapan dan penipuan senilai US$ 134 juta atas investasi dananya.
Dalam laporannya, Toh Keh Siong mengungkapkan, PT Makindo tidak mengembalikan uangnya senilai US$ 134 juta yang ditanam dalam bentuk time deposit. Menurut kuasa hukum Toh dari Kantor Pengacara Lucas, SH & Partner, angka itu baru modalnya. Sedangkan jika diperhitungkan dengan bunganya, bisa mencapai US$ 136 juta. Karena, dalam dokumen {time deposit} yang diterima Aperchance-- perusahaan Toh yang berkedudukan di Hong Kong-- bunga atas dana yang ditanam mencapai 4% sampai 4,6% per tahun. Dokumen itu ditandatangani oleh Claudine Jusuf yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Keuangan Makindo.
Ketertarikan Toh untuk menanamkan uangnya di Makindo bermula ketika ia ketemu Gunawan Jusuf di Jakarta pada tahun 1997. Menindaklanjuti perjumpaan itu, Gunawan dan ibunya (Rachmiwaty) beranjangsana ke Singapura untuk melakukan presentasi kepada Toh. Dengan tujuan agar Toh tertarik menginvestasikan dananya di Makindo.
Karena tertarik, Toh bersedia mendepositokan uangnya sebesar US$ 60 juta di Indonesia lewat Makindo. Awalnya, Makindo bisa memenuhi janjinya. Berikut bunganya, setahun kemudian uang yang ditanam Toh berkembang menjadi US$ 67 juta. Berikutnya, Toh kembali bersedia menaruh uangnya di Makindo. Total jenderal dari 1999-2002, dana yang dialirkan Toh ke Makindo dalam berbagai bentuk mata uang mencapai US$ 134 juta.
Sebulan sebelum jatuh tempo, sekitar Oktober 2002, Claudine Jusuf dalam surat elektroniknya yang ditujukan kepada Toh menyebutkan bahwa tagihan sebesar US$ 134 juta bisa dimasukkan 2 hari sebelum jatuh tempo. Rupanya untuk masa yang kedua kali, Toh kejeblos, dan uang itu menguap hingga sekarang tidak pernah dikembalikan oleh Makindo.
Melihat ada gelagat yang tak elok, Toh berkali-kali menagih uangnya ke PT Makindo Tbk. Namun, selalu saja alasan tidak jelas yang ia terima. Sebab itu, ia kemudian mengadukan Makindo ke Mabes Polri, pada April 2004, dengan tudingan melakukan penipuan dan penggelapan atas uang milik Aperchance. Anehnya, seperti halnya dana Aperchance di Makindo, pengaduan itu pun tak pernah jelas. Pihak Polri beralasan, lokasi si pengadu di Singapura, maka Polri mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara(SP3).
Perjuangan Toh untuk mendapatkan uangnya kembali, tak putus sampai di situ. Melalui Pengadilan Tinggi Singapura, Juni 2004, ia menggugat Makindo. Dalam putusannya, Pengadilan Tinggi Negeri Singapura menolak gugatan tersebut. Alasannya, yang berwenang untuk mengusut perkara itu adalah otoritas hukum Indonesia. Langkah berikutnya, Toh mengadukan Makindo ke Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Ditjen Pajak.
Pengaduan itu muncul dari kekhawatiran Toh yang merasa upaya menagih uangnya kembali akan semakin ruwet setelah mengetahui adanya pengumuman di media cetak, pada 12 Desember 2005 lalu. Pengumuman itu menyebutkan bahwa telah terjadi pengambilalihan oleh Antiro Limited atas seluruh saham milik PT Garuda Pancaarta--pemegang saham terbesar Makindo--di PT Makindo Tbk.
Selain itu, ada pula pengumuman Antiro yang menawarkan tender atas sahamnya di PT Makindo. Dalam laporan keuangan PT Makindo ketika pengumuman pengambilalihan saham itu, time deposit dari uang yang berasal dari Aperchance tidak tercantum. Padahal sebagaimana bukti yang ada, bukti time deposit yang diserahkan kepada PT Makindo itu ditandatangani oleh Claudine Jusuf.
Time Deposit yang hingga kini belum dibayar Makindo adalah dana yang ditempatkan pada periode 1 Oktober 2002, 7 Oktober 2002, 10 Oktober 2002, dan 5 November 2002, nilai totalnya mencapai US$ 134 juta. Dalam perjanjian semula, Makindo akan mengembalikan dana tersebut plus bunganya, saat jatuh tempo pada 1 November 2002.
Kasus inilah yang kemudian dilaporkan ke Bapepam oleh kuasa hukum Toh, karena dianggap telah terjadi pembuatan laporan keuangan yang tidak benar dalam perusahaan yang telah {go public}. Menurut kuasa hukum Toh, jika sebuah perusahaan terbuka tidak membuat laporan keuangan yang benar, itu merupakan suatu tindakan yang menyalahi ketentuan pasar modal.
Karena itu, pengacara Toh, Lucas SH, kepada politikindonesia.com menghimbau kepada Kabagreskrim Polri dan jajarannya, serta Ketua Bapepam, dan DPR RI Komisi III agar mewaspadai rencana {go private} PT Makindo Tbk, serta segera mencekal dan menyidik, maupun membuka kembali SP3 tahun 2004 terhadap para direksi PT Makindo Tbk (Gunawan Yusuf Cs).
Alasannya, dana yang dinvestasikan Appaerchance Ltd setara Rp 1,3 triliun raib di rekening PT Makindo Tbk pada Bank UBS dan Credit Swiss di Singapura. Lalu aliran uang keluar masuk lewat rekening Makindo di Bank UBS dan Credit Swiss di Singapura yang tidak tampak dalam laporan keuangan PT Makindo Tbk. Disamping juga adanya novum (bukti baru)berupa dokumen asli tentang {time deposit} tadi.
”Jika kasus {white colar crime} ini tidak diproses secara hukum, bahkan dibiarkan oknum pejabat Polri dan Bapepam, maka dimana letak keadilan,” ujar Lucas. Bahkan, menurutnya, pihaknya siap dipanggil dan menyerahkan bukti-bukti (novum), serta memaparkan semua data yang ada. ”Kami siap,” tandanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved