Ketika pemerintahan Megawati Soekarnoputri, melalui Keppres No 9/2002 mengumumkan kenaikan harga BBM, masyarakat diberbagai kota di Tanah Air secara sporadis menolak kebijakan itu. Langkah ini merupakan tindakan yang kedua kalinya dilakukan Megawati Soekarnoputri, dalam dua tahun ini (2001 dan 2002).
Tampaknya Megawati Soekarnoputri memang menjadi spesialis menaikkan harga BBM. Tentu masih melekat dibenak rakyat, manakala tanggal 16 Juni 2001 jam 00:00 WIB (setelah tertunda 1 hari), pemerintah secara resmi menaikkan harga BBM rata-rata sebesar 30%. Keputusan menaikkan BBM ini diambil oleh Wapres Megawati Sukarnoputri -- bukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid -- pada suatu rapat kabinet yang beliau pimpin sendiri kira-kira tiga minggu sebelumnya.
Pada waktu itu, Wapres Megawati melakukan kenaikan BBM selaras dengan paket revisi APBN 2001 di mana usulan kenaikan harga BBM hanya salah suatu komponennya. Penetapan tanggal kenaikan harga BBM juga merupakan keputusan Wapres.Paket revisi, yang oleh DPR disebut “penyesuaian” ini, mengandung kenaikan harga dan tarif yang sangat sensitif, yakni harga-harga BBM diusulkan naik 30% dan tarif dasar listrik naik 20%. Kenaikan harga BBM 30% diharapkan bisa menghasilkan sekitar Rp6 triliun untuk menutup pembengkakan defisit sekitar Rp34 triliun. Nilai sebesar ini tentu sangat tidak cukup. Maka diusulkan kenaikan tarip pajak PPN dari 10% menjadi 12,5%. Berbagai cukai juga dinaikkan, sasaran penerimaan penjualan aset BBPN dan hasil privatisasi BUMN ditetapkan cukup tinggi.
Nah, kenaikan BBM kali ini, diberi alasan yang juga hampir selaras dengan kebijakan sebelumnya. Hanya saja, patokan yang digunakan pemerintah yakni harga pasar internasional. Inilah yang dinilai Kartubi, pengamat perminyakan, membingungkan. “Kebijakan ini sangat lemah dan tidak mengacu pada negara lain.” Semestinya, bila pemerintah menggunakan harga pasar, subsidi sepantasnya tidak ada lagi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan publik mengenai BBM tidak komprehensif dan terpadu dengan kebijakan energi nasional.
Terkait dengan keterpaduan dan komprehensifitas, dikabarkan kebijakan menaikkan haarga BBM kali ini pun memang tidak terpadu. Menteri ESD Purnomo Yusgiantoro kabarnya siap-siap saja untuk kenaikan BBM. Namun Menko Ekuin Dorodjatun Kuntjoro Djakti dan Menteri Keuangan Budiono tidak siap dengan konsep penyalurasn dana subsidi yang dicabut tersebut. Tapi, entah apa yang melatarbelakangi, hingga harga BBM tetap dinaikkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Namun apapun yang terjadi pada permainan elit politik di tingkat atas, pada akhirnya masyarakatlah yang diminta banyak berkorban, mulai awal tahun 2002 ini. Harga BBM naik; tarif listrik naik; pajak penjualan (PPN) juga naik. Sehingga tingkat inflasi tahun 2002 kemungkinan besar akan melebihi ambang psikologis 10%. Tetapi konsekuensinya ialah politik uang ketat dari BI dan politik fiskal yang amat ketat dari Departemen Keuangan. Sektor riil yang akan terpukul dan kembali konsumen yang menanggung akibatnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved