Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong modernisasi sektor pertanian melalui penyediaan bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan). Upaya modernisasi pertanian ini diyakini mampu meningkatkan efisiensi usaha tani 35 hingga 48 persen.
“Kami mendorong modernisasi pada kegiatan budidaya pertanian secara keseluruhan. Di antaranya kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemanenan dan pengolahan hasil pertanian,” kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Pending Dadih Permana kepada politikindonesia.com, saat melakukan paparan Kinerja Empat Tahun Direktorat Jenderal PSP, di Jakarta, Jumat (23/11).
Menurutnya, langkah yang dilakukan selama ini dapat mengatasi persoalan keterbatasan tenaga kerja di sektor pertanian. Selain itu juga turut meningkatkan pendapatan petani. Apalagi, saat ini tenaga kerja pertanian di Indonesia juga mengalami pengurangan. Selain itu, minat generasi muda juga semakin menurun.
“Melihat kondisi tersebut seharusnya kita terus mengenjot modernisasi pertanian. Salah satu dengan menciptakan teknologi dan inovasi di sektor pertanian. Sehingga minat generasi makin ingin menggeluti pertanian,” tegas Pending.
Dia menjelaskan, dalam upaya pengembangan mekanisasi pertanian, pihaknya telah menyalurkan bantuan alsintan sekitar 350 ribu unit. Bantuan tersebut terdiri dari traktor roda dua, traktor roda empat, pompa air, rice transplanter, chopper, cultivator, excavator, hand sprayer, implemen alat tanam jagung, dan alat tanam jagung semi manual.
“Bantuan ada yang langsung diberikan ke kelompok tani, ada juga yang ditempatkan di dinas pertanian untuk dimanfaatkan dalam program brigade alsintan,” bebernya.
Dia mengungkapkan, gerakan modernisasi pertanian juga turut merambah lahan rawa. Berdasarakan data dari Pusdata Daerah Rawa dan Pasang Surut, Indonesia memiliki potensi lahan rawa 33,4 juta ha yang terdiri dari lahan pasang surut 20,1 juta hektar dan rawa lebak 13,3 juta hektar.
“Dari jumlah tersebut, seluas 9,3 juta ha diperkirakan sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya pertanian,” imbuhnya.
Dia memaparkan, potensi lahan rawa di Indonesia yang dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif tergolong sangat luas. Apabila potensi ini dapat dikelola dengan intensif dan memanfaatkan teknologi tepat, maka lahan rawa bisa menjadi alternatif yang mampu memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan produksi pangan nasional pada masa mendaatang.
“Upaya pemanfaatan lahan rawa dengan pola optimasi lahan telah mulai dirintis sejak tahun 2016. Pada tahun 2016, kami telah melaksanakan kegiatan optimasi lahan rawa seluas 3.999 hektare, kemudian tahun 2017 seluas 3.529 hektare, dan pada tahun 2018 telah terealisasi seluas 16.400 hektare (realisasi per 5 November 2018),” ulasnya.
Sementara itu, tambah Pending, pada tahun 2019, pihaknya berencana mengembangkan lahan rawa seluas 500 ribu hektare yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi.
“Di lahan rawa saat ini indeks pertanaman (IP) bisa meningkat hingga 1,0. Ini bisa terjadi karena difasilitasi teknologi yang sangat adaptif. Padahal dulunya petani harus menunggu rawa surut dulu, baru bisa tanam. Sekarang dengan memanfaatkan teknologi, rawa bisa menjadi lahan produktif,” ucapnya.
Diakuinya, kendala dalam pemanfaatan lahan rawa yang dapat menyebabkan produktivitas pertanian padi berkurang. Hal ini akibat lahan rawa memiliki kadar keasaman yang tinggi.
Masalah keasaman ini terjadi akibat kadar air yang terus tinggi, padahal untuk kualitas tanahnya dinilai cukup subur untuk melakukan penanaman. Oleh sebab itu, long storage dibutuhkan juga sekaligus membersihkan parit di sekitarnya,” pungkas Pending.
© Copyright 2024, All Rights Reserved