Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM UI) menilai kinerja ekonomi Indonesia di era Jokowi lebih rendah dibandingkan era SBY dan Megawati.
LPEM UI membandingkan pencapaian kinerja perekonomian pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri.
Hal itu terungkap dalam publikasi Analisis Makroekonomi Indonesia Economic Outlook, Selasa (6/2/2024).
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi dan produktivitas, pertumbuhan PDB pada era pemerintahan Jokowi relatif lebih rendah dibandingkan dengan periode Presiden SBY. Meski pun di era Jokowi tumbuh lebih cepat dari periode pemerintahan Megawati.
Riefky mengatakan, rata-rata pertumbuhan PDB selama masa pemerintahan Jokowi adalah sekitar 5,03% pada periode pertama dan 5,18% pada periode kedua, tidak termasuk periode Covid-19.
Namun demikian, Jokowi berhasil meningkatkan pertumbuhan PDB, dengan mengesampingkan fluktuasi selama Covid-19.
Sebab, selama masa pemerintahan SBY, Indonesia mengalami periode booming komoditas yang turut mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Ini adalah tugas yang tidak mudah mengingat sebagian besar periode terakhir Jokowi dihabiskan untuk mengelola pandemi Covid-19,” kata Riefky.
Menurut Riefky, peningkatan produktivitas menjadi salah satu program utama Jokowi selama dua periode kampanyenya. Akan tetapi, kinerja Jokowi belum cukup baik jika melihat rasio output terhadap tenaga kerja sebagai pendekatan dari produktivitas.
Periode pertama pemerintahan Jokowi menandai peningkatan produktivitas tenaga kerja yang paling lambat dibandingkan dengan empat masa jabatan presiden lainnya sejak 2000.
LPEM UI menilai Indonesia secara konsisten menunjukkan tanda-tanda deindustrialisasi dini.
Sektor manufaktur di Indonesia secara konsisten menyusut dan tumbuh di bawah tingkat pertumbuhan PDB nasional sepanjang era Megawati hingga Jokowi.
Akibatnya, pemerintahan periode kedua Jokowi mencatatkan rata-rata terendah untuk porsi sektor manufaktur terhadap PDB. Namun, penurunan terbesar porsi sektor manufaktur terjadi pada periode kedua kepresidenan SBY.
Meskipun sering digaungkan, upaya reindustrialisasi selama pemerintahan Jokowi masih belum tercermin dalam data terbaru.
LPEM UI menilai pemerintahan Jokowi berhasil mencapai kinerja yang lebih positif pada indikator sosial. Jokowi berhasil menurunkan tingkat kemiskinan hingga mencapai angka satu digit.
"Pada 2018, persentase penduduk miskin di Indonesia tercatat mencapai 9,82% dan terus menurun hingga Covid-19 menghantam perekonomian," kata Riefky.
Terlepas dari Covid-19, kata Riefky, kedua periode pemerintahan Jokowi berhasil melanjutkan tren penurunan kemiskinan secara konsisten sejak era Megawati.
Menurut Riefky, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam pengurangan ketimpangan sejak Jokowi menjabat sebagai Presiden.
Koefisien Gini di Indonesia memburuk cukup signifikan selama periode kedua administrasi SBY, dengan rata-rata nilai melonjak menjadi 0,404 dari 0,354 di periode pertama masa jabatannya.
Kemudian diperbaiki menjadi 0,393 pada periode pertama Jokowi dan bahkan turun lebih lanjut menjadi 0,386 pada periode kedua.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi tumbuh relatif lebih lambat, pembagian kue ekonomi dilakukan secara lebih merata. Dari sisi distribusi kesejahteraan, perbaikan koefisien Gini menunjukkan kualitas pertumbuhan yang lebih baik di era Jokowi dibandingkan dengan era SBY.
Riefky mengatakan, Jokowi memulai kedua periode pemerintahannya dengan tantangan signifikan untuk meningkatkan pendapatan negara. Meskipun cenderung stagnan selama periode pertama pemerintahan Jokowi, pendapatan pajak Indonesia secara bertahap meningkat pada periode kedua, setelah penurunan masif akibat Covid-19.
“Namun, sudah menjadi masalah berkepanjangan bahwa rasio pajak Indonesia tetap rendah, yang membatasi pengeluaran fiskal untuk tujuan pembangunan,” kata Riefky.
Meskipun mencatatkan pendapatan yang rendah, disiplin fiskal menurut LPEM UI telah dipertahankan sepanjang dua periode pemerintahan Jokowi.
Riefky mencontohkan, berbagai upaya untuk mereformasi postur fiskal dan memperluas kapasitas fiskal sudah dilakukan selama era Jokowi, terutama selama Covid-19.
"Termasuk reformasi subsidi bahan bakar, pengesahan UU reformasi pajak, dan Omnibus Law tentang penciptaan lapangan kerja dan sektor keuangan," kata dia.
Riefky tidak dapat menyimpulkan dengan pasti apakah kinerja aspek fiskal selama masa pemerintahan Jokowi telah baik. Meskipun demikian, berbagai reformasi fiskal telah dilaksanakan dan mungkin akan menjadi dasar serta membentuk jalur untuk reformasi dan perbaikan fiskal di masa depan Indonesia.[]
© Copyright 2024, All Rights Reserved